Hampir tengah malam, tapi Anya masih duduk di kursi tunggu koridor rumah sakit dengan seragamnya yang lusuh dan penuh debu. Matanya bengkak karena terlalu lama menangis. Bahkan, meski tangisnya sudah terhenti, sisa isakannya masih bisa terdengar.
Kabar kepergian tiga orang teman membuatnya terluka amat dalam. Setelah pencarian, Atlan, Fairy, dan Krisna ditemukan sudah tak bernyawa di bawah reruntuhan. Sedangkan Pian dan Pipit harus masuk ruang ICU karena mengalami cedera di bagian kepala. Saat ini, Anya benar-benar merasa sendiri. Meski mereka bukan teman pertamanya, tapi selama beberapa minggu terakhir, merekalah yang selalu membersamainya.
Anya menarik napas, menghapus rasa sesak yang menghimpit dada. Matanya berkedip cepat saat cairan bening kembali mengaburkan pandangannya. Melepas kepergian seseorang jelas bukan perkara mudah, tapi ia juga sadar jika menangis tak akan membuat teman-temannya hidup kembali.
"Anya."
Panggilan itu membuat Anya menyusut air mata sebelum menoleh. Ridan--yang baru selesai menemui beberapa wali murid yang anaknya dipindahkan untuk mendapatkan perawatan--kini berdiri di depannya.
"Ayo, saya antar pulang. Orang tua Pipit meminta saya untuk mengantar kamu pulang."
Anya menggeleng pelan. Bagaimana ia bisa pulang saat sang pemilik rumah sedang dilanda kecemasan karena sang putra belum sadarkan diri?
Ridan menduduki kursi di sebelah Anya. "Kamu nggak mau pulang? Mau tetap di sini?"
Anya mengangguk, kepalanya menunduk menatap jari-jarinya yang kotor.
Ridan menghela napas. "Kamu belum makan. Seragam kamu juga kotor. Kalau kamu memang mau di sini, setidaknya makan dan ganti baju dulu. Orang tua Vitra sedang khawatir sama keadaan Vitra. Apa kamu mau menambah kekhawatiran mereka dengan melihat kondisi kamu yang seperti ini?"
Anya tak menjawab. Perkataan Ridan memang benar, tapi rasanya tak adil jika ia bisa berganti pakaian dan makan dengan enak saat orang lain sedang kesusahan.
"Nanti saya antar kamu ke sini lagi. Kamu bisa sekalian bawakan makanan untuk orang tua Vitra. Oke?" bujuk Ridan.
🔸🔸🔸
Waktu terasa berjalan lambat. Meski akhirnya satu hari terlewati, tapi rasa kehilangan yang kembali Apin rasakan membuat hatinya semakin hampa.
Dengan membawa empat buket bunga, Apin berdiri di depan empat gundukan tanah basah tempat teman-temannya disemayamkan.
Ia menatap satu per satu makam yang berjajar itu. Atlan, Krisna, Fairy, dan ... Navyra.
Helaan napas lolos dari celah bibirnya. Apin tak menyangka Navyra juga menyusul pergi tiga teman lainnya. Menurut kabar yang didapat dari Revan--pacar Navyra--Navyra ditemukan tak sadarkan diri di gudang sekolah. Alasan Navyra tidak masuk selama beberapa hari terakhir adalah karena gadis itu harus mendapatkan perawatan intensif setelah mencoba bunuh diri dengan menenggak racun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Secretly Looking at You (END)
Romance"Ich liebe dich, Bapak Ridan." Tanpa malu, Anya mengucapkan hal itu. Ridan yang mendengarnya dibuat tertegun. Pasalnya, gadis remaja itu mengucap kata cinta padanya--guru yang memiliki perbedaan usia nyaris 20 tahun. "Dia lagi latihan buat drama...