Xavier mengajak Ellena ke perpustakaan istana. Pekerjaannya memang sudah menumpuk, tapi apa gunanya Carlos jika tidak ia manfaatkan?
Pria itu tertawa saat melihat Ellena kesulitan mengambil buku di rak yang lumayan tinggi. Tidak terlalu tinggi sih sebenarnya, tapi emang Ellena saja yang pendek.
Xavier membantu mengambilnya. Namun ia tak langsung menyerahkannya, melainkan meletakkan buku tersebut di atas kepala Ellena dan membuat gadis itu kesal. Xavier pun kembali tertawa.
"Kau sangat menyebalkan!" Setelah mengatakan itu, Ellena memilih pergi mencari tempat duduk. Terlalu banyak rak buku tinggi hingga membuat tempat duduk tidak terlihat.
Xavier hanya mengekor kemana gadis itu pergi tanpa berniat memberi tahu dimana tempat duduk. Setiap kali gadis itu berdecak kesal, disitulah tawa Xavier kembali muncul.
Akhirnya Ellena menemukan tempat duduk. Ia langsung menendang kursi disebelahnya agar Xavier tidak duduk disana. Namun pria itu lebih dulu menahan kursinya dan meletakkan kembali di tempat semula.
Ellena tidak terlalu peduli karena kini ia fokus membaca. Tapi lagi-lagi pria itu mengganggunya dengan membuka lembaran buku yang telah Ellena baca. Begitu saja terus sampai Ellena memberikan delikan tajam yang membuat Xavier langsung menghentikan aksinya.
Namun ternyata aksi Xavier tak hanya sampai disitu. Pria tersebut kini menatap Ellena dengan posisi kepala miring ke arahnya yang diletakkan diatas lipatan tangan.
Xavier hanyut dalam pikirannya sendiri. Entah kenapa hatinya merasa tidak rela mengingat satu Minggu lagi Ellena akan kembali ke Asteria. Walaupun hanya untuk satu bulan, istana-nya pasti tidak akan seramai ketika ada Ellena.
"Ada apa denganmu?" Tanya Ellena.
Xavier terkejut saat jari telunjuk Ellena menusuk pipinya. Pria itu langsung terbangun sambil berdehem canggung.
"Ellena."
"Iya?" Jawab Ellena tanpa menatap Xavier.
"Bisakah kau tidak usah kembali ke Asteria? Maksudku.... maksudku bukan tidak kembali, tapi maksudku itu nanti saja."
Ellena menatap Xavier yang sekarang terlihat gugup. "Kau takut merindukanku ya?"
"Tidak!"
"Baiklah, baiklah. Aku percaya..."
Ellena memilih menyudahi perdebatan mereka. Karena ia tidak mau menggoda Xavier lebih jauh. Ellena takut dirinya terlalu percaya diri, padahal mungkin Xavier hanya tidak ingin kesepian.
Tapi beberapa saat kemudian, Ellena baru mengingat satu hal.
"Apa aku boleh membawa Levi?"
"Tidak!"
Ekspresi Ellena berubah murung. "Kenapa?"
"Aku tidak percaya kau bisa mengurusnya."
Padahal dalam hati Xavier malah sebaliknya.
'Jika Levi ikut pergi maka tak ada alasan untukmu merindukan tempat ini.'
Ellena berpikir sejenak, kemudian mengangguk. "Kau benar, aku terlalu ceroboh."
"Tapi jika kau takut merindukan Levi, tetap disini saja. Lagipula disini kau makan enak dan bisa tidur sepuasnya. Jadi tidak ada ruginya untuk tinggal disini selamanya, bukan?"
Ellena kembali berpikir. "Kau benar juga."
Senyum Xavier seketika mengembang.
"Hasutan setan memang hebat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Distopia in the Moonlight (TAMAT)
FantasyTak pernah terbayang di benak Ellena jika ia akan hidup kembali setelah dibunuh oleh suaminya hanya karena menghina selingkuhan pria itu. Ia pun bertekad untuk tidak mengulangi hal yang sama di kehidupan keduanya. Tapi bagai keluar dari kandang hari...