Hari demi hari terus berlalu, dan tak terasa jika kejadian di malam itu sudah lebih dari 2 minggu. Baik Ester dan juga Damian sudah tak pernah saling bertemu setelah terakhir kali pertemuan mereka di apartemen Damian kala itu. Lebih tepatnya Ester sendiri yang selalu menghindar dan enggan setiap kali Clarissa mengajaknya pergi jika memungkinkan untuk bertemu dengan Damian. Karena ia tahu jika Clarissa mengajaknya pergi bersama Samuel pasti tak akan jauh dengan Damian, sekalipun itu tidak selalu benar. Ia hanya mengantisipasi hal tersebut.
"Tumben banget sih udah gak mau aku ajak pergi lagi? Biasanya kamu juga ayo ayo aja mah. Tapi sekarang kenapa jadi susah banget? Perasaan kerjaan kita juga gak banyak banyak banget, Ces."
Bahkan Clarissa sendiri juga heran dengan perubahan yang mulai ditunjukkan oleh sahabatnya itu. Akhir-akhir ini Ester memang menunjukkan perubahan yang sangat kentara sampai ia bingung hal apa yang sudah membuatnya demikian, karena Clarissa sendiri tidak tahu sama sekali tentang kejadian malam itu yang terjadi di apartemen Damian. Sebab Ester sendiri yang bungkam rapat tak ingin membahasnya lagi, barang sedikit pun itu.
"Udah 2 minggu loh, Ces. Masih gamoon aja sama si omdo itu?" tebak Clarissa.
Hal tersebut sontak membuat Ester langsung melirikkan mata ke arahnya dengan ekspresi datar. Bahkan untuk mendengarkan namanya saja ia sudah muak sekarang, apalagi untuk memikirkan pria berengsek seperti mantan kekasih yang dimaksudkan oleh Clarissa barusan?
"Udah deh gak usah bahas dia lagi."
"Ya lagian aneh banget tiba-tiba berubah drastis begini. Baru 2 minggu putus aja udah kayak orang paling sedih di dunia. Masih banyak laki-laki yang jauh lebih baik dari dia, Ces."
"Siapa yang sedih karena dia sih?" bantah Ester tak terima.
"Terus kenapa kalau gak sedih gara-gara dia? Kamu mabok waktu itu juga karena habis putus sama si berengsek itu yang ketahuan selingkuh kan? Buset dah, kayak gak ada hal lain aja."
Tentu saja Clarissa turut kesal mengingat kejadian 2 minggu lalu yang dialami oleh sahabatnya tersebut. Karena selain menjadi saksi, Clarissa juga yang menjadi tempat curahan segala keluh kesah dari Ester selama ini. Jelas saja ia marah dan tak terima saat tahu jika sahabatnya diselingkuhi oleh laki-laki omong kosong seperti mantan kekasih Ester itu.
"Kan gak bisa jawab kan? Emang dasarnya kalau udah bulol ya gini. Lagian apa sih kelebihan dari Didi? Udah mah jelek, miskin, nyusahin, tukang selingkuh lagi. Bisa-bisanya dulu kamu mau sama modelan kayak dia," sambungnya yang membuat Ester semakin terdiam.
"Udah deh gak usah mikirin soal dia lagi. Move on dan cari pengganti yang lebih bahkan jauh lebih baik dari dia. Selama kalian pacaran juga aku liat-liat gak ada untungnya sama sekali buat kamu. Malah kamu yang terus diporotin sama dia."
"Emang iya?"
"Masih gak sadar juga? Perlu aku bawa ke rumah sakit sekarang gak nih?"
Ester menghela napas panjang. Mengenai soal mantan kekasihnya itu memang juga menjadi salah satu faktor perubahan sikap dari sosoknya. Jika saja malam itu ia tak mengetahui jika Didi alias Diego—mantan kekasihnya itu berselingkuh juga pasti ia tak akan sampai nekat minum hingga mabuk dan berakhir naas di apartemen Damian.
Jika dikatakan bodoh juga memang seperti itu kenyataannya. Ester terlalu dibutakan oleh cinta yang tak ada untungnya itu karena hanya sang puan yang selalu efforts dalam hubungannya sendirian. Namun sayangnya ia tak pernah sadar meski Clarissa sudah memperingatkannya berulang kali agar bisa segera menyudahi hubungan mereka.
"Yang penting sekarang kamu udah bebas dari laki-laki berengsek gak tau diri itu. Jadi gak usah mikirin apapun lagi yang bikin sakit sendiri. Lagian kalau Om Bian tau kamu punya pacar modelan didi—"
"Diego, Sa," koreksi Ester karena sahabatnya itu selalu enggan untuk memanggilnya dengan nama yang benar.
"Ah sama aja. Pokoknya jangan sampe balik sama dia. Inget, Om Bian juga pasti gak akan restuin hubungan kalian kalau pacarmu modelan si didi itu."
Ester tak membantah, ia hanya menghelakan napas beratnya sembari menyandarkan tubuh pada punggung kursi. Ia memaklumi jika Clarissa begitu membenci Diego, mengingat jika sang empu sudah sangat tahu dan paling tahu bagaimana perjalanan hubungannya yang sudah berjalan 2 tahun kemarin itu.
"Ya udah ayo pulang, pucet banget itu wajah. Lagi sakit ya?"
"Siapa? Aku?"
"Iya lah siapa lagi?"
Ester menggelengkan kepalanya cepat, ia sama sekali tak merasa jika dirinya sedang sakit. Bahkan sang puan juga tak tahu bahwa wajahnya tampak pucat saat ini jika saja Clarissa tak mengatakannya barusan.
"Enggak. Aku cuman capek aja, akhir-akhir ini badanku gampang pegel. Kerjaan numpuk gak ada habisnya," keluh Ester yang memang pada kenyataannya seperti itulah penyebab yang dialaminya.
"Pelan-pelan aja ngerjainnya, yang penting selesai tepat waktu. Gak usah dikerjain semuanya langsung hari ini."
"Iya iya bawel."
"Bawel bawel begini juga yang paling ngertiin kamu."
Ester langsung menggamit tangan Clarissa agar bisa bergegas pergi dari ruang kerja mereka tersebut. Ia sudah tak tahan mendengar segala ocehan dari sahabatnya yang tak kunjung usai sejak tadi siang.
"Mending traktir makan aja lah daripada ngomel mulu daritadi."
"Boleh. Tapi sekalian ketemu Samuel ya?"
"Ogah."
Penolakan cepat dari Ester barusan membuat kedua alis Clarissa terangkat.
"Kenapa sih? Biasanya juga mau. Kenapa sekarang kayak phobia banget kalau aku ajak ketemu sama Samuel?"
Dengan berusaha tenang dan santai, Ester mengedikkan kedua bahunya. Nampak tak ada yang salah sama sekali.
"Ya dipikir aja, siapa yang mau jadi obat nyamuk buat orang bucin kayak kalian berdua? Udah tau baru putus, malah dijadiin orang ketiga," alibi Ester kemudian yang meyakinkan Clarissa.
Padahal alasan yang sebenarnya tidak demikian. Melainkan ia malas dan sangat enggan jika nanti harus bertemu dengan Damian sejak malam itu, karena Ester tahu bahwa Samuel lebih sering sepaket dengan Damian sama seperti dirinya dengan Clarissa selama ini.
"Ya elah, apa perlu aku comblangin aja? Oh sama Damian kayaknya bisa tuh, kalian sama-sama jomblonya kan? Biar nanti kita juga bisa sering double date."
Setelah berusaha menghindari nama itu, Clarissa malah menyebutnya dengan gamblang. Alhasil ia refleks melepaskan cekalan tangannya pada lengan Clarissa dan berlalu pergi mendahuluinya tanpa mengatakan apapun.
"Buset, baru juga mau dicomblangin udah ngambek aja. Woi tungguin napa!"
Perubahan ini benar-benar sangat terasa bagi Clarissa. Dengan solusi yang dimilikinya tetap tak membuat Ester mudah move on dari masalahnya. Dan ini adalah pertama kalinya Clarissa mendapati sosok acuh tak acuh dan pendiamnya dari Ester itu sendiri. Karena selama ia mengenal Ester Fanderick, jiwa tegas khas independen dan terkadang galaknya itu selalu menjadi ikonik bagi kepribadiannya. Tak heran jika semua itu berubah drastis dalam waktu singkat membuat Clarissa bertanya-tanya alasannya.
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
One Night Sleep
RomanceBACA GRATIS SELAGI ON GOING❗ ⚠️ 21+ area. (Jangan DENIAL baca jika masih di bawah umur!). ⚠️ Contains harsh language, swearing and vulgarity. ⚠️ Full Fiction. ~~~ Bukan CEO, bukan mafia, apalagi starboy ibu kota. This is the sole heir to the misch...