09. APRICITY

102 5 1
                                    

"Suasana kelas menjadi hening tatkala Amora Keylani membuka pintu. Seluruh pasang mata sontak terarah padanya, dengan beberapa wajah yang tampak semakin merendahkannya setiap hari.

Mengabaikan tatapan mereka, Amora berjalan menuju bangku yang berada di pojok belakang. Gadis itu sedikit tersandung saat seseorang tiba-tiba mengulurkan kakinya.

"Ups! Gue sengaja."

"HAHAHA."

Membenahi poninya yang maju, Amora memilih mengabaikan gelak tawa mereka. Begitu mendaratkan pantatnya di kursi, Morana menyerit.

Dia bangkit, saat memegang rok belakangnya, Amora tahu jika kursinya basah. Lebih tepatnya, dia sedang dikerjai.

"Masih pagi udah ngompol aje lu! HAHAHA."

Untunglah Amora selalu siap sedia, gadis itu mengeluarkan beberapa lembar tisu untuk membersihkan roknya.

"Puas kalian? Terlalu buang-buang tenaga untuk meladeni monyet seperti kalian," kata Amora dengan sinis yang sontak mengundang ekspresi gelap mereka.

Angela maju, gadis itu menggebrak meja Amora. "Bich! Lo itu enggak pantas sekolah di sini!" Tunjuknya dengan kuat pada dada Amor.

Amora tidak diam saja, gadis itu membalas tatapan Angela. "So? Lu kira, monyet gila kayak lu pantas sekolah di sini?"

Brak!

"Jaga ucapan lo!"

Amora tersenyum sinis. "Gue membicarakan fakta."

"Jangan main-main sama gue, Amora. Gak cuman Anizhar, gue juga bisa ngelakuin apa aja ke lu! Bahkan kalaupun lo mati, gue tetap bebas." Mata Angela berkilat marah menatap Amora, gadis itu berbicara dengan nada penuh penekanan.

Amora pun kian mendongakkan kepala. "lancang. Lo bukan Tuhan yang bisa menentukan kematian!"

"Gue memang bukan Tuhan, tapi gue bisa jadi salah satu kemungkinan alasan lo mati," ucapnya sembari tersenyum remeh.

"Lo...Anizhar maupun kalian enggak berhak menentukan hidup gue! Dan gue ga akan pernah menundukkan kepala kepada kalian semua! Camkan itu!" Menatap satu persatu wajah teman-teman sekelasnya, tidak ada satupun dari mereka yang takut dengan ucapan Amora. Dari ekspresi mereka, Amora tahu bahwa ucapannya hanya bahan candaan bagi mereka.

"Selamat Pagi." Kehadiran seseorang membuat suasana kelas menjadi sedikit tenang. Mereka, termasuk Amora bersamaan menolehkan kepala ke asal suara itu.

"Selamat pagi, Varga. Lo sendiri?" Angela, sikap gadis itu mendadak berubah 180° saat melihat sosok Varga yang berjalan dari ambang pintu.

"Biasa." Senyum Varga tidak luntur, hanya saja kedua irisnya menengok sosok gadis yang berada di belakang Angela. "Omong-omong, mengapa kalian berkumpul?"

Mendengar itu sontak beberapa dari mereka segera membubarkan diri. "Kita lagi diskusi tentang beberapa hal, iya kan Amora."

Amora menatap sedikit sinis tangan Angle yang berada di pundaknya. Gadis itu segera menjauhkan tangan Angela dari tubuhnya. "Muka dua," cibirnya, langsung membuat Angela menatap Amora dengan mata melotot. Sementara Varga, tetap pada ekspresi tenangnya.

"Oh ya Amora, lo dipanggil Pak Yasir ke ruangannya."

Mendengar nama itu sontak membuat Amora terkejut. "Oh Ok, makasih Varga. Gue ke sana." Setelahnya Amora segera menuju ruangan Pak Yasir.

Amora sangat tidak ingin membuat masalah dengan sosok guru di Biantara satu itu. Bahkan sekarang Amora telah berharap cemas dengan maksud dirinya dipanggil.

"Selamat Pagi, Pak."

"Pagi, Amora. Silahkan masuk!" Persilahkan Pak Yasir dengan raut wajah tidak bersahabat.

Amora mendudukkan dirinya pada sofa tepat depan Pak Yasir. Gadis itu menatap sang guru dengan pandangan cemas. "Apa apa ya pak memanggil saya?"

Pak Yasir mengeluarkan beberapa lembar kertas, kemudian menatap Amora dengan tajam dibalik kacamata kotaknya. "Kemana saja kamu beberapa hari ini? Selalu izin diluar kepentingan sekolah bukanlah hal yang dapat kamu putuskan seorang diri, Amora."

Glup!

Amora menelan ludahnya susah payah. "Mohon maaf pak. Beberapa hari ini badan saya selalu kurang fit, alhasil saya terpaksa membolos ditengah pelajaran."

Brak!

Amora terlonjak. "Kamu itu masuk Biantara berkat beasiswa yang berhasil kamu dapatkan! Dan Biantara tidak akan sudi untuk terus memberikan sogokan dana kepada anak membolos seperti kamu! Tidak hanya itu...lihat ini! Nilai kamu setiap hari semakin menurun, bahkan kamu mendapatkan nilai nol besar di beberapa ulangan harian karena kamu membolos kelas!"

Ucapan Pak Yasir panjang lebar membuat Amora meremas ujung seragamnya dengan semakin kuat. Gurunya itu benar, di masa-masa akhirnya ini Amora kerap kali mengalami pernurunan performa. "Maaf, pak. Tolong beri saya kesempatan lagi untuk memperbaiki performa saya."

Pak Yasir bersidekap. "Saya tidak membutuhkan omong kosong belaka, buktikan dengan hasil! Ingat ini sekali lagi Amora, Biantara tidak sudi memberikan beasiswa kepada murid gemar membolos. Sebelum memasuki Biantara kamu sudah menyanggupi seluruh persyaratan yang diberikan dan apabila kamu tidak sanggup memenuhi persyaratan tersebut hingga lulus, bapak akan mencabut beasiswa kamu. Setelah itu kamu bisa membayar SPP bulanan Biantara sebesar dua belas juta."

Dua belas juta bukanlah nominal yang sedikit bagi Amora! Bahkan dapat dipastikan tabungannya tidak akan pernah mencapai angka itu.

"Sekali lagi mohon maaf pak, saya berjanji akan lebih bersungguh-sungguh untuk memenuhi kontrak."

"Tepati janji mu. Sudah, kembali ke kelas!"

Amora berdiri, sebelum meninggalkan ruangan gadis itu membungkukkan tubuh. "Permisi, pak."

Bergitu keluar ruangan Pak Yasir, kehadiran dua orang di depan ruangan membuat Amora sedikit terkejut.

"Kalau lo berlutut layaknya anjing penurut mungkin gue bisa membantu lo mempertahankan beasiswa itu,' ujar salah satu dari mereka dengan pandangan remeh.

Mood Amora mendadak kembali buruk. "Ga butuh."

"Amora ya...kalau kamu nurutin ucapan Izhar kamu enggak perlu repot-repot belajar loh, bahkan kamu bisa terus membolos."

Amora menaikkan sebelah alisnya. Gadis yang tengah asik menggandeng lengan Anizhar dengan sangat romantis itu sangatlah cantik, sayangnya otaknya tidak mencerminkan wajahnya. Setidaknya itulah yang Amora pikirkan. "Orang-orang manja seperti kalian, gak akan pernah ngerti."

Anizhar terkekeh. "Orang-orang manja ini yang bisa membantu lo untuk tetap bertahan di Biantara. Kecuali kalau lo mau jual tubuh ke om-om hidung belang dan berakhir hamil anak haram, hahaha."

PLAK!

"SAYANG!"

Sontak wajah Anizhar dibuat menoleh telah akibat dari tamparan Amora. Lelaki itu mengusap ujung bibirnya yang mengeluarkan darah. "Sakit juga."

"Dasar cewek gila! Lo bisa tanggung jawab kalau wajah cowok gue kenapa-kenapa?!" Chana, menunjuk Amora sembari mengelus pipi sang kekasih yang memerah.

Amora menurunkan jari telunjuk Chana yang dengan lancang menunjuk wajahnya. "Gue ga peduli. Dan untuk lo Tuan Shailendra yang terhormat, sampai kapanpun lu gak berhak mengomentari kehidupan gue! Kalaupun gue hamil, anak itu bukan anak haram! Camkan itu!"

Amora tidak sanggup lagi, dengan langkah tegas pergi meninggalkan sepasangan kekasih kurang ajar itu. Bagi Amora Keylani, anaknya bukanlah sebuah aib dan Anizhar Bryatta Shailendra tidak berhak mengatai calon anaknya.

"Kamu anak mami, bukan anak haram."






────────
Tinggalkan jejak! Follow Ig : @camoryaini._ dan WP : camoryaini untuk update selanjutnya.

13.05.2024

APRICITY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang