23. APRICITY

42 5 0
                                    

Gelas champaign wine diputar secara perlahan oleh Anizhar. Malam ini pemuda itu tampak memancarkan aura sangat mempesona hingga mengundang bisikan-bisikan manja para wanita sekitar. Dua kancing baju atas yang sengaja tidak dia kaitkan memperlihatkan sedikit bagian dada bidang milik Anizhar yang tampak menggoda.

Bulu mata lentiknya bergoyang, mengikuti arah pandang Anizhar menuju ke arah sekumpulan penari di panggung. Suara musik DJ yang mengalun keras memekakan telinga tidak mampu membuat hati dan pikirannya sinkron. Pikirannya kacau dan hatinya kosong membuat Anizhar membutuhkan pelampiasan.

Sedangkan dua orang lain yang juga berada di sofa yang sama dengan Anizhar saling pandang. Mereka menyadari keterdiaman Anizhar. Jelas kawannya itu sedang tidak baik-baik saja hingga mengundang mereka untuk pergi ke klub.

"Lo bolos latihan?" Sebuah pertanyaan melambung dari mulut Avandi terdengar jelas di telinga Anizhar.

"Hm." Anizhar kembali menyesap champaign wine-nya.

"Woah, dude! Coach Gabriel marah kalau lu gini terus. Come on man!" Seru seorang pria dengan rambut pirang seperti bule──Jonathan.

"Dia sudah marah." Varga dengan sebuah benda pipih dalam tangannya menghampiri mereka. Lelaki itu berpamitan sebentar untuk mengangkat telepon dari pelatih mereka.

"Berisik!"

"Coach Gabriel bilang kalau lo ga pergi latihan besok, dia akan mencari orang lain untuk pertandingan lusa." Varga menyampaikan pesan pelatih mereka kepada Anizhar.

Sudah enam hari Anizhar membolos latihan. Mulai dari hari pernikahannya hingga saat ini, Anizhar merasa tidak memiliki hasrat untuk menyentuh air. Padahal sejak kecil, Anizhar sangat suka bergerak di air. Ada alasan mengapa dia menyukai air hingga berpartisipasi dalam berbagai lomba renang meski sang ayah kerap menentang.

Anizhar mencintai renang lebih dari siapapun. Dia banyak menghabiskan waktunya di air alih-alih berada di bar seperti ini.

"Apakah Amora melarang?" tanya Jonathan. Pria bule itu mengingat sosok perempuan yang resmi menjadi istri sekaligus calon ibu anak temannya.

Jonathan dan Avadi saling melirik Varga. Diantara mereka bertiga, Varga yang paling dekat dengan Anizhar. Selain karena lelaki itu adalah sahabat sejak kecil Anizhar, dia juga merupakan tangan kanan pemuda itu.

"Bukan." Anizhar menjawab cepat.

"Dia tidak melarang. Hanya saja, gue merasa kita tidak akan pernah bisa saling mengerti. Saat perempuan lain gemar menghambur-hamburkan uang, dia justru selalu marah saat gue menghambur-hamburkan banyak uang."

"Apa yang lo beli?" tanya Varga serius.

Anizhar menelan ludah ragu. "B-baju dan mainan anak. Gue juga menyewa mall selama 5 jam. Dia bilang bayinya masih kecil dan belum membutuhkan semua itu. Hanya saja gue merasa perlu untuk membeli semua barang baik itu untuk anak cowo maupun cewe." jelas Anizhar dengan gagap di awal.

Varga, Avandi, dan Jonathan saling lirik menahan tawa. Tidak pernah menyangka bisa mendengar kalimat menggelikan dari bibir Anizhar. Jika itu orang lain mungkin saja, masalahnya lelaki yang baru saja berbicara adalah seorang Anizhar dengan segala keangkuhan dan sikap dinginnya.

"Mudah saja kawan!" Anizhar membawa pandangan matanya ke arah Avandi.

"Mudah?"

Avandi mengangguk. "Istri lo berbeda dari perempuan lain."

"Berbeda bagaiman? Chana juga perempuan. Dia selalu senang setiap kali gue memberikan hadiah mewah. Mobil, aksesoris, perhiasan, pakaian, dan sepatu bermerek bukan kah juga barang-barang yang menghabiskan banyak uang? Dia tidak pernah marah dengan itu."

APRICITY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang