22. APRICITY

4.1K 144 0
                                    

Tidak ada hal istimewa dari lima hari belakangan dengan status sebagai seorang istri keturunan Shailendra. Selama Anizhar sekolah dan bekerja, Amora hanya berdiam diri di rumah tanpa melakukan banyak pekerjaan berat. Pemuda itu hanya berpesan untuk menjaga calon anaknya dengan baik.

Tidak sulit bagia seorang Shailendra seperti Anizhar menyediakan segala kebutuhan Amora selama masa kehamilan. Di rumah mewah yang menjadi salah satu mahar Amora ini memiliki 1 orang koki, 4 orang pembantu, 2 penjaga, dan 1 supir yang siap melayani Amora dan bayinya selama di rumah. Amora tidak perlu banyak bekerja, satu-satunya pekerjaan dia adalah untuk menjaga kesehatan agar sang bayi juga sehat. Bahkan dia memiliki dokter pribadi yang secara rutin datang ke rumah setidaknya satu minggu sekali untuk memantau kondisi ibu hamil itu.

"Berisik sekali. Kuping gue ga kuat mendengar semua ocehan lo." Amora mengusap telinganya, suara Anizhar di sebrang sana membuat Amora jengah.

"Ini demi anak gue supaya selalu sehat. Jangan ceroboh atau lo tahu akibatnya!"

"Idih - idih, tanpa lo beritahu gue juga ngerti! Stop ngaku-ngaku dia anak lo, ini anak gue titik!" ujarnya denial.

Tut-

Tidak ingin menghabiskan waktu mendengar segala ocehan Anizhar di sebrang sana, Amora memutuskan untuk segera mengakhiri panggilan telepon.
Menurut Amora, lelaki itu memiliki kekhawatiran yang berlebihan. Mana mungkin dirinya sebagai calon ibu ingin janinnya dalam bahaya, dia tidak setega itu. Bukan kah justru lelaki itu yang nyaris membuat calon anaknya dalam bahaya kala itu?

Amora mendengus jengah, Anizhar adalah calon ayah yang sangat protektif sekaligus menyebalkan.

Kedua kaki jenjangnya membawa Amora ke taman samping. Gadis itu tersenyum riang tatkala menangkap keberadaan makhluk kecil berbulu yang tengah asik melompat-lompat di rumput.

"Oh Banny ku sayang!" Amora mengangkat kelinci putih ke dalam dekapannya. Gadis itu turut menduduki rumput dan sesekali mengelus bulu lembut milik si kecil.

Setidaknya, melihat Banny dapat membuat emosi Amora reda.

"Dengar Banny, kamu harus menjauhi iblis di rumah ini. Jangan biarkan iblis itu menyentuh bulu lembut milik mu," ujar Amora tak rela jika bulu lembut Banny di elus oleh orang lain.

Pikiran Amora menerawang pada saat dirinya dan Anizhar pergi ke pasar malam. Dua hari lalu gadis itu mengidam untuk membeli telur gulung di pasar malam. Meski sulit untuk membujuk Anizhar, pada akhirnya Amora berhasil meyakinkan pemuda itu. Disanalah Amora bertemu dengan Banny dan membelinya. Meski Banny dibeli dengan menggunakan uang Anizhar, Amora tidak akan membiarkan iblis itu menyakiti kesayangannya.

"Dasar iblis menyebalkan. Selalu bertindak semaunya!" umpat Amora.

Selama masa kehamilannya, Amora banyak mengumpati Anizhar setiap kali merasa kesal.

"Non, waktunya minum susu!" dari arah pintu Bi Nanik berdiri dengan sebuah gelas susu di tangannya.

"Kita main lagi nanti ya Banny." Amora mengelus puncak kepala kelincinya sebelum pergi.

"Bi tolong beri makan Banny ya, saya akan minum di ruang keluarga saja."

"Baik, non."

Setelah mencuci tangan dengan bersih, Amora membawa segelas susu menuju ruang keluarga. Gadis itu ingin menonton kartu favoritnya.

"Andai gue punya Doraemon," monolog Amora dengan mata yang tidak beralih. Jika dia punya musang seperti Doraemon, maka segala permasalahannya bisa terselesaikan dengan muda.

"Lo punya gue."

Terpaksa, Amora mengalihkan pandangannya dari televisi menuju ke arah sosok iblis yang sedang bersandar di tembok menatapnya tajam. Gadis itu kontan mendengus, memutar bola matanya malas melihat sosok Anizhar. Padahal belum lama dari waktu mereka berbincang di telepon.

APRICITY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang