5. Merutuki diri

7.6K 138 1
                                    

Setelah puas menyantap semua makanan yang ia inginkan, Ester sudah kenyang hingga menyisakan 1 menu makanan saja di meja makan itu. Tak peduli jika nanti Damian akan mengomel, yang jelas ia sudah melakukan apa yang diperintahkan olehnya tadi yaitu "Makan sepuasmu.". Pandangannya mengedar ke seluruh arah ruang apartemen itu sampai terdengar suara pintu terbuka dari kamar Damian membuatnya menoleh cepat. Ia mendapati pria tersebut keluar dengan banyak cucian kotor di dalam keranjang yang dibawanya. Tanpa tanya dan suara, kedua matanya hanya mengamati dalam diam sampai akhirnya Damian sendiri yang membuka suara.

"Mandi sana, aku akan mencuci semua ini dulu," katanya.

"Enggak. Aku mau pulang sekarang."

Damian meletakkan keranjang cucian itu dan menatap ke arah Ester dengan intens.

"Yakin ingin pulang sekarang dengan kondisimu seperti itu?" tanyanya membuat alis sang puan berkerut.

"Emang kondisiku kenapa?" tanyanya balik.

"Kalau yakin bisa menghadapi banyak pertanyaan dari kedua orang tuamu dengan kondisi jalanmu seperti itu juga terserah. Silakan pulang."

Ia melanjutkan langkahnya untuk pergi ke ruang cuci meninggalkan Ester sendiri dengan kebimbangan dalam hatinya. Benar juga, jika ia pulang sekarang dengan jalannya yang "Aneh" tersebut pasti akan mengundang banyak tanya dari orang tuanya. Belum lagi banyak kissmark yang diciptakan oleh Damian pada lehernya, pasti itu akan menambah kecurigaan bagi mereka. Tapi jika tidak pulang pun juga pasti mereka akan mencarinya.

"Ck, kenapa jadi begini sih? Kenapa juga semalem aku mabuk parah," rutuknya pada diri sendiri.

Jika sudah begini tentulah Ester menyesal. Belum lagi ia juga harus kehilangan mahkotanya dengan Damian. Di satu sisi ia begitu merutuki diri namun di sisi lain ia juga tak bisa sepenuhnya menyalahkan Damian, karena apa yang sudah terjadi tadi malam juga atas kemauannya sendiri. Ibarat kata adalah sama impasnya.

Helaan napas panjangnya terhembus berat. Kedua tangannya meraup wajah dengan frustasi. Ia kesulitan untuk mengambil solusi saat ini. Solusi untuk memutuskan pulang atau tidak, jika tidak maka ia harus siap untuk terkena omelan namun jika pulang ia justru lebih harus siap untuk menjawab semua pertanyaan dari orang tuanya.

"CCTV?"

Perhatian Ester langsung teralihkan saat kedua sorot matanya tak sengaja melihat ke sudut langit dinding sana. Ia melihat sebuah CCTV yang terpasang dan menyorot ke tempatnya. Pikirannya mulai bekerja. Ia langsung bangkit dan memastikan kondisi di sana sebelum masuk kembali ke kamar Damian sekarang juga.

Aman.

Langkahnya berjalan pelan dengan mengendap. Ia segera pergi mencari sesuatu untuk mengetahui apa yang sudah terjadi tadi malam dengan jelas.

"Gak ada di sini."

Ester tak menemukan apa pun di kamar Damian. Lantas ia mencari ke tempat lain, berharap menemukan apa yang ia tuju.

"Di sini cuman ada 3 kamar, 1 kamar Damian, 2 kamar tamu, sama satu lagi—ah pasti itu tempatnya."

Ester pun berjalan menuju ke salah satu kamar yang belum ia jamah sama sekali. Alhasil ia meniatkan untuk mencarinya ke sana, siapa tahu semua yang ia butuhkan memang betul berada di dalamnya.

"Gotcha! Pasti di sini."

Sebelum memutuskan masuk ke dalam ruangan itu, Ester kembali melihat situasi di sana. Merasa aman dari pantauan Damian, ia bergegas masuk dengan menutup pintunya kembali. Kedua matanya berbinar kala mendapati sebuah komputer yang berada di dalamnya. Ternyata ruangan itu adalah ruang kerja milik Damian. Pantas saja banyak berkas dan komputer juga laptop di atas meja.

One Night Sleep Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang