18. Pulang

4K 136 0
                                    

Seperti menemukan oase di padang pasir, Damian begitu lega setelah menemukan seseorang yang sudah ia cari beberapa hari terakhir. Mendapatkan informasi yang ia terima dari orang suruhannya beberapa jam yang lalu, Damian langsung bergerak menuju ke lokasi yang dimaksud. Dan ternyata benar saja jika memang Ester berada di sebuah hotel yang terletak lumayan jauh dari domisili aslinya. Beruntung jika pria itu masih menemukan sang puan dalam kondisi baik-baik saja seperti sekarang ini. Setidaknya overthinking kemarin tidak lagi membuatnya frustasi.

"Aku antar pulang sekarang."

Ester masih menolak, ia meleraikan paksa pelukan itu dan sedikit memberikan jarak di antara keduanya.

"Aku gak mau pulang."

"Kenapa?"

"Itu urusanku."

Setelah menghapus sisa air matanya dengan cepat, Ester kembali melanjutkan niatnya untuk pergi membeli makanan pedas yang diinginkan. Tak peduli jika memang Damian memaksanya untuk segera kembali ke rumah sekarang.

"Terus sampai kapan kau akan tinggal di hotel tanpa kabar apapun pada keluargamu sendiri?"

Kali ini Damian tak mencegahnya, justru ia berjalan membersamai langkahnya kemanapun pergi.

"Kenapa kau ikut campur? Mau berapa lama aku di sini itu juga terserahku. Kau gak ada hak sama sekali."

"Tapi aku juga punya urusan denganmu. Berhenti denial kalau itu bukan anakku, Ester."

"Siapa bilang aku hamil—"

"Kau takut aku lari dari tanggung jawab? Atau kau takut dengan orang tuamu? Yang mana permasalahanmu sekarang? Biar aku yang selesaikan," potong Damian cepat membuat langkah kaki Ester terpaksa berhenti. Lagi.

"Aku lebih takut kalau harus mengandung anakmu!"

Bohong jika Ester tidak takut soal 2 permasalahan yang disebutkan Damian tadi. Itu semua benar adanya, hanya saja ia terus menyangkal karena sudah terlanjur kecewa oleh pemandangan yang ia lihat di Sky Blue—apartemen Damian beberapa hari lalu.

"Kenapa? Apa yang salah denganku? Aku gak pernah lepas tanggung jawab atas semua masalahku, lantas apa yang kau rumitkan?"

"Karena kau adalah Damian. Dan aku enggan menerima kenyataan itu. Mulai sekarang anggap kita gak pernah kenal apalagi tidur bareng malam itu, urusan kita selesai dan gak ada lagi yang perlu diributkan."

"Kalau itu maumu, aku bisa pergi menemui keluargamu sekarang. Bukankah papamu ingin aku pergi menemuinya?"

Akhirnya Damian mengeluarkan ancaman terakhirnya. Tak tahu apakah bisa berhasil, yang jelas ia tak akan menyerah apalagi sampai melepaskan Ester dengan mudahnya.

"Maumu apa sih, Dam?"

Lama-lama Ester sangat kesal karena Damian begitu keras kepala dan enggan pergi darinya.

"Kita nikah. Semua hidupmu dan anak itu akan jadi tanggung jawabku setelahnya."

"Yakin? Bagaimana dengan pacarmu itu? Aku malas dicap sebagai perebut lelaki orang."

"Siapa? Aku gak punya perempuan manapun sebagai pacarku. Informasi darimana ini?"

"Masih mau ngelak? Atau pura-pura bodoh?"

"Aku single, bahkan seumur hidup hanya kau perempuan yang aku tiduri—"

Plak.

Tamparan keras akhirnya mendarat mulus di pipi kiri Damian. Ester sangat jengah dengan semua omong kosong sang empu yang begitu menyebalkan.

One Night Sleep Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang