17. APRICITY

4.4K 164 4
                                    

Entah sudah berapa hari dia tidak sekolah dan hanya bergelut dengan selimutnya. Pikirannya menjadi rumit, moodnya bertambah buruk beberapa hari terakhir. Seiring dengan moodnya yang buruk, napsu makannya juga sama.

"Amora plis ayo makan," bujuk Sira untuk yang kesekian kalinya. Gadis itu senantiasa memegang sebuah piring dengan bubur yang telah dingin.

Bukannya menjawab, Amora justru semakin masuk dalam selimut.

"Sampai kapan lo kayak gini? Lo mau anak lo sakit karena ibunya ogak makan?"

"Anak gue kuat," ujar Amora dari dalam selimut.

Sira menghela napas. "Iya dia kuat tapi dia juga butuh nutrisi. Ayo dong Amora, udah seminggu lo susah makan."

Ah ternyata seminggu telah berlalu. Tidak terasa sudah seminggu sejak terakhir kali dia berada di Biantara dan berakhir memiliki utang yang menggunung.

Amora menyibakkan selimutnya, tiba-tiba dia menangis. "Hiks, Sira...gue pusing. Da-dalam sehari, hiks...gue punya utang, hiks."

Amora memeluk gulingnya. Gadis itu sungguh stres apabila mengingat uang yang harus dia kembalikan mencapai nominal milyaran.

Sira meletakkan piring di tangannya, gadis itu mengelus dahi Amora. "Gue bantu. Lo ga usah mikirin tentang uang yang penting anak lo sehat."

"Hiks..." Amora menggeleng pelan, gadis itu tidak ingin merepotkan Sira.

"Makan ya?"

Akhirnya setelah perjuangan panjang, Amora pun menggerakkan kepalanya untuk mengangguk. Akan tetapi, meski kepala Amora telah mengangguk rupanya perutnya enggan bekerja sama. Terbukti setelah memakan sesendok bubur, Amora langsung berlari menuju kamar mandi dan langsung memuntahkan makanan itu lagi.

Meski kandungannya akan segera berusia empat bulan, mual yang dideritanya tidak kunjung reda. Amora justru semakin mengalami mual terutama seminggu terakhir ini.

"Baby, pliss biarin emak lu makan dulu." Sira mengelus-elus perut Amora, dirinya turut prihatin dengan kondisi sang sahabat.

"Gue mau tiduran aja."

"Yahh ga gitu dong. Lo bahkan belum makan dari pagi."

"Gue ga bisa makan Sira. Lo lihat sendiri tadi."

Hembusan napas keluar dari mulut Sira. "Huft. Lu ngidam sesuatu? Gue beliin deh."

"Enggak ada."

Kedua bahu Sira merosot. Nol pengalaman dalam menghadapi wanita hamil membuatnya kebingungan setengah mati. "Mungkin karena buburnya amis kalik ya?" Sira mencium bubur yang dia beli di warung depan gang.

Amora mengangguk. "Mungkin. Ga perlu beli lagi, gue bener-bener engga mampu."

"Gak gak! Lu tunggu di sini, gue beliin yang enggak amis."

"Sira!" Tanpa mendengarkan perkataan Amora, gadis itu telah melesat keluar kamar.

.O.

"Seneng gue kalau lu makan lahap gini." Senyum Sira merekah melihat Amora yang sedang makan dengan lahap.

"Lu bwlu ini dwmna?" Amora bertanya dengan mulut yang penuh makanan.

"Gue enggak beli." Amora pun menampilkan ekspresi bingung.

"Dari gue," sahut suara dari pintu.

Amora menatap tajam kehadiran seorang lelaki yang tengah bersandar di kusen pintu kamar kostnya dengan wajah santai. Amora melengos, menatap sang sahabat meminta penjelasan. "Gue ketemu dia di depan gang." Sahut Sira, diikuti helaan napas diakhir.

APRICITY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang