Bab 34

29 2 7
                                    

Satu bulan kemudian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Satu bulan kemudian.

Pipit mengedip-ngedipkan mata menatap langit-langit. Pandangannya sedikit berputar. Kepalanya terasa berat. Saat tangannya hendak bergerak untuk melepas apa pun yang kini terasa mengganjal hidungnya, ia justru merasakan tangannya sedang disentuh sesuatu.

Perlahan kepalanya menoleh, melihat seorang wanita tengah terlelap dalam posisi duduk sambil menggenggam tangannya. Pipit melihat dahi wanita itu berkerut di tengah tidurnya. Nama “Vitra” berkali-kali wanita itu gumamkan. Pipit tak tahu apa yang sedang wanita itu mimpikan hingga memasang ekspresi seperti itu.

Pipit menghela napas berat. Ia menarik pelan tangannya dari genggaman wanita itu, kemudian mencoba bangun. Namun, ia reflek melenguh saat kepalanya terasa nyeri. Sambil menguasai rasa sakit itu, ia menggeser badannya, duduk bersandar di kepala ranjang dengan napas terengah.

Lidah Pipit mendecak. Rasa ingin mengumpati dirinya sendiri yang merasa kelelahan hanya karena sedikit pergerakan. Belum lagi kepalanya yang terus berdenyut kuat setiap ia mencoba bergerak. Bahkan kini tangannya terkulai lemah hingga tak sanggup untuk melepas sesuatu yang mengganggu jalur napasnya. 

Matanya lantas mengedar, mengamati tempat itu. Monitor yang menunjukkan garis naik dan turun terus mengeluarkan suara-suara di ruangan sepi itu. Pandangannya berkeliling, mencoba mengingat apa yang sudah terjadi hingga dirinya bisa berada di tempat beraroma obat itu.

“Vitra!”

Suara teriakan itu membuat Pipit menoleh. Ia menatap wanita yang tadi terlelap kini sudah bangun. Kepala wanita itu menoleh ke sana ke mari dengan napas terengah, hingga akhirnya sepasang netranya beradu tatap dengan Pipit.

“V-vitra?” ucap wanita itu dengan tubuh gemetar. “Vitraku udah bangun!”

Vitraku?

Wanita itu menangkup wajah Pipit, mengusap pipinya dengan lembut. “Sayang, kamu udah bangun. Kamu baru aja bikin mama ketakutan, Nak.”

Mama?

Pipit tak mengerti apa yang wanita itu katakan. Tangannya menjauhkan tangan wanita itu dari pipinya. “Anda siapa?”

🔸🔸🔸

Anya berlari menuju kamar rawat Pipit begitu mendapat kabar jika cowok itu sudah sadar. Di depan pintu kamar, ia bertemu dengan Apin yang juga baru sampai. Cowok itu tersenyum dengan sorot lega yang terlihat jelas.

“Akhirnya ...,” ucapnya.

Anya mengangguk dengan perasaan yang sama. Satu bulan mereka menunggu, akhirnya ada kabar baik.

Keduanya masuk bersamaan, melihat Pipit yang sedang duduk tengah disuapi oleh Kukila.

“Pipit!”

“Burung Mungil!”

Secretly Looking at You (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang