BAB 1

87.4K 5.1K 138
                                    

Mata gadis itu terpejam dengan keringat dingin yang terus membasahi wajah hingga lehernya. Tubuhnya pun beberapa kali menggeliat tak nyaman. Hingga tiba-tiba ia terjatuh dari ranjang dan membuat matanya langsung terbuka.

Ellena memegang lehernya dengan panik. "Kenapa aku masih hidup?"

Seingatnya, ia sudah mati di tangan Erland. Walaupun tebasan Erland dalam hitungan detik dan tidak ia prediksi. Tapi ia tau kalau dirinya akan mati.

Tapi kenapa saat ini terasa berbeda?

"Astaga, tuan putri!"

Yura segera berlari menghampiri Ellena, kemudian membantu gadis yang sedang melamun itu agar duduk di ranjang. "Kenapa anda–"

"Aku dimana?"

"Di istana."

"Istana mana?"

"Asteria, putri."

"Hah?! Bagaimana bisa?!"

"Tentu bisa, kan anda memang tinggal disini."

Ellena memegangi kepalanya yang tiba-tiba berdenyut. "Tolong tinggalkan aku sendiri."

"Baik, putri."

Setelah Yura pergi, Ellena berjalan menuju balkon. Matanya seketika terbelalak menatap pemandangan di depan sana. Ia sungguh berada di kerajaan Asteria.

"Entah memang aku mengalaminya atau hanya sekedar bermimpi buruk. Tapi kejadian itu terasa sangat nyata. Aku akan menjadikannya sebagai petunjuk agar tidak melakukan kesalahan yang sama."

Tangan Ellena beralih memegang pinggiran balkon. "Aku tidak akan menikah dengan Erland, bahkan jika perlu aku tidak akan menikah sampai akhir hayat."

Tok tok tok

"Masuk!"

Pintu kamar terbuka, tapi Ellena memilih tak melihatnya karena ia sudah tau siapa yang datang.

"Maaf mengganggu waktu anda, putri. Tapi Duke Erland datang kesini untuk menemui anda."

Ellena berdecih tanpa suara. Sayang sekali ia harus hidup kembali disaat sudah mengenal Erland. Tapi tenang, dirinya tidak akan sebodoh dulu lagi.

Ellena menoleh pada Yura dengan tatapan berbinar. "Benarkah?" Ia harus bersikap seolah-olah mencintai pria itu sebelum menghempaskannya.

"Bantu aku bersiap. Aku ingin terlihat cantik di depan Erland."

Yura tersenyum. "Baik, putri."

•••••

"Kau sangat cantik, putri Ellena."

Dengan tangan gemetar, Ellena menerima bunga pemberian Erland. Bohong jika ia mengatakan tidak takut pada Erland. Pria yang dengan sekali tebasan bisa memotong lehernya itu kini berdiri di depannya.

"Terima kasih, Duke."

"Maukah anda menemani saya berjalan-jalan?"

Ellena melirik sang ayah yang terlihat acuh tak acuh dengan interaksi keduanya. Dalam diam, Ellena tersenyum kecut. Memangnya apa yang harus ia harapkan dari Raja Arion? Bahkan menatapnya saja pria itu enggan.

"Putri Ellena?" Panggil Erland karena tak kunjung mendapat balasan.

Ellena sedikit tersentak. Tapi kemudian dirinya mengangguk pasrah. Ia langsung memikirkan rute perjalanan yang banyak dilalui orang-orang. Setidaknya jika Erland melakukan tindakan kasar padanya, banyak yang akan menjadi saksi.

Distopia in the Moonlight (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang