"Kau pulang, Nak?"
Tak mengatakan apa pun, Pavel langsung memeluk tubuh nyonya Madeline yang sepertinya sudah sejak tadi menunggunya. Wanita itu terus berdiri di depan teras dengan perasaan khawatir saat malam mulai larut tetapi, Pavel tak berada di rumah.
"Ibu mencemaskanmu."
"Oh, maafkan aku," balas Pavel, mengusap punggung nyonya Madeline lembut.
"Tidak apa-apa, Nak. Sekarang makan dan mandilah. Ranesmee sudah menunggumu."
"Yah, tentu. Aku juga merindukannya," balas Pavel melepaskan pelukan dengan senyum yang menghiasi wajahnya.
Seolah tidak pernah lelah untuk tetap tersenyum sedang hatinya sakit dan terluka. Dan ia sudah melakukan itu sejak memutuskan untuk meninggalkan Manhattan dan kembali ke Chiang Mai sambil menunggu kabar dari Benz dan lainnya yang masih mencari keberadaan Tin. Entah apa yang sudah terjadi, ia lebih memilih untuk menunggu dan tak menanyakan apa pun lagi. Yakin dan percaya jika suatu saat nanti, cepat atau lambat, Tin akan kembali di sisinya.
"Ibu, aku akan ke pondok sebentar, dan mengunjungi Ranesmee setelahnya."
"Yah, tentu. Ibu akan menunggumu," angguk nyonya Madeline.
Merasa jika apa pun yang akan di lakukan Pavel, sungguh tak masalah baginya, selama Pavel merasa lebih baik. Meski ia tahu jika pria itu akan kembali ke pondoknya dan mulai menangis seorang diri di sana. Ia hanya akan melihat senyum Pavel jika sedang bersama Ranesmee, bayi perempuan Vee yang masih berusia dua minggu. Vee melahirkan Ranesmee saat ia masih berada di Manhattan. Dan mungkin, satu-satunya alasan Pavel tersenyum sampai saat ini hanyalah ketika ia sedang bersama Ranesmee, selain kenangannya bersama Tin.
"Pew ...?"
Langkah kaki Pavel terhenti saat mendengar panggilan yang terdengar tak asing di sana. Cukup terkejut saat membalikkan badan dan mendapati sosok Thana yang sudah berdiri di balik punggungnya.
"Tha? K-kau di sini?" Pavel melangkah menghampiri pria muda itu, mengamati wajahnya yang masih terlihat pucat, "oh Tuhan, kau baik-baik saja? Bagaimana bisa kau menemukanku di sini? Kenapa begitu tiba-tiba, apa yang sudah terjadi?"
Pavel memberondongi Thana dengan banyak pertanyaan, masih tak percaya jika yang di hadapannya saat ini adalah Thana, pria yang beberapa minggu lalu ia lihat masih terbaring koma di atas tempat tidur. Lalu di mana pria yang selalu menjaga dan berjanji akan selalu berada di sampingnya.
"Tha, apa yang sudah terjadi?" tanya Pavel berubah khawatir.
"Aku ... melarikan diri."
"A-apa?"
Thana menghela napas panjang, ketika memikirkan Sailub yang mungkin menyadari jika ia sudah melarikan diri. Entah akan seperti reaksi pria itu.
"Apa maksudmu? Apa si bangsat itu memperlakukanmu dengan buruk lagi? Dia menyiksamu lagi? Dia ...."
"Dia mencintaiku, dan tak mungkin melakukan hal buruk itu lagi padaku," potong Thana, duduk di sebuah kursi kayu yang terletak di halaman pondok.
Thana pun terlihat lebih tenang sekarang, dan Pavel bisa melihat itu. Sungguh jauh berbeda saat ia pertama kali melihat Thana di paviliun.
"Lalu?"
"Aku sangat marah padanya."
"Apa yang sudah ia lakukan?"
Thana terdiam hingga beberapa saat, terlihat menangkup wajahnya untuk menutupi kedua matanya yang kini berkaca.
"Tha?"
"Ayah dan Ibu ... mereka membunuhnya."
Sontak terkejut, Pavel hanya bisa terdiam tak mengatakan apa pun. Ia memang pernah mendengar jika tuan Fort dan nyonya Veronica sudah menjadi sandera Sailub sejak lama hanya untuk mengikat Thana agar tetap berada di sisinya. Namun, ia tak pernah menyangka jika mereka akan terbunuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
For HIM Book '2'
RomanceSekuel dari cerita 'For HIM' musim pertama. Dan sesuai dengan genrenya 'darkromance', akan ada konflik dan tokoh baru di dalam cerita ini, sekaligus menuntaskan kisah cinta yang belum berakhir pada tokoh sebelumnya.