32. APRICITY

2K 112 4
                                    

Setelah menghabiskan waktu selama satu setengah jam, Anizhar dan Amora akhirnya terbebas dari tempat menyesakkan itu. Mereka kembali setelah mengantarkan kepergian Tuan Absena dan tangan kanannya, tentu saja lelaki paruh baya itu memberikan wejangan yang mampu membuat Amora panas dingin saking takutnya. Dibandingkan Anizhar, ayah mertuanya itu memiliki aura menyeramkan dan tidak mudah untuk didekati.

"Nizhar, kita langsung pulang?"

"Ya iya lah, memangnya kemana lagi?" balas Anizhar dengan nada sewot, pandangannya tetap fokus ke jalan di depan.

Pipi Amora mengembung mendengar nada sewot Anizhar. Ia menatap keluar jendela dengan kesal. "Gue cuman nanya. Ga usah sewot kan bisa!"

Anizhar mendesah panjang, melirik Amora yang sedang merajuk lewat sudut matanya. "Lo mau sesuatu? Kalau mau, kita bisa mampir sebentar," ucapnya, kali ini dengan nada lebih lembut.

Mendengar itu, mata Amora berbinar. Dia tak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. "Itu, ayo ke sana!" serunya antusias, menunjuk ke arah sorot lampu yang menyinari langit.

"Tempat apa itu? Gue gak mau kalau aneh-aneh," jawab Anizhar skeptis.

Amora menggeleng cepat. "Enggak kok, cuma pasar malam."

Mendengar itu, Anizhar langsung menginjak rem secara mendadak, membuat mereka berdua tersentak ke depan. "Pasar malam?! Lo gila?! Mau ke tempat kumuh penuh preman kayak gitu?!"

Amora, yang masih mencoba menenangkan jantungnya, langsung menatap Anizhar dengan sebal. "Siapa bilang itu tempat kumuh?! Siapapun bisa kesana, tahu!"

Anizhar mengerutkan dahi, tak percaya. "Chana pernah bilang semua wahana di sana gak aman. Mendingan weekend aja kita ke mall."

"Gak! Gue maunya sekarang! Lagian lo belum pernah kesana, kan? Jangan asal ngomong kalau belum lihat sendiri! Pasar malam gak seburuk bayangan Lo!" balas Amora bersikeras.

Anizhar menggaruk belakang kepalanya dengan ragu. "Yah... bel-um sih. Tapi tetap aja, tempat kayak gitu gak cocok buat anak gue."

Amora menggeram kesal. "Anizharrrrr! Kita cuma jalan-jalan di bawah dan beli jajanan, kok! Gak perlu naik wahana!"

Anizhar menatapnya masih dengan keraguan. Akan tetapi, Amora punya jurus andalan. "Lo mau anak kita ileran gara-gara bapaknya gak mau turutin keinginan dia ke pasar malam?"

Anizhar tertegun. "Kita?" ulangnya bingung.

Amora tersadar atas ucapannya sendiri, lalu buru-buru mengalihkan pembicaraan. "Ah, buruan ayo!"

Anizhar mendengus pasrah. "Cuma sekali, gak ada lain kali!"

"Deal, promise!" Amora mengangguk semangat, meskipun dalam hati ia memiliki tekad lain.

Gue bakal mengubah pemikiran buruk Lo tentang pasar malam! tekadnya.

Begitu tiba, mereka memarkirkan kendaraan terlebih dahulu di dekat area pasar malam. Dalam gandengan Anizhar, Amora tampak sangat semangat. Kedua matanya penuh binar menatap gerbang pasar malam.

Berbeda dengan Amora yang semangat, hati Anizhar justru diliputi kecemasan luar biasa. Ia melangkah hati-hati sambil terus memperhatikan sekitar, sesekali mengingatkan Amora.

"Mora, jangan lompat-lompat!" tegur Anizhar ketika melihat Amora melompat riang.

Meski dipelototi, Amora hanya mengangguk sekali, lalu menarik tangan Anizhar ke sebuah stand pernak-pernik. Bola matanya berbinar melihat barang-barang kecil yang lucu dan berwarna-warni.

Sesuai kesepakatan awal, Amora tidak memaksa Anizhar menaiki wahana apa pun. Akan tetapi,  dia menyeret Anizhar ke berbagai stand. Mulai dari stand makanan ringan, pakaian, hingga permainan tembak-tembakan. Anizhar hanya bisa menghela napas panjang setiap kali Amora menariknya dengan antusias, sementara dirinya merasa tempat itu semakin ramai dan sesak. Asap rokok yang menguar dengan bebas dan aroma keringat yang bercampur sangat tidak cocok untuknya.

APRICITY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang