Setelah melewati malam yang cukup melelahkan, Tin dan Pavel memutuskan untuk menghabiskan sisa waktu mereka untuk beristirahat dan tidur di paviliun, itu yang Tin inginkan. Namun, sepertinya sehari tidaklah cukup bagi mereka, entah Pavel atau mungkin Tin. Sebab sudah dua hari mereka di sana, setenga hari waktu mereka habiskan untuk makan dan bersantai selebihnya waktu mereka habiskan hanya untuk bercinta seolah tak pernah lelah, bahkan jika Tin seorang Alpha mungkin Pavel akan mengira jika saat ini Tin sedang mengalami Rut dengan puncak gairahnya yang seperti di luar akal sehat, meski demikian ia juga sangat menikmatinya.
"Aku rasa kita tak bisa berlama-lama di sini," ucap Tin di ceruk leher Pavel sambil terus mengendus aroma favoritnya di sana.
Pria yang hanya mengenakan jubah mandi itu terlihat menempel di balik punggung istrinya yang tengah berdiri di tepi mazzesine sambil menikmati kopi dengan udara sejuk di pagi hari.
"Ada apa?" tanya Pavel, mengecup pucuk kepala Tin sekilas.
"Akan ada pertemuan penting dengan seorang investor asing yang berasal dari Machau. Kata Benz, pria itu sudah berada di Chiang Mai sekitar satu pekan yang lalu."
Pavel menganggukkan kepala pelan. "Lalu apa rencanamu?"
"Mungkin kita harus kembali ke Chiang Mai untuk beberapa hari. Bukankah kita juga harus mempersiapkan banyak hal sebelum kepindahan kita?"
"Yah, dan aku pikir klienmu akan mengadakan pertemuan di Manhattan."
"Aku juga berpikir demikian," balas Tin mengeratkan pelukannya, "dan sepertinya Ibu tidak akan ikut bersama kita di Manhattan," sambungnya.
Pavel membalikkan badan, menghadap Tin dengan kening mengernyit.
"Ada apa?"
"Aku rasa, Ibu sudah merasa nyaman tinggal di Chiang Mai, hingga tak ingin kembali ke Manhattan lagi."
Pavel meletakkan cangkir kopinya di atas meja, dan menangkup wajah suaminya.
"Lalu bagaimana denganmu?" tanya Pavel seketika cemas.
Meski Tin tak mengatakan alasan nyonya Madeline yang menolak ikut bersama mereka untuk tinggal di Manhattan tetapi, Pavel sudah tahu itu. Manhattan adalah kota kelahiran nyonya Madeline, mereka juga pernah tinggal hingga menetap di sana sebelum tewasnya tuan Tunner, dan sejak peristiwa itu, nyonya Madeline jadi enggan untuk kembali ke sana lagi sebab kota itu masih menyisahkan banyak luka dan trauma di hatinya.
"Aku baik-baik saja, sudah aku katakan jika aku sudah melupakan semuanya."
"Aku tahu, mungkin kau bisa mempertimbangkannya lagi. Kita bisa meminta kepada Ibu untuk mengurus perusahaan di Chiang Mai saja, atau di Swiss. Dan biarkan perusahaan di Manhattan di urus oleh orang lain," balas Pavel mencoba memberi saran meski ia rasa mungkin sudah terlambat.
Sebelum pernikahan mereka berlangsung, nyonya Naret sudah membahas masalah perusahaan milik keluarga Phoom yang berada di Manhattan untuk di kelola oleh Tin setelah menanamkan setengah dari sahamnya dan menjadi CEO di perusahaan tersebut. Mereka juga tidak bisa menolak, sebab sudah tertulis di dalam surat wasiat yang di buat oleh nyonya Naret sendiri jika semua perusahaan milik keluarga Phoom jatuh di tangan Pavel dan Tin. Meski Pavel sudah menyandang nama 'Tunner' di belakang namanya dan berpindah marga menjadi salah satu bagian dari Tunner Families. Bisa di pastikan juga Phoom Families akan hilang jika memang benar Sailub sudah tewas dan Thana yang menghilang.
"Aku tidak bisa menolak keinginan Ibu Naret. Aku rasa keputusan itu sudah final, dan kita memang harus menerimanya," ucap Tin kembali memeluk tubuh Pavel.
"Baiklah, lalu kapan kita akan kembali ke Chian Mai?"
"Malam ini."
"Aku akan bersiap."
KAMU SEDANG MEMBACA
For HIM Book '2'
RomanceSekuel dari cerita 'For HIM' musim pertama. Dan sesuai dengan genrenya 'darkromance', akan ada konflik dan tokoh baru di dalam cerita ini, sekaligus menuntaskan kisah cinta yang belum berakhir pada tokoh sebelumnya.