Bab 18

31 2 6
                                    

Bel istirahat sudah berbunyi 10 menit yang lalu, tapi Anya sama sekali tak beranjak dari tempat duduknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bel istirahat sudah berbunyi 10 menit yang lalu, tapi Anya sama sekali tak beranjak dari tempat duduknya.

"Pak Ridan nggak masuk hari ini. Katanya beliau harus pergi ke rumah sakit."

Kata-kata Bu Inka saat pagi tadi Anya mencoba mencari Ridan ke ruang guru membuatnya kepikiran. Apa dia sakit?

Anya tak tahu harus bertanya pada siapa. Bertanya terlalu detail ke para guru bisa menimbulkan kesalahpahaman, tapi mau bertanya ke Ridan langsung pun, ia tak punya nomor kontak pria itu. Awalnya, ia memang sudah memutuskan untuk tak peduli, memilih hidup mandiri dengan caranya sendiri. Namun, mengingat bagaimana Ridan sempat berniat mengajaknya bicara, hatinya mendadak goyah.

Kepalanya menoleh ke bangku Navyra yang sejak pagi tampak kosong, padahal ia sedang membutuhkan wejangan gadis itu untuk mengambil langkah selanjutnya.

Embusan napas panjang lolos dari bibir Anya. Pandangannya kini beralih pada bangku di sebelahnya, melirik Pipit yang tengah tidur menelungkup di atas meja. Kalau saja cowok itu tidak memancing emosinya, pasti ia sudah bicara dengan Ridan kemarin.

Anya membuka tas, mencari sesuatu yang ia yakini ada di salah satu kantung tasnya. Tak lama, bibirnya menyeringai. Jepitan rambut Awa yang sempat bocah itu masukan ke dalam tas dan lupa belum ia keluarkan, ternyata masih ada di sana Dengan hati-hati, Anya memasang satu per satu jepitan bentuk bunga itu ke rambut Pipit. Hingga 8 bunga warna-warni itu kini bertengger manis di rambut cowok itu.

Apin yang baru masuk ke dalam kelas tak sengaja menoleh dan langsung mengulum bibir untuk menahan tawa begitu melihat rambut Pipit sudah seperti taman bunga.

Usai dengan aksi jepit-menjepitnya, Anya lantas menepuk cepat bahu Pipit. "Burung Mungil, bangun. Kamu dicari Bu Inka."

Merasa tidurnya terusik, Pipit menegakkan tubuh. Matanya mengedip-ngedip untuk menetralkan pandangannya yang masih buram.

"Kamu dicari Bu Inka," kata Anya lagi.

"Ngapain?" tanya Pipit dengan suara serak bangun tidur.

Anya menggeleng sambil mengangkat bahu. Matanya terus mengamati Pipit yang kini meluruskan tangan untuk merenggangkan badan. Tangan cowok itu hendak bergerak ke kepala, berniat merapikan rambutnya, tapi pekikan Anya membuat gerakannya terhenti.

Pipit menatap panik. "Apa? Kenapa?"

"Ah! Tidak apa-apa." Anya tertawa canggung. "Ada semut yang menggigit kakiku."

"Ck! Gitu doang teriak."

Anya hanya tersenyum, tapi begitu melihat tangan Pipit hendak kembali merapikan rambut, ia buru-buru mencegahnya. "Eh! Itu ... ada semut." Tangan Anya terulur pura-pura membersihkan rambut Pipit. "Nah, sudah bersih dan rapi."

"Bener?" tanya Pipit.

Tangan Pipit berniat menyentuh rambut, tapi Anya lebih dulu mendorong punggungnya. "Sudah sana. Bu Inka sudah menunggu dari tadi."

Secretly Looking at You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang