Di sebuah lift yang berhenti di lantai 4, Amora muncul dengan sebuah paper bag biru. Gadis itu langsung menyapa penjaga perpustakaan tatkala mencapai daun pintu.
"Selamat siang, bu."
"Selamat siang nak Amora. Cari Sira?"
Amora tersenyum atas pertanyaan tepat sasaran itu. "iya, Bu."
"Ibu lihat Sira di dekat rak jurnal."
"Ok Bu, terima kasih." Setelah mendapatkan info mengenai keberadaan Sira, Amora lantas segera menuju tempat gadis itu.
Benar saja, Sira tengah sibuk dengan laptop di hadapannya dan beberapa jurnal yang ia pegang. Saat Sira menangkap sosok Amora, gadis itu langsung berekspresi ceria.
"Darimana lu tahu gue di sini?" tanya Sira, pasalnya dia tidak menerima notifikasi pesan dari Amora.
"Nebak aja sih. Lagi ngapain?"
"Buat makalah, gue dimarahin Bu Nunuk gara-gara belum ngerjain makalah."
Amora pun memutar kedua bola matanya. "Main game terus sih Lo."
"Wkwkwkwk, khilaf. Apaan tuh?"
Dia angkat paper bad di tangannya. "Jaket. Gue mau ngembalikin jaket ini ke si raja iblis, tapi dia ga masuk kelas dari pagi."
"Ga ada keterangan? Coba tanya Varga."
Gelengan lemas Amora menjawab pertanyaan Sira. "Varga juga sama."
"Wait, coba gue tanya ke Varga."
Amora memperhatikan gerakan sahabatnya itu dengan seksama.
"Dia lagi di kolam renang."
Decakan kagum Amora layangkan kepada Sira. "Sejak kapan lu punya nomor Varga?" tatapnya sedikit menggoda.
"Berkat lo ngilang seharian, kita jadi tukeran nomor."
Amora tertawa. "Yaudah gue ke sana duluan. Lo ga usah ikut, selesaikan dulu makalah lo itu."
Ekspresinya cemberut Sira menjadi kenikmatan tersendiri bagi Amora. Setelah sedikit menggoda sahabatnya itu, Amora lantas melangkahkan kaki untuk menuju tempat raja iblis Biantara berada.
Demi mencapai tempat orang itu berada, Amora harus turun ke lantai 1 kemudian melewati beberapa bangunan hingga mencapai tempat yang Sira sebutkan. Setibanya ia di tempat itu, Amora sedikit mengintip. Rupanya kolam renang itu cukup ramai dan membuat Amora menjadi ragu untuk melangkah lebih jauh.
"Apa gue balik aja ya? Rame banget, pliss." Gumamnya, melihat orang-orang yang berada di depan sana mayoritas diisi oleh gender laki-laki.
Namun, saat Amora hendak berbalik, tarikan pada pintu membuat dirinya ketahuan.
"Ngapain neng?"
"Pasti mau nyolong kolor ya."
Apa-apaan kedua pemuda dihadapannya ini, Amora sontak menggeleng. "Gue cuman lewat!" teriak Amora tanpa sadar.
Kontan suara gadis itu mengundang perhatian beberapa orang yang berada di dekat kolam renang. Termasuk Varga yang baru saja keluar dari kolam. Saat lelaki itu melihat tubuh Amora, Varga pun melambaikan tangan.
"AMORA, SINI!"
sial! Amora mengumpat dalam hati saat mendengar suara Varga yang begitu menggelegar, apalagi dia sedang berada di dalam gedung tertutup.
Mau tidak mau, Amora membalas lambaian tangan Varga, bergerak mendekati lelaki itu sembari mengabaikan dua orang lelaki yang masih terus menggodanya.
"Sibuk ya? Maaf gue ganggu." Amora melirik sedikit pemandangan di belakang Varga, dimana beberapa orang tengah melakukan latihan berenang. Apalagi dia tiba-tiba saja teringat dengan perkataan Sira, yang memberitahu bahwa Varga merupakan wakil ketua dari klub renang Biantara.
"Enggak. Lo mau ketemu Anizhar kan?"
Amora mengangguk kemudian menggeleng. "Err...ga harus ketemu juga kok. Gue cuman mau ngembalikin ini."
Kedua sudut Varga tertarik ke atas, membuat ketampanan lelaki itu semakin terpancar. Apalagi tubuh Varga yang sangat terekspos sebab lelaki itu baru saja keluar dari kolam. "Tunggu sebentar ya. Satu putaran lagi Anizhar selesai," ujarnya dengan pandangan menatap seseorang yang tengah bergerak di air.
Amora mengangguk, gadis itu mengamati air kolam yang bergelombang hebat sebagai akibat dari gerakan yang dilakukan seseorang. Bahkan suara yang diciptakan akibat benturan dengan air telah mengisi gendang telinganya.
"Mengerikan," gumam Amora tanpa sadar. Melihat air yang bergelombang membuat jantung Amora berdetak dua kali lebih kencang.
Sementara Varga yang berada tepat di samping gadis itu dengan jelas mendengar gumaman Amora. "Nizhar memang sedikit bertenaga hari ini."
Amora memandang Varga, kedua dahi gadis itu menyerit.
"Tuh dah selesai."
Amora mengalihkan pandangan ke arah kolam. Benar saja, Anizhar telah berada di tepi kolam dengan penutup kepala dan kacamata yang terlepas sempurna. Bahkan tatapan mata lelaki itu mengarah tajam menusuk iris matanya.
"Ada yang mau ketemu lo." Varga, pria itu mengulurkan tangannya untuk membantu Anizhar naik.
Tubuh Anizhar yang sangat basah membuat air berjatuhan di sekitar Amora. Gadis itu mengambil dua langkah mundur agar sepatunya tidak basah.
Sementara Anizhar memandang Amora dan paper bag di tangan gadis itu dengan sebelah alis terangkat. "Gue ga menerima surat cinta."
Perkataan kelewatan percaya diri lelaki di hadapannya mengundang tawa Varga dan tentu saja kekesalan Amora. Lagipula, dia tidak sudi memberikan surat cinta kepada raja iblis seperti Anizhar.
"Ga ada surat cinta. Gue mau mengembalikan jaket lo, makasih." Amora mengulurkan paper bag biru itu yang sayangnya tidak segera diterima oleh Anizhar.
"Gue ga butuh barang bekas lo."
"Dan gue ga butuh dikasihani. Sudah gue cuci dan kasih pewangi kok."
Anizhar meraih paper bag itu, membuat Amora bernapas lega. Akan tetapi tindakan selanjutnya pemuda itu membuat dirinya berteriak.
"ANIZHAR BASAH!"
"Berisik."
Amora buru-buru mengambil paper bag yang jatuh itu, akan tetapi jaket yang telah Amora keringkan dengan susah payah, terlanjur ikut basah. Gadis itu mendongak. "Lo-!"
Tangan dingin Anizhar menurunkan jari telunjuk Amora. "Ga usah tunjuk-tunjuk."
"Lo ga tahu untung banget sih! Gue udah capek-capek ngeringin tapi malah lo buat basah begini!"
"Anizhar,-" sebelum sahabatnya berbicara Anizhar mengangkat tangannya membuat Varga kembali diam.
"Bukan urusan gue. Itu akibat dari lo yang gak menuruti ucapan gue."
"Tapi ini barang lo, Nizhar!" geram Amora frustasi.
"Dan gue mendonasikannya untuk lo."
Sudah Amora katakan bukan, dia benci dikasihani?
"Gue ga butuh rasa kasihan lo!"
"Terserah," ujarnya singkat dan padat sebelum pergi meninggalkan Amora dengan kekesalannya.
Seusai sang sahabat pergi, Varga lantas menghela napas. "Sorry, gue ga bisa menengahi kalian."
Amora menggeleng. "Lo ga salah Varga." Amora mengambil napas sejenak, gadis itu memaksakan sebuah senyuman. "Gue pamit, sepertinya gue harus cuci ulang jaket ini."
"Gue antar."
"Gak perlu, makasih." Tanpa menunggu balasan Varga, Amora lebih dahulu berbalik badan. Gadis itu merasakan kekesalan yang amat luar biasa terhadap sosok Anizhar.
────────
Tinggalkan jejak! Follow Ig : @camoryaini._ dan WP : camoryaini untuk update selanjutnya.16.05.2024

KAMU SEDANG MEMBACA
APRICITY
Fiksi Remaja"Lo hamil tapi gak tahu siapa ayahnya. Bahkan lo ga mikir gimana lo bisa hamil. Kalau ga tolol apa namanya, bego?" ──── Amora Keylani, gadis beruntung yang memperoleh beasiswa prestasi di Biantara High School. Hidupnya yang biasa-biasa saja membuat...