Bab 14

33 2 7
                                    

Sejak dari rumah, hingga tiba di parkiran sekolah, Pipit terus mencuri lirik ke arah Anya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak dari rumah, hingga tiba di parkiran sekolah, Pipit terus mencuri lirik ke arah Anya. Gumaman yang gadis itu ucapkan di malam kemarin terus terngiang di pikirannya.

Padahal aku pernah lihat yang lebih parah dari ini.”

Mata Pipit memicing. Memandang penuh rasa curiga. Otaknya terus menduga-duga. Siapa dan sejauh apa yang pernah Anya lihat dari tubuh seorang pria?

Anya yang berjalan di sebelah Pipit tiba-tiba menghentikan langkah. Ia menoleh dengan tatapan menghunus.

Pipit yang kepergok sedang menatapnya langsung salah tingkah. “A-apa?”

“Ada yang mau kamu bicarakan?” tanya Anya sambil mendongak, menatap Pipit yang lebih tinggi darinya. “Rasanya seperti ada laser yang sedang menembus kepalaku. Kenapa melihatku terus?”

Pipit mendelik. “Dih! Ge-er! Siapa juga yang ngelihatin lo?”

Kaki Pipit langsung melangkah cepat, meninggalkan Anya dan tanda tanyanya.

Bibir atas gadis itu mencebik kesal. Tangannya terangkat seolah akan memukul Pipit, tapi kemudian gerakannya terhenti, dibiarkan mengambang di udara, hingga terdengar helaan napas panjang sebelum tangannya beralih untuk mengelus dada. “Sabar. Sabar.”

“Anya.”

Panggilan itu membuat Anya menoleh. Pandangannya langsung jatuh pada Ridan yang berdiri tak jauh di belakangnya.

Alis Anya berkedut. Otaknya reflek mereka ulang bagaimana cara dingin Ridan saat mengatakan untuk tak terlibat apa pun dengannya.

Sebelah bibirnya lantas terangkat tipis. “Apa saya bahkan tidak boleh berada beberapa meter dari Pak Ridan?” cemoohnya. Kepalanya mengangguk-angguk seraya mengambil satu langkah ke belakang. “Pak Ridan tenang saja. Saya akan menjaga jarak sejauh-jauhnya. Kalau perlu, saya tidak perlu ikut pelajaran Pak Ridan.”

“Bukan.” Ridan menyangkal dengan suara rendah yang terdengar tenang. “Ada hal lain yang mau saya bicarakan.”

Anya merotasi matanya seraya mendengkus senyum sinis. “Kenapa? Apa Pak Ridan mau minta saya untuk pindah sekolah supaya tidak perlu terlibat apa pun dengan saya?”

“Bukan.” Ridan menghela napas. “Saya minta maaf atas kata-kata saya kemarin.”

Penyesalan yang tak berguna. Anya yang malas mendengarnya memilih menatap ke tempat lain. Saat itu, ia melihat Pian datang dari arah parkiran. Bibirnya langsung merekah senyum karena menemukan alasan untuk pergi.

Anya kembali menatap Ridan. “Maaf, Pak. Saya ada tugas yang harus dikerjakan.”

Anya hendak beranjak, tapi tangan Ridan lebih dulu mencekal lengannya. Sekilas ia menatap tangan Ridan, lalu beralih menatap wajah lelaki itu.

“Bisa kita bicara sebentar?” pinta Ridan.

Dahi Anya berkerut. Setelah mengatakan hal mengesalkan seolah dirinya adalah hama yang harus dijauhi, kini lelaki itu mendekatinya, meminta maaf, dan menahannya untuk pergi?

Secretly Looking at You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang