21. APRICITY

36 4 1
                                    

Amora mengelus pelan perutnya yang terasa sedikit keram. Berdiri selama 1 jam lebih membuat Amora merasa sangat ingin menjatuhkan tubuhnya ke gumpalan kapuk yang lembut. Saking lelahnya, di kepala Amora muncul bayang-bayang bantal dan guling yang terus memanggil dirinya untuk segera beristirahat.

Setiap gerakan kecil Amora nyatanya  berada dalam pengawasan Anizhar. Lelaki itu melirik Amora melalui ekor matanya, memperhatikan setiap gerakan dan ekspresi wajah Amora.

Seperti saat ini, Amora menggembungkan kedua pipinya membuat Anizhar tidak tahan untuk berkomentar. "Tahan."

Amora hanya mendengus, dia kembali berdiri saat beberapa tamu naik ke podium. Selama ini, mereka hanya diberi waktu istirahat beberapa detik dan saat orang-orang berdatangan, mereka berdua harus berdiri dengan menampilkan senyuman bahagia yang penuh kepalsuan.

Meski palsu, Anizhar sendiri telah memperingatkan dirinya untuk tidak bermalas-malasan. Lelaki itu ternyata cukup perfeksionis.

"Gue capek, Zhar. Lo mau dia kenapa-kenapa?" Amora menunjuk perutnya yang masih rata.

"Ck! Varga!"

Seorang pemuda dengan blazer hitam berlari kecil ke arah mereka.

"Lo anterin dia ke kamar, gue masih harus urus tamu," pinta Anizhar. Bukannya peduli terhadap Amora, dirinya hanya tidak ingin keturunannya dalam masalah karena sang ibu kelelahan.

Varga menatap Amora yang tampak sedikit pucat dan kelelahan. Lelaki itu mengangguk, kemudian mempersilahkan Amora untuk turun terlebih dahulu secara hati-hati.

"Anizhar bilang lo turut andil dalam semua ini," tutur Amora saat mereka berdua berada di dalam lift. Gadis itu merasa penasaran dan masih setengah tidak percaya dengan ucapan Anizhar tentang Varga.

"Kenapa lo lakuin itu? Lo malu Anizhar tidur sama cewe kayak gue?"

"Tidak. Gue ga masalah dia tidur dengan siapa saja, Mora. Hanya saja status Anizhar tidak bisa membuatnya terlibat dalam sebuah skandal yang dapat mencemari nama baik Shailendra."

Amora memutar tubuhnya 90°, menatap sosok yang sempat mencuri perhatiannya selama beberapa waktu. "Kenapa lo ga bilang dari awal ke gue kalau lo tahu semuanya? Lo mempermainkan gue!"

"Bukan kah lo berniat membesarkan dia sendiri?"

Ucapan Barga membuat Amora terdiam. Gadis itu memutar tubuhnya kembali. "Ya, seharusnya begitu," bisik Amora yang masih dapat didengar oleh Varga.

Amora hanya ingin membesarkan anaknya sendirian. Akan tetapi, siapa sangka seorang Anizhar Bryatta Shailendra mengaku sebagai ayah dari janin dalam kandungannya dan membuat mereka terlibat dalam hubungan sakral dalam waktu yang singkat. Semua ini tidak pernah ada dalam rencananya.

"Ini kartu kamar lo. Hubungi gue kalau kalian butuh sesuatu." Amora menerima kartu hitam dari Varga. Gadis itu menutup pintu dan memandangi kamar hotel tanpa minat.

Dia hanya ingin melepas semuanya dan pergi istirahat. Semua dekorasi indah di kamarnya ini sama sekali tidak membuat suasana hati Amora gembira.

.O.

Anizhar tiba di kamar hotel pada tengah malam. Setelah mengurus banyak tamu dan mengobrol bersama beberapa kolegan bisnis, dirinya merasa sangat lelah. Pemandangan menarik yang dia lihat saat pertama kali tiba adalah sosok Amora yang tengah asik terlelap di balik selimut. Pemuda itu mendekat, mendudukkan diri di pinggiran ranjang Amora.

"Ssst, tidurlah," bisik Anizhar saat Amora menggeliat dalam tidurnya.

Tangan kekar Anizhar bergerak ke dalam selimut, hingga berhenti pada perut buncit Amora. Sudah menjadi kebiasaannya sejak malam itu untuk menyempatkan diri guna mengelus perut Amora──tempat bayinya berada. Ekspresi wajah Anizhar datar, tetapi di mata lelaki itu ada setitik kehangatan saat merasakan setiap gerakan tangannya di perut Amora.

APRICITY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang