"Terima kasih, Apin," ucap Anya setelah turun dan membenarkan ujung dress pinjamannya yang tersingkap karena duduk di boncengan Apin.
Dengan posisi masih duduk di atas motor, mata Apin mengarah pada warung kecil tempat mereka berhenti. "Sampai sini aja? Gak perlu gue anterin sampai rumah?"
"Tidak perlu, Apin." Jelas tak mungkin ia membiarkan Apin mengantar dan mengetahui jika dirinya tinggal serumah dengan Pipit. "Jaraknya sudah dekat. Aku bisa pulang jalan kaki setelah beli beberapa titipan Mama di warung," bohongnya.
Pandangan Apin mengedar. Hafal betul dengan daerah itu. "Pipit juga tinggal di daerah sini."
"Oh, ya?" Anya pura-pura terkejut. "Di mana?"
Apin menunjuk ke ujung jalan. "Di ujung sana, belok kiri."
Anya menoleh ke arah yang sama sambil mengangguk-anggukkan kepala. "Aku baru tahu."
"Lo nggak pernah ketemu?"
Tiap jam! Anya memasang senyum sambil menggeleng pelan. Tangannya lantas menurunkan resleting jaket yang Apin pinjamkan padanya, berniat menyelesaikan pembicaraan itu agar bisa segera pulang.
"Pake aja, Nya," kata Apin, mengira Anya hendak melepas jaketnya. "Balikin kapan-kapan aja. Dress-nya aja yang gue minta balik cepet." Apin tersenyum canggung. "Gue nggak enak sama Papa kalau nggak buru-buru balikin baju Mama. Ya walau Papa nggak minta buat dibalikin juga, sih."
Anya mengangguk, kemudian lanjut merogoh saku bagian dalam jaket yang menjadi tujuannya membuka resleting. Diambilnya sesuatu dari dalam sana, lalu menyerahkannya pada cowok itu.
Mata Apin melebar begitu melihat sebungkus rokok yang Anya sodorkan.
"Ada di dalam jaket kamu." Anya melihat keterkejutan di wajah Apin. "Aku tidak akan bilang siapa-siapa."
"Gue baru coba-coba," aku Apin pada akhirnya sembari memindahkan rokok dari tangan Anya ke saku jaket yang dikenakannya. "Gue ngerasa lagi kacau banget. Jadi, cari pelarian buat ngilangin stres."
"Karena itu kamu juga membolos hari ini?"
Apin hanya tersenyum datar, lalu melepas helm. Kakinya menurunkan standar motor, mengubah posisi duduknya jadi menyamping untuk menghadap Anya yang berdiri di sebelah motornya.
"Lo mau dengerin cerita gue nggak, Nya?" tanyanya, lebih terdengar seperti permintaan. "Yang lain kayaknya juga lagi punya masalah. Gue nggak tahu harus cerita sama siapa." Apin menepuk sisi kosong di sebelahnya. "Sebentar aja."
Anya tak kuasa menolak, lalu mengambil tempat di samping Apin.
"Gue cuma anak angkat, Nya." Apin memulai ceritanya. Pandangannya lurus pada lampu penerangan di depan warung. "Tapi, Mama sama Papa memperlakukan gue seperti anak kandung mereka. Karena itu, kepergian Mama buat gue bener-bener kehilangan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Secretly Looking at You (END)
Romance"Ich liebe dich, Bapak Ridan." Tanpa malu, Anya mengucapkan hal itu. Ridan yang mendengarnya dibuat tertegun. Pasalnya, gadis remaja itu mengucap kata cinta padanya--guru yang memiliki perbedaan usia nyaris 20 tahun. "Dia lagi latihan buat drama...