"Aku punya rencana," ucap Anya. "Tapi aku butuh bantuan Mutti."
Rasa curiga menyeruak dalam benak Maggie. "Rencana apa?"
"Tunggu sebentar," pinta Anya yang kemudian berlari menuju kamarnya, lalu kembali dengan sebuah buku bersampul hitam. "Aku menemukan ini di kamar Moza."
Maggie mengerutkan kening. Tangannya terulur untuk mengambil buku yang Anya bawa. "Apa ini?"
"Buku harian Moza."
Jawaban Anya membuat Maggie menatapnya tak suka. "Kamu membacanya?" Ia yang awalnya ingin membuka buku itu, lantas meletakkannya ke permukaan konter. "Odet, kamu tahu, tak sopan membaca buku harian orang lain."
"Aku tahu," jawabnya sambil mengangguk. "Aku tidak sengaja menemukannya saat mencari buku bacaan di kamar Moza. Lagi pula, itu buku harian lama. Dari tanggalnya, catatan di dalamnya ditulis 14 tahun yang lalu. Ini sudah bukan buku harian lagi, tapi buku tahunan," tutur Anya, tak menunjukkan sedikit pun penyesalan atas apa yang telah dilakukannya.
Maggie menggeleng tegas. "Tetap saja, tidak seharusnya kamu membaca buku harian orang lain."
"Bukan itu yang penting sekarang, Mutti." Anya mengalihkan ke inti pembicaraan. "Yang penting adalah apa yang tertulis di dalam sana."
Maggie hanya diam, mencoba mendengarkan apa yang gadis itu inginkan.
"Apa Mutti mengenal Ridan?" Begitu pertanyaan itu terucap, Anya bisa melihat perubahan di wajah Maggie. "Mutti kenal ternyata. Kalau begitu, apa Mutti bisa membantuku?"
"Sebelum kamu bertanya soal Ridan, apa kamu tahu apa yang terjadi pada Moza 14 tahun yang lalu?"
Pertanyaan Maggie membuat Anya terdiam. Tak banyak yang Moza tulis di buku itu. Hanya berisi tulisan tentang bagaimana struggle-nya wanita yang berbeda 18 tahun darinya itu saat tinggal di Indonesia. Dimulai dari pertemuan kembali dengan teman bernama Theo, lalu tentang dia yang tak disebutkan namanya, dan berakhir dengan rangkaian ucapan syukur tentang bagaimana beruntung dan berterimakasihnya ia pada pria bernama Ridan Arigani.
"Tidak," jawab Anya. "Tapi, aku tahu ada hal buruk yang terjadi, entah apa itu."
Maggie mendesah. "Alasan kenapa kamu merasa terkekang adalah karena apa yang terjadi pada Moza. Ayahmu melakukannya hanya agar kamu tidak mengalami hal yang sama."
"Memang apa yang terjadi pada Moza?"
Mulut Maggie sudah terbuka untuk menjawab, tapi Anya lebih dulu menyelanya.
"Apa pun itu, seharusnya Mutti tahu kalau aku bukan Moza." Anya berucap dengan tegas. "Apa pun yang terjadi pada Moza, belum tentu terjadi padaku."
Maggie kewalahan jika harus beradu argumen dengan Anya yang menuruni sifat keras kepala suaminya. Pada akhirnya, ia menyerah. "Jadi, rencana apa yang kamu maksud?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Secretly Looking at You (END)
Romance"Ich liebe dich, Bapak Ridan." Tanpa malu, Anya mengucapkan hal itu. Ridan yang mendengarnya dibuat tertegun. Pasalnya, gadis remaja itu mengucap kata cinta padanya--guru yang memiliki perbedaan usia nyaris 20 tahun. "Dia lagi latihan buat drama...