Bahkan kakinya terasa susah untuk melangkah, tak sanggup melihat air mata Pavel yang masih sesegukan di sana.
"Kau di sana ...?!"
Pavel bertanya dengan suara yang terdengar serak. Meski tak melihat siapa sosok yang tengah berdiri di depan pintu. Namun, ia sudah bisa menebak jika sosok itu adalah Ryu, mungkin ia harus berterima kasih sekali lagi dengan meminta Ping untuk menemuinya. Berharap tak akan ada utang budi lagi di antara mereka.
"Yah," jawab Ryu lembut, masih enggan untuk melangkah dan hanya berdiri di sana.
Hening hingga beberapa saat.
"Apa aku membuatmu tak nyaman?" tanya Ryu.
"Tidak," geleng Pavel sambil mengusap air mata yang masih tersisa di wajahnya.
"Bolehkan aku ... melihatmu lebih dekat? tanya Ryu terdengar ragu, bahkan jika Pavel mengatakan 'tidak', pun itu tak akan menjadi masalah baginya, ia hanya perlu keluar dari ruangan tersebut, selama Pavel baik-baik saja.
"Hmm."
"Terima kasih," balas Ryu, melangkahkan kaki mendekati tempat tidur Pavel yang langsung menyandarkan tubuhnya dengan susah payah.
"Biar aku membantu ...."
"T-idak perlu. Aku bisa sendiri," tolak Pavel saat Ryu hendak memegangi kedua lengannya untuk membantunya duduk.
"Baiklah," angguk Ryu sambil terus mengamati Pavel yang masih berusaha untuk menyamankan tubuhnya, "apa kau sudah merasa nyaman dengan posisi seperti itu?" sambungnya yang masih berdiri di samping tempat tidur Pavel.
"Aku ... merasa kurang nyaman di sini," balas Pavel yang terus mengusap punggungnya.
"Maaf, ijinkan aku membantumu. Aku hanya akan meletakkan bantal di sana, mungkin bisa membuatmu lebih nyaman," pinta Ryu,
Pavel hanya bisa mengangguk. Merasa tidak enak hati sebab sudah berulangkali membuat pria itu kerepotan karena dirinya. Namun, ia tidak bisa berbuat apa pun, terlebih menolak saat Ryu mendekatinya untuk mengambil sebuah bantal dan di letakkan ke balik punggungnya.
"Bagaimana? Apa ini membuatmu jauh lebih baik?"
"Hmm, terima kasih."
"Kau tak perlu sungkan padaku," balas Ryu memundurkan langkahnya dengan perlahandan duduk di sebuah kursi yang tak jauh dari tempat tidur Pavel.
Hening.
Pavel kembali terdiam, pandangannya tertuju ke arah dinding kaca dengan tangan yang terus mengusap cincin pernikahan yang melingkar di jari manisnya, seolah langit yang di penuhi awan putih di luar sana jauh lebih menarik. Begitu juga dengan Ryu yang ikut terdiam sambil terus menatap wajah pucat Pavel begitu juga dengan kedua matanya yang tampak sembab dan lingkaran hitam di bawah mata. Entah sudah berapa lama Pavel terus menangis, sebab sampai saat ini pun kedua mata itu masih tampak berkaca, hingga membuat Ryu saat ingin memeluk tubuh yang terlihat rapuh itu.
"Terima kasih, karena sudah menolongku," ucap Pavel memecah keheningan di dalam ruangan tersebut.
"Sudah aku katakan. Kau tidak perlu sungkan," balas Ryu tersenyum hangat.
"Tetap saja, kau bahkan sudah menolongku hingga berulang kali. Aku tetap harus mengucapkannya."
"Yah, baiklah. Aku menerimanya," angguk Ryu.
Suasana kembali hening saat Pavel mengalihkan pandangan ke arah dinding kaca dan Ryu yang kembali menatap wajah itu. Mungkin sampai seharian pun sepertinya Ryu tak akan pernah puas menatap wajah itu.
"Ryu ...."
"Yah?" sahut Ryu lembut.
"Bisa aku bertanya sesuatu padamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
For HIM Book '2'
RomanceSekuel dari cerita 'For HIM' musim pertama. Dan sesuai dengan genrenya 'darkromance', akan ada konflik dan tokoh baru di dalam cerita ini, sekaligus menuntaskan kisah cinta yang belum berakhir pada tokoh sebelumnya.