CHAPTER 60

823 72 18
                                    

Shit!

Umpat Pavel sangat ingin berontak, tetapi tak berdaya. Bahkan belum sempat memberikan perlawanan saat kesadarannya menghilang. Mereka yang kembali membawa tubuhnya keluar dari ruangan dan membaringkannya di dalam mobil sebelum meninggalkan tempat tersebut.

Kapan ini berakhir? Jika kau menginginkanku tetap berada di sisi suamiku, maka aku akan menerimanya, jika aku harus kehilangan nyawa agar bisa lekas menemuinya. Aku sungguh tak keberatan, karena aku sudah sangat merindukannya.

___

___

Beberapa jam berlalu, saat kesadarannya mulai kembali. Pavel berusaha membuka kedua kelopak matanya yang masih terasa berat efek obat tidur yang mereka suntikkan di tubuhnya, saat aroma yang begitu familiar tercium olehnya. Entah psikopat seperti apa lagi yang menculiknya kali ini, terlalu banyak yang menginginkan tubuh juga nyawanya. Namun, ada yang aneh kali ini, sebab sedikit pun ia tak merasakan sakit di sekujur tubuh, kedua lengannya pun tak terikat seperti apa yang di lakukan James ketika menculiknya, tak ada ruangan pengap, kotor, dan lembab. Begitu juga dengan tubuhnya yang tak kedinginan lagi, saat ini ia hanya merasakan kehangatan, kelembutan, juga aroma yang sangat di rindukan.

Kenapa terasa sangat nyaman dan familiar?

Setelah kedua matanya terbuka dengan sempurna, samar terlihat atap plapon yang tak asing, cat tembok, beberapa perabotan, tirai putih dengan jendela yang sedikit terbuka hingga Pavel bisa melihat beberapa tumbuhan blueberry liar yang merambat di pepohonan pinus, ia juga bisa merasakan angin sejuk yang menyapa wajahnya. Dan ketika pandangannya tertuju pada sebuah kaca yang tak jauh dari tempat ia berbaring sekarang. Cukup terkejut, saat melihat wajahnya yang sudah tidak memiliki bekas darah lagi, tubuhnya pun demikian, kemeja yang di penuhi darah kini berganti dengan piyama milik suaminya, begitu juga dengan selimut yang menutupi tubuhnya.

Aku sedang berada di pondok sekarang?

Hingga di menit berikut saat ia tersadar sepenuhnya jika saat ini ia sedang berada di dalam kamarnya sendiri. Tepatnya di sebuah pondok kayu yang di penuhi kenangan indah dirinya dan Tin, di mana pertama kali Tin mengungkapkan cinta dan meminta untuk menjadi kekasihnya, sebelum menghabiskan malam bersama untuk yang pertama kalinya, bercinta dan menghangatkan tubuh di depan api unggun sambil menyaksikan ribuan kunang-kunang saat musim panas. Air mata Pavel menitik begitu saja, ketakutan jika semua hanyalah mimpi. Tak mungkin seseorang memmbawanya ke tempat ini, dan hanya Tin yang bisa melakukannya.

Aku mohon, aku tak ingin bermimpi lagi, dan jika memang ini hanya mimpi, aku tak ingin bangun lagi. Tapi kenapa semua terasa nyata, aroma itu ... milik suamiku.

"PAPA  ...!"

Pavel refleks meneriakkan nama suaminya, begitu juga dengan tubuhnya yang lekas bangkit dari tidur dengan napas yang memburu. Duduk di atas tempat tidur sambil meremat kuat seprai dan air mata yang sudah penuhi separuh wajahnya saat menatap sosok yang tengah berdiri di tengah ruangan, tengah menatapnya sambil tersenyum penuh kerinduan.

Terima kasih Tuhan, kau tidak mengambilnya dariku, terima kasih, kau telah bersedia mengembalikannya di sisiku, terima kasih ....

"Aku merindukanmu, Tii-rak-ku."

Hening untuk sesaat, dan hanya terdengar suara isak tangis Pavel yang tak bisa menahan kesdihan dan kebahagiaan yang datang secara bersamaan, masih dengan posisinya, begitu juga Tin, yang tetap berdiri di sana. Hingga di detik kemudian,

"BRENGSEK ...!"

Pavel mengumpat keras hingga membuat Tin kalang kabut, terlebih saat bantal kini melayang tepat ke arahnya, tak bisa menghampiri Tin karena tubuhnya yang masih di rasakan lemas. Sedang Tin sudah bisa menebak, jika hal ini akan terjadi. Pavel tak akan mudah menghilangkan kekesalan hatinya karena perkara Kattie yang sudah menyentuhnya.

For HIM Book '2'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang