Kaki Ellena sudah diperban dan luka di tangan Xavier sudah diobati. Keduanya kini sedang terbaring di ranjang dengan posisi Xavier memeluk tubuh Ellena. Pria itu tertidur setelah diobati Hendrik.
Ellena menunduk, menatap Xavier yang menyembunyikan wajah dilehernya. Hembusan napas pria itu membuat Ellena geli. Apalagi bau alkohol yang menyeruak membuat Ellena tambah tidak nyaman.
Ellena menjauhkan dirinya dengan hati-hati. Percobaan pertama gagal karena Xavier malah mengeratkan pelukannya. Beberapa kali mencoba, akhirnya pelukan pun terlepas. Ellena langsung mengusap kepala Xavier saat pria itu terlihat tidak nyaman dalam tidurnya.
Gadis itu sudah berdiri di samping ranjang dan berniat untuk kabur. Tetapi melihat botol yang masih berisikan alkohol membuatnya mengurungkan niat.
"Apa aku boleh mencobanya?" Tanya Ellena sambil melirik Xavier.
"Tentu, Elle. Apa yang tidak untukmu." Lanjutnya menirukan gaya bicara Xavier.
"Aaaa kau romantis sekali, paman tua." Tangan Ellena spontan memukul pipi Xavier. Hal itu membuat Xavier terusik, tetapi Ellena kembali mengelus kepalanya. Beruntung Xavier tak jadi bangun.
Ellena duduk di tepi ranjang. Ia menatap botol di tangannya, kemudian menghirup baunya. "Apa ini enak? Baunya sangat meragukan." Tetapi otak Ellena tidak sejalan dengan perbuatannya. Gadis itu langsung meneguknya sampai habis. Bahkan ia sampai cegukan.
Mata Ellena berbinar merasakan hal aneh yang mengalir di tenggorokannya. Ia ingin merasakannya lagi, tetapi rasa pusing tiba-tiba melanda. Entah kenapa ia merasa benda-benda dihadapannya menjadi kembar.
"Astaga." Ellena membekap mulutnya sendiri. Kemudian gadis itu terkekeh sambil menusuk-nusuk pipi Xavier. "Kenapa wajah Xavier ada dua?"
Xavier yang merasa terusik pun membuka mata. Hal pertama yang ia lihat adalah wajah Ellena yang sangat dekat dengannya. Seketika bau yang tidak asing itu menyapa indra penciuman Xavier.
"Kau meminumnya, Elle?" Tanya Xavier panik. Ia mulai sadar dari mabuk, tapi sekarang malah giliran Ellena yang mabuk.
"Kenapa?!" Ellena tiba-tiba berdiri sambil berkacak pinggang. "Kau mau marah hah?!"
Xavier langsung bangkit dan menuntun Ellena untuk kembali duduk. Pria itu berjongkok didepan Ellena.
"Jangan meminumnya lagi ya? Nanti kepalamu pusing." Ucap Xavier sambil mengelus lembut kepala Ellena.
Ellena mengangguk lucu. Tapi berbeda dengan tangannya yang berusaha menggapai botol di tangan Xavier.
Pria itu menjentikkan jari dan seketika kamar yang tadinya berantakan mulai kembali rapi. Bahkan botol-botol minuman yang masih terisi penuh entah menghilang kemana.
"Tidur ya?" Xavier membaringkan tubuh Ellena dengan hati-hati. Tetapi gadis itu malah kembali bangun sambil terus menggeleng.
"Tidak mau tidur."
Xavier menghela napas lelah. "Lalu Ellena mau apa hm?" Tanyanya dengan sabar.
Ellena menunjuk wajah Xavier.
"Kau menginginkanku?" Tanya Xavier yang diangguki oleh Ellena. Hal itu membuat Xavier merasa gemas dan langsung menghujani wajah Ellena dengan kecupan-kecupan singkat. "Aku sudah jadi milikmu, sayang."
Xavier kembali membaringkan tubuh Ellena. Kali ini tak ada pemberontakan. Gadis itu sangat penurut dan membuat Xavier sedikit curiga. Namun Xavier tak ingin terlalu banyak berpikir. Ia pun membaringkan tubuhnya disamping Ellena.
Baru saja tenang, Xavier kembali dibuat terkejut saat Ellena tiba-tiba mengecup bibirnya. "Aku mau ini." Gadis itu langsung naik ke atas tubuh Xavier, mengukung tubuh kekar itu dibawahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Distopia in the Moonlight (TAMAT)
FantasyTak pernah terbayang di benak Ellena jika ia akan hidup kembali setelah dibunuh oleh suaminya hanya karena menghina selingkuhan pria itu. Ia pun bertekad untuk tidak mengulangi hal yang sama di kehidupan keduanya. Tapi bagai keluar dari kandang hari...