Ingin rasanya Anya menangis saat sang ibu tetap berkeras menolak permintaannya. Ia tahu permintaannya memang gila, tapi terus-terus terkungkung dalam rumahnya sendiri juga bisa membuatnya gila.
"Mutti, kumohon ...." Anya merengek. "Lagi pula, jika bisa bertemu Ridan, mungkin Moza akan--"
"Ridan?"
Suara yang datang dari arah pintu membuat mata Anya melebar. Tak perlu menoleh untuk tahu siapa pemilik suara jelek itu. Ia menatap sang ibu, menggeleng samar agar tak membocorkan apa yang sebelumnya mereka bicarakan.
"Kamu sudah pulang, Karl?" sambut Maggie tanpa memberikan respon pada tatapan penuh harap yang Anya tunjukkan.
Karl mengangguk, meletakkan ranselnya di stoolbar, lalu bergantian menatap adik dan ibunya. "Kalian ngobrolin apa?" Karl mendesak ingin tahu. "Aku dengar nama Ridan disebut."
Anya buru-buru memutari meja untuk menghampiri Karl, kemudian menggamit lengan kakaknya dengan manja. "Aku tidak sengaja menemukan buku harian Moza," jawab Anya dengan jujur, "dan membaca soal Ridan di dalamnya."
Alis Karl bertaut, sudah siap melayangkan protes, tapi Anya lebih dulu memotongnya.
"Iya, aku tahu, tidak sopan membaca buku harian orang lain. Mutti sudah memarahiku tadi." Bibir Anya mencebik, memasang raut penyesalan. "Tapi, Karl ...." Anya menggoyang-goyangkan lengan sang kakak. "Dari yang Moza tulis, sepertinya Ridan orang yang baik dan--"
"Jelek," sahut Karl, sambil melirik gadis yang hanya setinggi ketiaknya itu. "Dia sangat jelek."
Anya menoleh pada Maggie. "Yang benar?"
Maggie hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala. "Kamu pasti tahu apa maksud Karl."
Anya kembali mendongak, menatap Karl yang kini tengah tersenyum miring dengan sebelah alis terangkat. Anya mendecak, langsung menghempaskan tangan Karl begitu saja.
"Kenapa?" tanya Karl bingung, lalu menoleh pada Maggie. "Benar, kan? Karena yang paling ganteng di dunia ini cuma aku. Yang lain cuma jelek dan sangat jelek."
Anya mau muntah mendengarnya.
"Oke, lupakan." Karl kembali menoleh pada Anya, menuntut penjelasan. "Kenapa dengan Ridan?"
"Tidak ada. Aku hanya penasaran." Anya menjawab malas, seraya balik badan untuk kembali membantu ibunya.
Namun, tangan Karl lebih cepat menyambar kerah belakang baju Anya. Membuat gadis itu tercekik dan memutar tubuh, menatap sang kakak dengan raut kesal.
"Nggak perlu tahu soal Ridan. Nggak penting." Karl berucap dengan nada serius, seolah itu peringatan yang harus dipatuhi.
Anya menarik lepas tangan Karl dari bajunya. "Iya. Sama tidak pentingnya dengan buku-buku por--"
KAMU SEDANG MEMBACA
Secretly Looking at You (END)
Romance"Ich liebe dich, Bapak Ridan." Tanpa malu, Anya mengucapkan hal itu. Ridan yang mendengarnya dibuat tertegun. Pasalnya, gadis remaja itu mengucap kata cinta padanya--guru yang memiliki perbedaan usia nyaris 20 tahun. "Dia lagi latihan buat drama...