Angin malam berhembus dengan perlahan, menyapa wajah Kattie yang di penuhi lebam. Gemetar menahan sakit di seluruh tubuh, berdiri di depan rumahnya sejak beberapa menit lagi. Entah apa yang di pikirkan wanita itu saat ini, melenyapkan nyawa Wild tak serta merta membuat hatinya lega, rasa bersalah dan takut justru menghantuinya sejak tadi. Namun, entah mengapa saat mengingat ada sosok Tin yang akan memeluknya, seketika membuat perasaannya jauh lebih baik. Bahkan mengingat senyum pria itu saja sudah membuat hati Kattie berbunga bahagia. Sebesar itulah cinta Kattie terhadap Tin yang saat ini tengah berdiri di atas balkon, menatapnya dari kejauhan.
Tin tahu, apa yang sudah di lakukan Kattie terhadap Wild, ia bisa melihat dengan sangat jelas saat Kattie melemparkan tubuh Wild di dalam danau, juga sebuah belati yang ia gunakan untuk membunuh pria itu. Meski ia tak tahu, penyiksaan yang sudah di alami Kattie.
Tak ada reaksi apa pun dari Tin saat itu, ia hanya terdiam menatap Kattie yang juga tengah menatapnya dari bawah balkon rumahnya. Hingga di detik berikutnya Tin terlihat mengulas senyum, dengan sedikit anggukan ke arah Kattie yang lekas berbunga. Bahkan tak sampai beberapa menit, Kattie sudah tak terlihat lagi di sana.
Tin menarik napas panjang dengan perlahan. Tahu jika Kattie akan menghampirinya, dan ia yang akan kembali menghibur hati wanita itu dengan satu pelukan hangat.
Haruskah aku terus melakukan ini? Kapan semua akan berakhir?
Tin masih berdiri di atas balkon, menatap langit malam yang pekat. Sepertinya sebentar lagi akan turun hujan. Petir pun mulai menampakan cahayanya yang memeluk langit di detik setelahnya, bersamaan dengan gerimis yang mulai turun, juga angin yang semakin berhembus dengan kencang, seolah akan membekukan tubuh Tin yang kembali menarik napas panjang saat mendengar suara ketukan sepatu tinggi Kattie yang perlahan menghampirinya.
"Kau pulang?" tanya Tin tanpa memalingkan pandangannya dari langit pekat di atas sana.
"Yah, aku pulang. Dan aku ... merindukanmu," balas Kattie dengan nada pelan.
Kedua lengan ramping kini memeluk pinggang Tin dengan erat, hingga ia bisa merasakan napas hangat Kattie yang berhembus di punggungnya, juga debaran jantungnya yang berdetak cukup kencang.
"Krittin ....?"
"Yah?"
"Aku ... mencintaimu," ucap Kattie dengan nada setenang mungkin, sedang Tin hanya bisa tersenyum, dengan satu sudut bibir terangkat ke atas, "aku ... sungguh mencintaimu," sambungnya melepaskan pelukan.
"Aku bisa melihatnya," balas Tin yang masih dengan posisinya.
"Apa, kau juga mencintaiku?" tanya Kattie yang masih berdiri di balik punggung Tin.
"Yah," angguk Tin.
Aku mencintaimu, Pew. Tii-rak-ku.
Tin memejam dengan wajah Pavel yang kini memenuhi kepalanya.
"Apa kau tidak akan melihatku?" tanya Kattie saat menyadari jika sejak tadi, Tin masih tak berpaling untuk melihatnya, "aku mohon .. look at me now."
Tin akhirnya berbalik padanya. Tertegun sejenak saat melihat Kattie yang kini tak berbusana. Hingga tubuh polos yang di penuhi dengan bekas luka yang masih menyisahkan sedikit darah kini terlihat jelas di sana. Namun, yangn anehnya mengapa sedikit pun Tin tak merasakan iba, dan gairah dengan jantung yang berdetak kencang, sekalipun tubuh polos Kattie yang indah terpampang di hadapannya. Bahkan Tin mulai merasa mual, sebab ia hanya candu pada tubuh istrinya, dan tak tertarik kepada tubuh wanita lain.
"Pakai bajumu!" perintah Tin tak berpindah dari posisinya.
"Bisakah kau ... menyentuhku sekali saja? Aku mohon ...." pinta Kattie yang sudah hilang kewarasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
For HIM Book '2'
RomanceSekuel dari cerita 'For HIM' musim pertama. Dan sesuai dengan genrenya 'darkromance', akan ada konflik dan tokoh baru di dalam cerita ini, sekaligus menuntaskan kisah cinta yang belum berakhir pada tokoh sebelumnya.