CHAPTER 21

381 50 1
                                    

Wang Nam Khiao

Suasana perkebunan masih seperti biasa, hening. Sailub duduk di sebuah kursi tidak jauh dari tempat tidur Thana dengan pikiran yang kembali melayang-layang. Tidak pernah melupakan hari di mana saat ia menemukan tubuh Thana bersimbah darah di hampir seluruh tubuhnya yang meringkuk di atas lantai kamarnya. Dan untuk yang pertama kalinya, saat Sailub mengeluarkan air matanya dan menangisi orang yang selama bertahun-tahun ia sakiti. Sungguh sangat menyesal, meski selalu terkurung dan selalu menerima siksaan darinya tetapi, Thana bisa berubah menjadi tameng untuk melindunginya.

Pada malam penyeragapan itu, Thana yang dalam kondisi sekarat masih bisa berpikir untuk melindunginya, dengan cara mendorongnya hingga terjatuh ke dalam jurang tepat di halaman belakang paviliunnya. Tubuh Sailub menghilang, meski tak sampai terjatuh ke dasar jurang, sangat beruntung karena kediamannya yang di lahap api hingga hanya menyisahkan paviliun saja, petugas pun menjadi kesulitan mengenali beberapa mayat untuk memastikan jika salah satu dari mereka adalah Sailub.

Sungguh gila, Sailub kini tersiksa karena merindukan Thana setelah menemukan hal pasti jika ia telah berakhir mencintai pria muda itu dan menginginkan hidup hingga mereka menua bersama.

"Daddy merindukanmu."

Kata sama setiap harinya yang selalu Sailub ucapkan sambil menggenggam telapak tangan Thana dan mengecupnya lembut sebelum mengambil perlengkapan mandi yang sudah di siapkan untuk membersihkan tubuh Thana.

"Daddy sudah memilih satu tempat yang akan kita tinggali bersama nantinya."

Sailub mengambil wash lap dan mencelupkannya di dalam air hangat secara perlahan sebelum mulai mengusap tubuh Thana. Kedua matanya pun berkaca saat kembali melihat beberapa bekas luka di tubuh putih mulus Thana, bekas luka memar, sebagian terdapat gigitan, dan cambukannya.

"Maafkan aku ... aku akan menanggung semua rasa bersalah ini seumur hidupku, dan jika itu bisa membunuhku secara perlahan, maka aku siap."

Mengusap air mata yang menitik di pipinya, Sailub lekas mengganti piyama Thana dengan yang baru sebelum menyelimuti seluruh tubuhnya agar tidak kedinginan dan masuk angin. Dan ia terus melakukan hal itu setiap hari, menghabiskan waktu untuk berbicara dan meminta maaf kepada Thana.

"Daddy rasa ini sudah terlalu lama, Daddy khawatir, punggungmu akan lecet jika terlalu lama berbaring," keluh Sailub.

Dokter Anna sudah melepaskan alat bantu pernapasan pada Thana dan hanya menyisahkan selang makanan saja.

"Apa kau sedang terjebak dalam tidur panjangnmu dan tak tahu jalan untuk pulang? Apa kau tahu jika Daddy terus berdoa untukmu."

Sailub kembali terlarut dalam duka dan kesedihannya.

"Jika Tin tak bisa membuatmu terbangun, bahkan Pavel tak bisa memanggilmu kembali, lalu siapa Daddy?"

Air mata kembali menitik.

"Kau terjebak di mana? Bisakah Daddy datang menjemputmu?" 

Sailub menyandarkan kepalanya di pinggiran tempat tidur, masih menggenggam telapak tangan Thana erat. Selalu takut jika satu waktu napas pria itu berhenti. Jika saja ia tahu akhir dari Thana akan seperti sekarang ini, ia tidak akan pernah menyakiti pria itu sedemikian rupa, dan balas mencintainya tanpa menunggu waktu yang tepat.

"Aku juga ... merindukanmu, Daddy ...."

__

__

Keluar dari pantri degan secangkir coffee di tangannya, Pavel melangkah menghampiri Tin yang tengah duduk di sebuah kursi kayu tepat di depan kolam renang, dengan jemari yang terlihat lincah di atas keyboard dan tatapan fokus ke layar laptop, hingga tak menyadari kedatangan Pavel yang sudah duduk di sampingnya.

For HIM Book '2'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang