Bab 11

34 2 8
                                    

Perkataan Ridan benar-benar membuat hati Anya meradang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perkataan Ridan benar-benar membuat hati Anya meradang. Gadis itu kembali ke kelas dengan mata merah dan tangannya mengepal kuat, menguatkan tekad agar tak menangis setelah meluapkan semua ganjalan hatinya pada Ridan.

Memang apa salahnya jika ia ingin menjalin kedekatan dengan pria itu? Kenapa juga pria itu membangun benteng yang tinggi, bahkan sampai memperingatkan Anya untuk tak terlibat apa pun dengannya? Untuk apa? Bagaimana Moza bisa menuliskan segala hal tentang Ridan seolah pria itu adalah penyelamat dunia, padahal nyatanya Ridan justru secara terang-terangan menunjukkan keengganan untuk terlibat dengan Keluarga Meinhard?

Penipu! Kebaikan pria itu pada Moza hanyalah kepalsuan!

Pipit yang melihat ekspresi Anya kontan mengerutkan dahi. "Lo kenapa?"

Anya tak menjawab, tangannya justru menepuk bahu Fairy yang duduk di depannya.

Fairy menoleh. "Kenapa?"

"Di tempat kerja kamu, butuh karyawan baru tidak? Aku sedang cari kerja part time."

Dahi Pipit semakin berlipat dalam. "Lo kenapa, sih? Ngapain tiba-tiba nyari kerjaan? Duit lo abis?"

Anya tak menggubrisnya. Di otaknya masih dipenuhi kekesalan pada guru olahraganya itu. Jika Ridan enggan terlibat dengannya, maka Anya akan mewujudkannya. Ia tak akan lagi melibatkan diri dengan lelaki palsu itu. Tanpa Ridan, ia yakin bisa melakukannya sendiri. Ia akan menunjukkan pada orang tuanya jika ia bisa hidup dengan baik meski hanya seorang diri. Ia akan membuka mata sang ayah, membuktikan bahwa semua yang ayahnya khawatirkan hanyalah ketakutan semata.

"Bagaimana, Fai?" tanya Anya lagi.

Pipit mendecak. "Gue nanya lho ini. Dikacangin mulu dari tadi."

Anya menoleh padanya. "Iya, uangku menipis. Jadi harus cari kerja part time."

"Emang lo beli apaan aja, sih?" tanya Pipit, matanya melirik Fairy yang kini menatapnya penuh selidik.

Sadar tak mungkin membicarakan hal itu di dalam kelas, Pipit langsung menarik tangan Anya dan menyeretnya keluar kelas.

"Uang lo ke mana?" Pipit mencecarnya begitu mereka ada di ujung koridor, dekat toilet siswa. "Gue nggak ada lihat lo beli barang-barang aneh. Makan sama ongkos sekolah juga gratis. Terus, kok bisa uang lo menipis sampai harus kerja segala?"

Anya menarik napas. "Tidak semua harus aku ceritakan, Pipit. Yang jelas, sekarang aku butuh uang, dan untuk mendapatkan uang artinya aku harus kerja."

Pipit masih tak mengerti. "Lo butuh berapa dan buat apa? Gue punya uang. Kalau kurang, gue bisa bilang ke Mama."

Anya menahan geram. "Pipit--"

"Apa?" sergah Pipit galak. "Lo butuh duit buat bayar renov rumah yang disiapin mutti lo itu? Emang mutti lo nggak kasih duit?"

Secretly Looking at You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang