CHAPTER 52

315 45 4
                                    

"Kau benar," balas Ryu, "aku sedang merindukan seseorang," sambungnya menatap Pavel, hingga membuat pria itu tak nyaman hingga lekas memalingkan pandangan.

"Apa itu, Pew?" tanya Pavel.

"Yah, kau benar. Aku sedang merindukan Pew," balas Ryu dengan jantung yang berdebar.

"Kenapa tak di sini bersamanya?"

"Aku ... sedang bersamanya di sini," jawab Ryu masih menatap Pavel yang kembali mengalihkan pandangan ke arahnya.

"Di sini?" tanya Pavel lekas mengamati sekitar, mencari sosok 'Pew' yang ia tahu kekasih dari pria di hadapannya saat ini.

"Kau sedang mencari siapa?" 

"Tidak ... tidak apa-apa," geleng Pavel, saat menyadari jika Ryu tengah mengerjainya, "aku akan pulang sekarang, sebelum ketinggalan bus."

"Ijinkan aku mengantarmu pulang."

"Tidak perlu, aku sudah banyak merepotkanmu. Bahkan aku belum membalas satu pun kebaikanmu."

"Kau bisa membalasnya sekarang."

Pavel kembali menatap wajah Ryu yang terlihat serius di hadapannya.

"Tapi, aku harus pulang."

"Tidak akan lama, aku hanya ingin kau menemaniku sebentar. Hanya sebentar saja," balas Ryu memohon.

Pavel terdiam tak mengucapkan kalimat apa pun, sambil terus berpikir. Apa salahnya menemaninya sebentar. Ryu selalu menemaninya saat terpuruk di rumah sakit hingga beberapa hari, menolongnya, bahkan mengeluarkannya dari sel, menguatkan dan selalu membuatnya tertawa. Terlalu banyak yang pria itu lakukan untuknya. Jadi apa salahnya, jika ia membalas budi sekarang. Toh pria itu tak meminta apa pun, pria itu hanya menginginkannya di sini, menemaninya sebentar. Yah, hanya sebentar. Pikir Pavel menghela napas panjang.

"Baiklah, aku akan menemanimu di sini," ucap Pavel yang langsung duduk di atas pasir, menyusul Ryu yang ikut duduk di sampingnya.

"Terima kasih, Pew."

"Tak perlu berterima kasih, aku yang seharusnya berterima kasih, karena sudah banyak membantuku."

"Aku bahagia bisa membantumu, Pew."

"Yah, aku beruntung," angguk Pavel tersenyum.

"Dulu ... Ayah memutuskan untuk pergi meninggalkan Ibu, bahkan aku sendiri tidak tahu, apa alasan Ayah pergi dan tidak kembali seperti janjinya padaku saat itu," ucap Ryu menatap ombak yang masih menggulung di hadapan mereka. Sedang Pavel mulai menyimak cerita Ryu dengan seksama.

"Sejak di tinggal Ayah, kondisi Ibu menjadi sangat kacau, Ibu jadi sering menangis seorang diri di malam hari, dan terus tertawa di siang hari untuk menghiburku. Bahkan Ibu masih melakukan hal itu hingga saat ini, tersenyum di hadapanku meski hatinya merasa terluka."

"Sama sepertimu," balas Pavel saat melihat senyum di wajah Ryu sedang matanya tampak menyembunyikan kesedihan.

"Aku banyak belajar dari Ibu."

"..."

"Dulu, aku sering membuatnya bersedih, karena aku yang sering berbuat onar, memukuli orang orang, melakukan hal-hal buruk, sampai menghilangkan nyawa seseorang."

"A-apa?"

"Aku ... bukanlah orang baik, aku pria yang selalu berprilaku buruk, hingga menjadi penghuni penjara selama beberapa tahun. Dan, sejak saat itu, Ibu terus menangis karenaku," balas Ryu kembali mengingat kisah dulu yang penuh dengan kegelapan.

"Aku tidak melihat itu sekarang," ucap Pavel. Tak percaya jika Ryu seorang seperti itu. Sebab yang ia lihat selama ini, Ryu adalah pria yang sangat baik, hangat, dan juga penuh perhatian. Bukan pria brutal, liar, dan pembuat onar seperti apa yang ia katakan.

For HIM Book '2'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang