24. APRICITY

4K 139 1
                                    

Mereka kembali dengan keheningan mencekam sepanjang perjalanan. Sejak di restoran hingga duduk di dalam mobil, Amora enggan mengeluarkan satu patah kata. Begitu pula dengan Anizhar yang malas membuka mulut untuk sekadar basa-basi. Keduanya sangat keras kepala dengan ego masing-masing.

Mclaren 720s hitam berhenti di pekarangan rumah mewah, Amora segera turun dengan sedikit tergesa-gesa begitu pintu mobil terbuka. Karena tidak memperhatikan langkahnya, saat berada di tangga tubuh Amora nyaris limbung menghantam beton jika saja sebuah lengan tidak menompangnya.

"Lo mau buat anak gue celaka?!" marah Anizhar. Melihat Amora yang ceroboh dan nyaris membuat calon anaknya dalam bahaya membuat jantungnya berdetak kuat.

Amora yang masih sedikit kaget segera berdiri dengan memegangi perutnya. Sedangkan keterdiaman Amora membuat Anizhar semakin kesal. "Sebenarnya apa yang lo mau? Gue berusaha bersikap baik sama lo karena anak gue. Tapi sikap kenak-kanakan dan kecerobohan yang lo miliki membuat gue marah! Lo mau anak itu terluka karena ibunya yang ga becus?!"

Telapak tangan Amora mengepal. "Gue ga ceroboh, itu kecelakaan! Dan gue juga bukan ibu yang ga becus. Tanpa lo gue bisa membesarkan anak ini sendiri. Stop peduli sama kami, urus aja cewe lo itu!"

"Lo ga perlu ikut campur dalam hubungan gue dan Chana," ujar Anizhar dengan suara rendah dan seraknya.

Amora membuang muka. "Cih, gue tahu pemikiran busuk lo. Menikah sama cowo kayak lo adalah suatu penyesalan dalam hidup gue!"

Pembulu darah di leher Anizhar menonjol, lelaki itu menatap Amora dengan nyalang. "Ga ada keuntungan satu persen pun menikah dengan cewe keras kepala seperti lo. Jangan bermain api sama gue, Mora."

"Gue benci lo Anizhar!" Amora memandang punggung Anizhar yang menjauh dengan napas berat.

.O.

"Mulai menyerah dengan kehidupan pernikahan mu, huh?"

Suara bass sang ayah membuat langkah Anizhar yang hendak menaiki tangga terhenti. Lelaki itu sengaja datang pagi sekali untuk mengambil beberapa berkas yang tertinggal di kamar karena biasanya sang papa tidak ada di rumah. Tetapi dia salah, papanya berdiri dengan bersandar pada dinding.

"Tidak perlu ikut campur dalam urusan saya," ujar Anizhar dingin tanpa menatap sang Anizhar.

"Dasar anak tidak tahu untung! Rebut saja anak mu itu dan papa akan menjodohkan mu dengan Chana."

Anizhar menoleh. "Pa!"

"Saya mengijinkan kalian menikah hanya untuk menebus aib yang sudah menyebar di luar sana. Saat anak mu lahir, wanita itu tidak lagi dibutuhkan."

"Berhenti mengurusi hidup Nizhar, pa. Papa tidak perlu menjodohkan ku dengan Chana karena kami berakhir."

"Shailendra tidak membutuhkan perempuan rendahan seperti istri mu itu. Ambil anaknya dan menikahlah dengan Chana. Katakan saja anak itu mati begitu lahir."

Anizhar menatap penuh emosi ke arah sayng ayah. "Itu yang anda lakukan dan saya tidak akan melakukan itu!"

"Munafik! Dalam hati mu kau belum bisa melupakan anak Charvi!" Anizhar membalas tatapan tajam sang putra.

"Sudah ku katakan untuk tidak ikut campur!" Daripada berlama-lama berada di dekat sang ayah, Anizhar melangkahkan kaki lebar menuju kamar untuk segera mengambil berkasnya.

Brak! Prang!

Anizhar membuang seluruh barang di atas meja belajar, mengapa lelaki paruh baya itu sangat gemar ikut campur dalam urusannya. Menjadi seorang Shailendra sangatlah memuakkan. "Bajingan!"

APRICITY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang