7. Melarikan diri

6.2K 138 4
                                    

Ester terus memandangi layar ponselnya yang ternyata sangat sepi notifikasi itu dengan heran. Sejak kemarin tak ada pesan ataupun panggilan satupun dari orang tua atau bahkan adiknya. Mengingat jika selama ini ia pasti akan menjadi orang pertama yang selalu direcoki ketika tak ada di rumah atau telat pulang meski sudah meminta izin. Namun kali ini sedikit berbeda yang membuatnya sempat bingung.

"Kenapa diem aja? Lagi ngomong sama hp?" tanya Clarissa asal karena sejak tadi hanya melihat Ester tak bergeming sama sekali dari tempatnya selain memandang lekat ke arah ponsel genggamnya itu.

"Aku lagi heran aja."

"Heran kenapa?"

"Tumben orang rumah gak ada yang nyariin aku? Padahal aku gak pulang ke rumah semalem, biasanya bokap nyokap selalu posesif dan paling utama buat nyuruh pulang atau sekedar tanya lagi dimana apalagi si Elang. Tapi kenapa sekarang gak ada sama sekali?"

"Ya iyalah, orang aku yang izinin. Aku rela bohong lagi buat jaga nama baikmu woi, biar ga kena omel lagi gara-gara semalem teler parah. Bisa-bisa aku juga yang kena karena udah biarin itu terjadi, gak dulu deh. Bokapmu galak abis kalau marah. Mental yupiku menciut."

Ester baru membulatkan mulutnya seperti bentuk O setelah mendengar penjelasan dari Clarissa. Pantas saja notifikasi ponselnya sangat tentram.

"Jadi sekarang buruan siap-siap buat pulang ke rumah, karena kemarin aku udah terlanjur bilang kalau kamu bakal pulang sore ini."

Bukannya beranjak dan bergegas, Ester justru termangu di tempat karena sedang memikirkan sesuatu.

"Kenapa malah ngelamun? Ayo, Cess!"

"Kayaknya aku gak bisa pulang sekarang deh, Ca."

"Astaga, kenapa lagi kali ini?"

Perempuan itu benar-benar tidak bisa menceritakan yang sebenarnya terjadi padanya tadi malam, ia belum siap jika Clarissa tahu apalagi kedua orang tuanya. Selain akan terkena omelan, terancam diusir pun bisa menjadi salah satu alasan utamanya jika ayahnya sampai tahu.

"Maksudnya gak bisa pulang karena aku belum mandi, kayaknya nanti dulu deh. Aku pasti kabarin orang rumah kalau bakal pulang telat hari ini."

"Yakin bisa atasi sendiri?"

"Iya."

"Ya udah buruan mandi sana, aku tungguin-"

"Eh gak usah. Kamu pulang duluan aja deh, kamu tau sendiri aku mandinya lama banget. Nanti si Sam bakal kelamaan kalau harus nungguin aku juga, aku bisa pulang sendiri nanti," potong Ester cepat.

Clarissa meneliti raut wajah Ester yang mendadak tegang itu, awalnya ia heran dengan sikap sang puan hari ini yang sedikit aneh. Namun karena tak ada hal yang salah, ia tak bisa membenarkan asumsinya sendiri.

"Ya udah deh, kalau gitu aku tinggal pulang sekarang. Kabarin ya kalau udah sampe rumah. Kalau perlu pap, biar aku percaya!"

Dengan anggukan cepat Ester mengiyakan. Sahabat dengan kekasihnya itu tak lama langsung pulang meninggalkan apartemen Damian dan menyisakan mereka berdua saja di sana. Jika saja bukan karena ingin memulihkan diri terlebih dahulu sebelum memberanikan diri pulang ke rumah, Ester juga tak bisa berada di sana terlalu lama.

"Ngapain liatin begitu?" tanyanya ketus saat mendapati kedua tatap mata Damian yang sedang terarah ke arahnya.

"Kalau butuh bantuan itu bilang, gak usah sok-sokan bisa sendiri," katanya yang lebih tepatnya untuk mencibir Ester.

"Dih, emang aku bisa sendiri kok. Ngapain julid?"

Damian menaikkan kedua alisnya dan tersenyum miring kemudian. Lantas ia melenggang pergi membiarkan Ester sibuk sendiri di depan pantulan cermin yang ada di sebelah dapur untuk berusaha merias lehernya yang penuh dengan kissmark itu, agar bisa tersamarkan menggunakan make up ala kadarnya yang selalu ia bawa dalam tas kecilnya.

One Night Sleep Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang