Sudah berkali-kali Ridan mencoba menghubungi Anya, tapi tak satu pun panggilannya yang dijawab. Entah karena gadis itu sedang tidak memegang ponselnya, atau tipe orang yang tak mengangkat panggilan dari nomor tak dikenal. Padahal, Ridan sudah mengirim pesan dan memberi tahu bahwa itu adalah nomornya. Namun, gadis itu belum juga memberikan respon.
"Udah sore. Pulang sana. Betah amat di sini," cibir Theo.
"Ngusir?" tanya Ridan seraya melirik Laras--rekan kerja Theo--yang duduk di kursi sebelah brankar lelaki itu.
"Iya," jawab Theo tanpa ragu. "Gue gampanglah. Bentar lagi juga Zita pasti nyusul ke sini. Mbak Laras juga kayaknya bakal lama karena ada kerjaan yang perlu diomongin." Theo menoleh pada Laras. "Ya kan, Mbak?"
Laras hanya menanggapi dengan anggukan.
Ridan mencibir. Temannya itu memang tidak tahu terima kasih. Kalau bukan karena kedua orang tua lelaki itu sedang ada di luar negeri dan Zita memintanya menjaga Theo--setidaknya sampai Adifa pulang dan bisa menggantikannya menjaga anak-anak--ia juga tak akan mau berlama-lama menemani orang sakit yang tak terlihat sakit itu.
"Oh, iya. Adiknya Moza gimana?" Theo tiba-tiba menanyakan hal lain.
Ridan hanya mengangkat bahu. Tangannya mengambil tas laptopnya, lalu berdiri. Saat kakinya hendak beranjak, ponselnya tiba-tiba berbunyi.
Anya.
Ia pun langsung menekan tombol terima. Mulut Ridan sudah terbuka, tapi urung bersuara, saat suara Anya dan suara laki-laki terdengar bersamaan di seberang sana.
"Mau mampir ke rumah gue dulu nggak, Nya?"
"Halo, Pak--"
Suara Anya yang terdengar di akhir, tiba-tiba terpotong. Ridan menurunkan ponselnya, menatap layar yang menunjukkan jika panggilan telah terputus. Ia lantas mencoba menelepon ulang, tapi yang terdengar hanya suara operator, memberitahukan jika nomor Anya kini tidak aktif.
"Kenapa?" tanya Theo yang menyadari raut bingung muncul di wajah Ridan.
Ridan menggeleng. "Anya nelpon, tapi keputus. Kayaknya, dia lagi main sama temennya karena gue denger suara cowok di sebelahnya "
"Lo bilang dia tinggal sama salah satu murid lo," sahut Theo yang sebelumnya sudah mendengar cerita Pian dari Ridan. "Mungkin itu suara dia."
Ridan menggeleng tak yakin. "Cowok ini ngajak Anya mampir ke rumahnya. Kalau ini Vitra, seharusnya dia bilang pulang, kan?" Ridan mengangkat bahu. "Gue udah coba telepon balik, tapi nomornya nggak aktif."
Ada jeda sesaat sebelum Theo akhirnya merespon ucapannya.
"Apa Moza cerita detail tentang apa yang dia alami dulu?" tanyanya, menatap lurus ke arah Ridan. "Malam itu hujan, karena itu Moza mau diajak mampir sama dia."
KAMU SEDANG MEMBACA
Secretly Looking at You (END)
Romance"Ich liebe dich, Bapak Ridan." Tanpa malu, Anya mengucapkan hal itu. Ridan yang mendengarnya dibuat tertegun. Pasalnya, gadis remaja itu mengucap kata cinta padanya--guru yang memiliki perbedaan usia nyaris 20 tahun. "Dia lagi latihan buat drama...