Pagi ini tepatnya di hari Sabtu keluarga Hasya akan melakukan olahraga golf di lapangan yang menjadi salah satu fasilitas masyarakat Nusantara. Cukup menunjukkan kartu identitas yang berisi tentang identitas diri dan lokasi rumah, sudah bisa masuk ke lapangan luas dengan hamparan rumput hijau secara gratis.
Lapangan golf ini berada di pinggir pusat kota dengan jarak dari area 10 ke lapangan ini sekitar 1,5 jam.
Mereka bertiga berjalan memasuki gedung untuk menuju ke driving area untuk latihan sejenak di tempat yang telah tersedia. Di area latihan hanya beberapa bilik saja yang terisi.
Dari ujung ke ujung ada 10 bilik dengan sekat papan sebatas lutut sehingga bisa melihat pemain lainnya.
Saat ini mereka mengenakan pakaian olahraga golf yang cukup memukau. Seperti Hasya yang memakai kaos berwarna hitam berlengan pendek dan rok skirt berwarna putih dengan panjang sebatas lutut. Topi knit visor berwarna putih dengan rambut panjang yang ia ikat kuda.
Penampilan Hasya sangat cocok dengan kulit putih bersihnya. Terlebih tubuh tinggi dan kaki jenjangnya semakin membuat penampilan Hasya memesona.
Penampilan Azizi tak beda jauh dari Hasya, hanya saja gadis sedikit tomboy itu memilih untuk memakai celana golf panjang berwarna hitam yang dipadukan dengan kaus berwarna putih. Ia juga memakai topi yang sama dengan Hasya hanya saja dirinya memakai topi berwarna hitam.
Sedangkan Aleon memakai celana golf panjang berwarna putih gading dengan kaos berwarna cream. Serta topi berwarna abu-abu. Dan ketiganya memakai sepatu berwarna putih.
Setelah berfoto dengan meminta bantuan pegawai di sana akhirnya mereka mulai bergantian untuk memukul bola. Hasya yang mendapat giliran terakhir memilih untuk berdiri sedikit jauh dari posisi Aleon yang sedang mengayunkan stik.
Latihan pemanasan dengan memukul bola berjalan dengan baik bahkan ketiganya saling tertawa jika salah satunya ada yang kurang baik dalam memukul bola.
Tanpa mereka sadari empat bilik dari mereka terdapat satu perempuan yang sedang memperhatikan keluarga semanis coklat ini.
Dibilik itu terdapat dua perempuan dan salah satu dari mereka sedang mengayunkan stik kemudian melayangkan stik itu dengan keras hingga terdapat beberapa serpihan tanah yang ikut melayang.
Perempuan itu menatap jengah kearah temannya yang duduk melamun memperhatikan bilik yang terdapat satu keluarga yang asyik bermain.
"Tau gitu aku engga mau ajak kamu ke sini kalo akhirnya ketemu sama Pak Aleon!"sungut Anggi seraya mengikat cepol rambut panjangnya.
"Ini kayaknya takdir, Tuhan memperlihatkan secara nyata gimana bahagianya keluarga Pak Aleon. Gimana akurnya mereka, dan gimana tulusnya senyum mereka. Kayaknya Tuhan lagi nunjukin ke aku deh, kayak Tuhan tuh bilang gini 'Hambaku, lihatlah keluarga yang ingin kau rebut kebahagiaannya. Apakah kau tega membuat senyum mereka pudar karena salah satu kebahagiaan yang mereka punya engkau rebut?' Gitu deh kayaknya, Nggi."celoteh Sandra dengan tatapan yang masih tertuju kepada bilik milik keluarga Aleon.
Anggi memposisikan stik agar bola tersebut dapat ia pukul, "Bagus dong kalo kamu mikirnya gitu. Berarti otak tololmu itu bekerja dengan baik."balas Anggi dengan penuh penekanan.
"Lagian, dia udah bahagia. Kamu cari aja kebahagiaan yang lain. Dunia ini luas, manusia di dunia juga banyak. Engga perlu rebut yang bukan milik kamu."
Anggi menegakkan tubuhnya ketika pukulannya berhasil ia layangkan dengan sempurna. Ia menghadapkan tubuhnya kearah Sandra yang masih termenung di tempatnya.
"Liat deh Nggi, keluarga mereka sempurna banget gak sih? Suami Istri cakep, badan bagus, kulit bersih. Punya anak juga cantik banget, kulitnya juga terawat gitu. Liat deh rambut dokter Hasya, bagus banget pasti perawatannya banyak? Rambut anaknya juga gak kalah sehat dari Ibunya."celetuk Sandra tanpa melirik kearah Anggi yang sedang memperhatikan dirinya dengan wajah bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kehidupan di 2045
RomanceHasya seorang dokter gigi yang memiliki keluarga kecil semanis coklat dan selembut sutra ternyata harus menghadapi mahasiswi yang ingin merebut suaminya. Baginya ini bukan persaingan tetapi pembasmian. Ternyata tidak selamanya kehidupan itu selalu m...