25. APRICITY

116 15 1
                                    

Amora dan Anizhar makan dalam hening yang mencekam. Amora berulang kali melarikan matanya ke sembarang arah, enggan menatap Anizhar yang tengah makan di hadapannya. Hatinya masih dongkol apabila mengingat keributan mereka kemarin.

Lebih menjengkelkan lagi, Anizhar sampai saat ini belum mengutarakan maaf. Sebagai makhluk berjenis kelamin perempuan, Amora juga merasa gengsi untuk meminta maaf terlebih dahulu. Mau bagaimana pun, semua berawal dari Anizhar yang menyebalkan.

"Nanti sore lu pergi check up bareng Bi Susi. Gue bakal pergi untuk beberapa hari kedepan, kalau ada sesuatu minta sama bibi." ujar Anizhar memecahkan keheningan.

Alis Amora meninggi. "Kata dokter kita bisa balik setelah usia kandungan gue 4 bulan."

"Gue ga menerima bantahan." Anizhar bangkit. "Kecerobohan lu, ga bisa membuat gue menunggu sampai bulan selanjutnya."

Amora merengut. Karena Anizhar tidak menerima bantahan, maka dirinya juga enggan untuk kembali berbicara. Kalimat terakhir pemuda itu juga sangat menyebalkan. Dengan perasaan dongkol, Amora pergi dari meja makan tanpa berniat mengantar Anizhar ke depan.

───

"Gue benci Anizhar!" Sebuah aduan meluncur bebas dari mulut Amora begitu panggilan tersambung.

"Apalagi nih, kalian masih berantem?"

"Hm, gitu deh."

Terdengar suara helaan napas dari sebrang sana. "Mending lo minta maaf duluan deh, Mor. Ga capek diem-diem an mulu, padahal serumah?"

"Gue ga akan minta maaf duluan, Sira. Dia yang salah, kenapa harus gue yang inisiatif. Kalau bukan gara-gara dia yang sengaja banget ngelakuin itu, gue ga bakal jalan cepat sampe nyaris jatuh."

"Iya sih." Sira terdiam sejenak, membenarkan ucapan temannya itu. "Saran gue sih mending kalain ngobrol empat mata. Lo sampein tuh unek-unek ke dia."

Tanpa sadar bibir Amora maju. "Males ngomong sama manusia sombong kayak dia. Lagipula si Nizhar engga bakal pulang untuk beberapa hari."

"Loh, lo sendirian dong di rumah?"

"Engga, masih ada pekerja rumah."

"Kalau temenin gimana?"

Mata Amora berbinar. "Serius? Boleh-boleh, lo langsung ke sini aja."

"Ok, gue ke rumah lu setelah sekolah. Mau nitip sesuatu ga?"

Amora bergumam tidak jelas, otaknya sedikit berpikir. "Gue mau puding kemarin."

Dari sebrang sana terdengar suara tawa kecil. "Haduh, kayaknya keponakan gue suka puding. Oke deh, entar gue bawain yang lucu-lucu."

"Makasih aunty!"

Tut-

Setelah panggilan terputus, Amora tidak langsung meletakkan ponselnya di nakas. Gadis itu memilih untuk membuka aplikasi Instagram untuk melihat-lihat isi beranda akunnya. Sejak putus sekolah dan lebih banyak di rumah, Amora menjadi sering mengisi waktu luangnya dengan bermain ponsel.

Baru-baru ini juga dirinya membuat akun Instagram dan mengikuti beberapa akun yang menurutnya menarik. Terutama akun food vlogger, saat melihat resep yang menggiurkan Amora akan memasak di dapur bersama beberapa pelayan.

Mata Amora menyipit saat melihat sebuah akun yang masuk dalam rekomendasinya. Jari telunjuk gadis itu tanpa sadar justru menekan tombol mengikuti saat hendak membuka profil dari akun itu. Amora panik, buru-buru dirinya menekan tombol berhenti mengikuti meski dia tahu tindakannya barusan hanya sia-sia.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

APRICITY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang