05. APRICITY

128 7 3
                                    

Pada pagi hari yang cerah ini, Amora Keylani telah siap dengan seragam kerjanya. Meski Amora memiliki beasiswa, untuk kebutuhan sehari-hari Amora mencukupinya dengan melakukan kerja paruh waktu. Gadis itu bekerja di sebuah toko roti yang berada tidak jauh dari daerah Biantara High School.

Dikarenakan hari Sabtu ini dia libur, maka Amora akan bekerja dari pagi hingga sore. Akan tetapi jika hari-hari biasa, dia hanya akan bekerja dari sepulang sekolah hingga pukul 20.00.

Amora mengelus perutnya yang masih rata. "Semangat yuk dek!" bisiknya kepada sang janin yang menemani Amora bekerja.

Tidak lama kemudian pintu toko terbuka, menandakan datangnya pelanggan pertama mereka pagi ini.

"Selamat datang!" Sambut Amora riang setiap kali ada pelanggan yang datang.

Posisi Amora yang berada di kasir membuat dirinya sibuk setiap kali ada pelanggan yang hendak membayar. Gadis itu dengan hati-hati memasukkan uang ke mesin kasir dan memberikan kembalian yang sesuai kepada pelanggan.

"Total 150 ribu, Bu." Ujarnya tersenyum, tetapi kemudian senyumannya luntur tatkala tak sengaja menangkap kehadiran seseorang yang baru saja melewati pintu masuk.

"Mbak!" Amora terkejut, dia justru mengabaikan pelanggan dihadapannya.

"Maaf Bu, sebentar ya." Amora menerima uluran uang 200 ribu dari tangan sang ibu-ibu. "Ini Bu kembalian 50 ribu, selamat menikmati."

Selain Amora, tampaknya org itu juga menyadari kehadiran sosok Amora di meja kasir.

Dia tersenyum, senyum yang dapat membuat Amora naik darah. Akan tetapi, Amora harus tetap profesional. "Total 60 ribu, mas."

"Saking miskinnya, lo kerja di tempat ini ya. Memalukan!" hardiknya menatap seragam Amora dengan jijik.

Amora menulikan telinganya. Gadis itu berusaha memasang senyum terbaiknya. "Totalnya 60 ribu, mas."

"Nih! Ambil aja kembalian buat lo!" Pria itu melemparkan uang seratus dua lembar yang membuat Amora melotot.

Amora kesal, meski begitu dia buru-buru mengambil kembalian dan menyusul kepergian Anizhar. Dia tidak membutuhkan rasa kasihan orang lain.

"Kembalian lo." Buru-buru Amora menyelipkan kembalian itu di saku jaket Anizhar.

Namun, oleh Aizar uang-uang itu justru dibuang ke tanah. "Gue ga butuh. Pungut aja, lo lebih membutuhkan. Dasar miskin!

Amora menatap nanar beberapa lembar uang yang Anizhar injak. Gadis itu sangat tidak menyukai sikap Anizhar. "Bisa ga sih lo hargai uang! Itu uang juga bukan kerja keras lo, tapi kerja keras ortu lo!"

Anizhar mengurungkan gerakannya yang hendak memakai helm, lelaki itu justru terkekeh. "Kenapa? Cewek yatim piatu plus miskin kayak lo pasti iri dengan kehidupan sempurna gue."

"Gue miskin, tapi gue ga pernah sombong kayak lo!"

Lagi-lagi lelaki itu tertawa. "Lo benar. Koneksi dan uang adalah dua hal yang gue miliki sejak lahir dan biar gue kasih tahu lo kekuatan dari kedua hal itu."

"Jangan mendekat!" Amora perlahan mundur saat Anizhar mendekat. Gadis itu menaruh kedua tangannya di perut.

"Koneksi dan uang adalah dua hal yang enggak akan pernah lo miliki, Amora."

"Gue bilang jangan mendekat!"

Anizhar tersenyum culas. "Dan gue bakal menggunakan dua hal itu untuk bermain dengan lo."

"Gue ga akan kalah Anizhar." Geram Amora, menatap nyalang ke dalam iris coklat gelap Anizhar.

Puk!

Anizhar menjatuhkan tangan di puncak kepala Amora, dia menepuk puncak kepala Maora beberapa kali. "Bagus. Gue ga suka mangsa yang lemah." Ujarnya kemudian berbalik menuju motor besarnya.

Sebelum benar-benar pergi, Anizhar menatap Amora dengan tajam di balik helm full facenya, lelaki itu menendang uang yang berceceran di tanah. "Pungut!"

Amora menatap kepergian raja iblis itu dengan hati dongkol. Sekali lagi, Amora tidak membutuhkan rasa kasihan siapapun.

Amora mengambil uang-uang itu, kemudian dia menuju ke arah seorang pemulung yang sedang mengambil botol bekas.

"Pak ini da sedikit rezeki uang. Ambil aja pak."

"Waduh beneran nih neng? Makasih...makasih" Amora mengangguk, kemudian segera berbalik. Anggap saja Amora sebagai perantara Anizhar untuk bersedekah.

.O.

Sepulang kerja, Amora langsung membersihkan diri dan dia merebahkan dirinya di kasur sembari sesekali bernapas lelah.

"Kenapa lo?" tanya Sira yang baru kembali dari rumah ayahnya.

"Nothing."

Sira tidak bertanya kebih lanjut, gadis itu menawari Amora untuk makan. "Makan yok, gue bawa nasi padang."

"Engga mau."

"Lo udah makan?" Amora pun menggeleng.

"Terus ngapain lo sok sok an ogah makan. Inget ya, lo ga sendirian. Ada dia di perut lo."

Dua kalimat terakhir Sira membuat Amora tertohok. Terbiasa sendiri membuat Amora terkadang lupa jika ada kehidupan lain yang dia bawa di dalam perutnya.

"Kayaknya makan mie ayam enak deh, Sir."

Sira menampilkan wajah bingung. "Gue udah beli nasi Padang, ngapain makan mie ayam?"

Bibir Amora mengerucut, gadis itu mengelus perutnya. "Dasar aunty ga peka!"

"Buset! Lo ngidam?" Anggukan polos dari Amora pun menjadi jawaban atas pertanyaan Sira.

"Tapi kayaknya lebih spesial kalau mie ayamnya dibuatin sama bapak si dedek." Sontak rahang bawah Sira terjatuh.

Jadi kesimpulannya, Amora sedang mengidam mie ayam yang dibuatkan oleh bapak dari si bayi.

"Emang lu tahu siapa bapak dari anak lo?"

Amora menggeleng polos, membuat Sira menepuk dahinya.

"Yaudah yok gue anterin beli mie ayam, entar kita cari mie ayam yang penjualnya bapak-bapak aja."

Amora hendak membantah, tetapi sebelum itu Sira kembali berbicara. "Tunggu kita tahu bapak asli dari bayi lo, baru deh elu bisa minta dia masakin mie ayam buat lo."

"Iya deh." Pasrah Amora dengan wajah tertekuk.

Pada akhirnya, Amora dan Sira keluar untuk menuruti ngidam Amora yang ingin memakan mie ayam.



────────

Tinggalkan jejak! Follow Ig : @camoryaini._ dan WP : camoryaini untuk update selanjutnya.

08.05.2024

APRICITY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang