4. Menyesali (?)

11.3K 133 6
                                    

Damian menaikkan satu alisnya tanpa mengalihkan tatapannya pada Ester saat ini. Kontak mata di antara mereka berlangsung sepersekian detik karena Ester memutuskan kontak lebih dulu ke lain arah.

"Jangan deket-deket!"

Ester justru mendorong tubuh Damian untuk menjauh karena posisi mereka benar-benar sangat dekat saat ini.

"Kemana Ester yang nakal dan agresif semalam?"

"Apa maksudmu?"

Perempuan itu yang semulanya ingin marah karena kesal pun mendadak berubah penasaran oleh ucapan Damian barusan.

"Lupa? Mau aku ingatkan lagi?" tanyanya balik dengan membelai surai rambut sang puan.

"Sial!"

Damian sangat tanggap untuk menahan tangan kanan Ester yang sudah melayang di udara saat hendak menampar pipinya tersebut.

"Lepasin!"

"No."

"Ck, sebenernya apa sih maumu?"

"Seharusnya aku yang tanya begitu denganmu. Apa maumu sampai tiba-tiba ada di dalam apartemenku kemarin?"

Seketika Ester terdiam. Ia sendiri juga bingung kenapa ia bisa ada di sana. Karena terakhir kali yang ia ingat adalah dirinya minum hingga mabuk, ditemani oleh Clarissa—

"Aissh, pasti Clarissa yang bawa aku ke sini semalem," batin Ester begitu sekelabatan memorinya kembali.

"Jadi?"

"Apanya?"

"Kenapa bisa menyusup ke sini? Bahkan tanpa sepengetahuan apalagi persetujuanku?" ulang Damian lebih memperjelasnya lagi.

"Aku bukan penyusup!" bantahnya.

"Lalu?"

Tiba-tiba Ester menarik tangannya agar bisa terlepas dari cekalan Damian saat pria itu mulai lengah.

"No reason!"

"Oke, aku gak akan maksa kamu jujur lagi. Tapi makan sup pereda pengarmu dulu sebelum pergi. Aku susah payah memasaknya, jadi jangan membuatnya sia-sia."

"Aku gak pernah nyuruh—"

"Stop it, Ester. Kau terlalu banyak membantahku. Cepat makan sekarang atau aku seret?"

Melihat raut wajah Damian yang menurutnya menakutkan itu seketika membuat nyali Ester ciut. Meski ia sudah terbiasa melihat raut wajah Damian yang garang atau bahkan saat marah pun tetap terasa berbeda sekarang, karena sekarang ialah yang menjadi penyebab semuanya itu.

"Go ahead!" perintah Damian lagi dengan sedikit menepi untuk memberikan akses jalan baginya.

Alhasil Ester pun mengiyakan. Mau tak mau juga ia tak bisa menolak saat ini. Ingin kabur dan meninggalkannya begitu saja pun percuma, ditambah lagi kondisi tubuhnya yang masih terasa sakit semua. Ia masih tak mampu bergegas saat ini.

Di atas meja makan sudah terhidang beberapa menu makanan yang ternyata sangat menggoda. Nafsu makan Ester pun seketika meningkat setelah netranya tertuju ke arah sup ayam hangat dengan kepulan asap yang masih mengudara. Itu pasti lezat.

"Makan sepuasmu, aku tinggal membersihkan kamar."

Mengetahui jika Damian meninggalkannya sendirian di sana, ia begitu senang. Jika begitu ia tak perlu lagi merasa canggung ataupun sungkan untuk menyantap semua makanan yang ada di hadapannya saat ini.

"Sial, harga diriku hanya sebatas sup ayam hangat," cibirnya meledek diri sendiri.

Sama sekali tak peduli dengan apa yang dilakukan Damian saat ini, Ester terus menyantap makanannya dengan lahap. Sedangkan di dalam kamarnya, Damian melepas springbed dan semua sarung bantal juga gulingnya untuk dicuci dan digantikan dengan yang baru. Ketika ia mendapati noda darah di atas kasurnya, Damian terdiam sejenak. Mengamatinya lamat-lamat sampai helaan napas panjang terhembus.

One Night Sleep Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang