Xavier memakan sarapan dengan lahap. Hal itu membuat para juru masak kebingungan. Pasalnya, majikan mereka jarang sekali menghabiskan makanan. Baru kali ini mereka melihat Xavier makan selahap itu.
Xavier sendiri merasa makanan kali ini berbeda dari hari-hari biasanya. Seperti ada daya tarik tersendiri. Padahal aslinya emang lagi laper aja si Sapi.
Pria itu menatap makanan yang masih tersisa di depannya. Jujur saja perutnya masih lapar tapi ia gengsi untuk menambah lagi karena banyak sekali orang yang memperhatikannya.
Ellena yang peka langsung mengambil piring Xavier dan menambah makanan pria itu.
"Apa yang kau lakukan?!" Tanya Xavier tidak terima. Padahal dalam hati menggerutu karena Ellena menambahkannya kurang banyak.
"Makanan ini masih tersisa banyak. Kasihan mereka yang sudah membuatnya jika tidak kau habiskan."
"Ck! Sebenarnya aku sudah kenyang. Tapi gara-gara ulahmu terpaksa aku harus menghabiskannya."
Ellena terkekeh melihat salah satu sudut bibir pria itu terangkat. Terlihat jelas kalau ia bahagia bukan terpaksa.
Tak lama kemudian, mereka selesai menyantap sarapan. Ellena menatap Zion– koki istana yang kemarin berbincang dengannya, kemudian mengacungkan dua ibu jarinya pada pria itu. Gerakan tersebut diikuti oleh Xavier dengan ekspresi mengejek.
Ellena berdecih, sebaliknya Xavier justru terkekeh.
"Setelah ini, aku akan pergi ke Dukedom Patrice. Mungkin sedikit lama. Jika kau bosan minta saja bibi Luna mengajakmu jalan-jalan atau mungkin ada kegiatan lain yang ingin kau lakukan?" Tanya Xavier dan diangguki oleh Ellena.
"Kegiatan apa?" Tanya Xavier lagi. Ia sedikit tak percaya, akhirnya Ellena berhenti hiberna–
"Tidur."
Masih ternyata.
"Tubuhmu akan mudah lelah jika tidur terus menerus. Lebih baik kau memanfaatkan waktu untuk kegiatan lain." Ucap Xavier.
"Malas."
Xavier menggeleng takjub. "Astaga, baru kali ini aku menemukan putri kerajaan yang pemalas."
"Tidak apa-apa." Ellena menaik turunkan alisnya, "Menjadi berbeda itu bagus agar bisa selalu diingat olehmu kapan pun dan dimana pun."
Xavier berlagak ingin muntah. "Dalam mimpimu!"
"Aishh... Bagaimana kau bisa tau aku selalu memimpikanmu? Apa kau juga memiliki kekuatan membaca pikiran orang lain? Oh tidak! Aku ketauan." Ellena meremas rambutnya, dramatis.
Xavier langsung menyentil dahi Ellena. "Jauhkan aku dari pikiran kotormu, nona kecil."
"Kecil? Aku sudah besar, Xavier!"
Mata Xavier membola saat Ellena tiba-tiba berdiri tepat dihadapannya. Ia langsung membuang muka ke arah lain, berusaha menyembunyikan semburat merah di pipinya.
"Apa yang kau bicarakan? Bersihkan otakmu itu, Ellena."
"Bagaimana cara membersihkannya?" Ellena mengambil tangan Xavier lalu diusapkan ke kepalanya sendiri.
"Apakah seperti ini?" Goda Ellena.
Xavier segera menarik tangannya dan menyembunyikan di balik punggung. Ia berdiri dengan wajah gugup.
"Aku pergi." Ucap Xavier tanpa menatap Ellena. Pria itu pergi begitu saja melewati Ellena.
"XAVIER!"
Langkah Xavier terhenti. Ia berbalik badan, memaksa wajahnya menunjukkan ekspresi biasa saja walau sedikit sulit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Distopia in the Moonlight (TAMAT)
FantasiTak pernah terbayang di benak Ellena jika ia akan hidup kembali setelah dibunuh oleh suaminya hanya karena menghina selingkuhan pria itu. Ia pun bertekad untuk tidak mengulangi hal yang sama di kehidupan keduanya. Tapi bagai keluar dari kandang hari...