CHAPTER 2

828 91 14
                                    

Hari yang di nantikan dengan penuh bahagia dan suka cita pun akhirnya tiba juga. Acara pernikahan berlangsung cukup sederhana sebab hanya di hadiri keluarga di antara kedua bela pihak saja. Selebihnya adalah anggota yang berasal dari beberapa marga di antaranya Tunner, Eden, Meirion, dan dari Phoom Families. Selain untuk menyaksikan pernikahan seorang yang di tinggikan dalam Tunner Families, sebagian dari mereka yang hadir untuk berjaga agar acara sakral yang akan berlangsung bisa berjalan dengan lancar dan aman tanpa kendala dan gangguan sedikit pun.

Mobil berjejer di sepanjang pinggiran jalan, begitu juga di sekitaran gereja dan kediaman nyonya Naret yang di penuhi oleh orang-orang berjas hitam, tampang sangar berkaca mata gelap lengkap dengan earpiece dan senjata yang tersembunyi di balik jas. Mereka menjaga hampir di tiap sisi gedung, bahkan di depan gereja sekalipun, hingga konsep pernikahan Tin dan Pavel saat ini malah lebih terlihat seperti pernikahan ala Mafia, sebab hanya mereka berdua yang mengenakan threee-piece suit berwarna putih.

Tin berulang kali meneguk ludah, entah kenapa tenggorkannya terasa sangat kering, hingga nyonya Madeline yang baru saja merapikan dasinya hanya bisa menggeleng sambil tersenyum, tahu jika saat ini putranya sedang merasa gugup setengah mati.

"Apa kau sangat gugup, Nak?" tanya nyonya Madeline dengan nada pelan sambil menepuk bagian pundak jas putranya.

"Yah, Ibu. Aku rasa jantungku tak bisa berhenti berdegup kencang."

Nyonya Madeline kembali tersenyum. "Ibu rasa itu adalah hal yang wajar, Ayahmu juga dulu merasakan demikian, sama gugupnya sepertimu saat ini."

"Ayah?"

"Yah, bahkan Ibu bisa merasakannya saat Ayahmu menggenggam tangan Ibu saat itu, usai mengucapkan janji suci, Ayahmu juga berbisik jika ia tak bisa berhenti gugup dan jantungnya terus berdegup dengan kencang."

"Lalu?"

"Ibu bertanya padanya, "Kenapa begitu gugup" dan Ayahmu menjawab, "Karena akan menikahi seseorang yang sudah menjadi bagian dari hidup dan belahan jiwaku" itu yang Ayahmu katakan kepada Ibu," balas nyonya Madeline masih tersenyum dengan kedua mata yang kini berkaca. Terlihat begitu bahagia saat menceritakan kisah bahagia tentang dirinya dan mendiang suaminya.

Tin mengusap air mata yang akhirnya menitik juga di wajah ibunya.

"Ibu," panggil Tin lembut.

"Ya, Nak."

"Apa Ibu bahagia saat ini?"

"Tentu saja," angguk nyonya Madeline mengusap punggung tangan putranya lembut sebelum mengecupnya.

"Jika Ayah masih hidup, apa ia juga akan merasakan kebahagiaan seperti apa yang Ibu rasakan saat ini?"

"Tentu, mungkin Ayahmu akan lebih bahagia. Sebab kebahagiaan putranya adalah hal yang utama baginya," balas nyonya Madeline mengusap wajah putranya.

"Terima kasih, Ibu. Karena sudah berjuang untuk tetap berada di sisiku."

Nyonya Madeline mengangguk pelan sebelum memeluk tubuh putranya. "Ibu rasa tidak akan mengkhawatirkanmu lagi, sebab tahu jika Pew akan bisa menjaga dan merawatmu dengan sangat baik."

"Yah, Ibu. Dia sosok yang sempurna sama sepertimu."

"Ibu lega mendengarnya. Dan ...."

Nyonya Madeline melepaskan pelukan sambil mengusap air matanya sendiri.

"Sebaiknya kau bersiap untuk keluar, Ibu rasa Pew akan segera tiba," sambungnya menggandeng tangan putranya masuk Kapela.

Sedang di tempat yang berbeda. Suasana Kapela tidak bergitu ramai. Beberapa deretan bangku tengah di isi oleh Nut, Ping, Lee dan Pop yang masih menunggu dengan tenang. Sedang Benz, Vee, dan nyonya Britt tampak berdiri di bangku depan dengan senyum yang tak pudar dari wajah mereka, sedang di sisi satunya, terlihat Sami, dan Garfield yang terlihat sedang mengobrol.

For HIM Book '2'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang