18. APRICITY

4.4K 152 7
                                    

"Ga usah tanggung jawab kalau ga ikhlas."

"Gue ikhlas."

"Boong." Amora mendengus. Tidak mungkin Anizhar ikhlas bertanggung jawab atas dirinya, karena pria itu mengaggap Amora sebagai musuh. Bergitu pula Amora.

"Gak." Tanpa mengalihkan fokus pada jalan raya, Anizhar terus menanggapi ucapan Amora.

"Setelah anak ini lahir, kita bisa cerai."

"Tunggu gue meninggal, setelah itu kita cerai."

Plak!

Amora memukul tangan Anizhar yang sedang menyetir. Gadis itu memelototi Anizhar dari samping. "Gue ga mau cerai dengan mengenaskan!"

"Apa bedanya, sama-sama jadi janda."

"Lo memang ba-"

Sebelum Amora meneruskan kalimatnya, telapak tangan besar Anizhar membekap mulutnya. "Lo lagi hamil."

Saat tangan mulutnya terbebas dari bekapan Anizhar, Amora buru-buru mengelapnya dengan tisu. "Lo selalu membuat gue naik darah!"

"Lo aja yang emosian."

"Heh, ngaca! Elu juga temperamen!" Masih ingat jelas interaksi pertama dirinya dengan pemuda itu. Bahkan dia harus masuk rumah sakit gara-gara sosok pria yang sialnya mengaku sebagai ayah dari anaknya.

"Gue ga yakin anak ini anak lu. Kalau ternyata dia ga mirip elu, kita cerai aja."

Lampu merah membuat mobil berhenti. Anizhar menghadap Amora. "Lu yang memakan makanan dari gue menandakan itu anak gue."

Amora menyerit bingung, mengapa Anizhar semudah itu percaya. "Dari makanan doang."

"Makanan itu gue yang masak."

Mulut Amora membentuk huruf O. "Oh lu yang masak. Pantesan asin."

Anizhar melotot bersiap untuk protes, sebelum suara klakson dari mobil lain menghentikan tindakannya. "Semoga anak gue ga mirip lo."

Apa-apaan pria itu!

"Enak aja! Gue yang hamil 9 bulan sudah seharusnya dia mirip gue!" Mendengar itu Anizhar hanya memutar bola matanya.

"Lo darimana tahu kalau ini anak lo?" Tanya Amora dengan tatapan menyelidik

"Varga." Lelaki itu mengintip Amora dari ekor matanya. "Kamar yang lo tempati itu, kamar gue. Gue jarang tidur disana dan malam itu gue pakai kamar itu karena mabuk."

Amora menunduk, memilin ujung pakaiannya. "Jadi, kita mabuk ya."

"Menurut lo?" Bukannya menjawab, Anizhar justru balik bertanya.

"Gue lupa. Siapa tahu kan lo sengaja perkosa gue."

Perkataan wanita hamil itupun mampu membuat Anizhar memutar kedua bola matanya lelah. "Lo sangat jauh dari tipe gue."

Amora cemberut. "Tepos gini tetap menggoda kok."

Anizhar mendengus, tersenyum remeh. "Selain tolol, lo juga mesum ya."

"Apaan sih!" Protes Amora atas ejekan Anizhar.

"Lo hamil tapi gak tahu siapa ayah anak lo. Bahkan lo ga mikir gimana lo bisa hamil. Kalau ga tolol apa namanya, bego?"

Perkataan Anizhar ada benarnya dan Amora cemberut. "Gue ga butuh pertanggung jawaban, kehadiran dia udah buat gue senang."

"Meski masa depan lu harus hancur?"

Amora tersenyum, mengelus perut buncitnya. "Ya meski gue harus punya utang segunung dalam sehari, gue ga akan menyalahkan dia. Lo juga, masa depan lo terancam hancur kan."

APRICITY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang