"Apa Xavier ada di dalam?"
William– kepala ksatria dan Hendrik– tabib kerajaan, saling menatap satu sama lain. Keduanya serempak kembali menatap makhluk yang lebih mungil dari mereka itu dengan tatapan heran.
"Yang Mulia sedang membersihkan diri, putri." Jawab Carlos yang baru saja datang.
"Kalau dia sudah selesai, tolong katakan padanya aku menunggu di kamar."
Carlos mengangguk, ia pun memperhatikan kepergian Ellena sampai gadis itu tak terlihat lagi.
William yang melihat itu tak bisa menahan kegemasannya. "Astaga, masih pagi sudah main kamar-kamaran saja."
Carlos berdecih sinis. "Lajang dilarang iri!"
"Apa selera Yang Mulia memang seorang anak kecil?" Tanya Hendrik pada Carlos.
"Usia putri Ellena sudah hampir 20 tahun. Itu artinya dia bukan anak kecil lagi."
"Tetapi tubuhnya sangat mungil dan menggemaskan." Tambah Hendrik lagi.
"Siapa yang menggemaskan?"
Ketiganya sontak menoleh ke pintu kamar yang entah kapan sudah dibuka. Seorang pria dengan rambut yang sedikit basah menatap ketiganya dengan tajam seolah siap membunuh kapan saja.
Tubuh mereka langsung gemetar melihat tatapan penuh permusuhan yang ditunjukkan sang raja.
"William." Jawab Hendrik asal-asalan. "Wi- william sangat menggemaskan, Yang Mulia. Benar bukan, Carlos?"
William langsung menepis tangan Hendrik yang hendak merangkulnya. Tangannya sudah mengepal di udara, siap melayangkan tinju pada wajah tampan Hendrik.
Xavier memilih tak menggubris keduanya. Ia pun beralih menatap Carlos. "Tadi ku dengar ada suara Ellena. Kemana dia?"
"Tadi putri Ellena berpesan agar anda menemuinya di kamar, Yang Mulia."
Xavier berdehem canggung saat William dan Hendrik memberikan tatapan menggoda. Jika kata wikwiw sudah ada di zaman itu, sudah pasti mereka akan mengatakannya sampai Xavier tersipu malu.
"Telinga anda memerah, Yang Mulia." Ucap William yang pertama kali sadar.
"Pipi anda juga sama." Tambah Hendrik.
Xavier memegang telinga dan pipinya secara bergantian. Memang terasa panas sekarang.
"Jangan berpikir macam-macam!" Ucap Xavier sebelum berlalu meninggalkan mereka sambil menutupi telinganya.
•••••
Xavier masuk ke kamar Ellena setelah dipersilakan gadis itu. Di balkon kamar, ada Ellena yang menunggunya sambil tersenyum. Gadis itu melambaikan tangan agar Xavier mendekatinya.
"Lain kali langsung masuk ke dalam saja. Jangan menyampaikannya pada Carlos. Apalagi jika ada William dan Hendrik disana."
"Aku takut tidak sopan."
"Kau calon istriku."
Ellena tersenyum mendengarnya. Walaupun mereka baru saling mengenal, Xavier sangat menghargainya. Padahal dari awal Ellena selalu bersikap kasar. Ia jadi merasa bersalah karena sudah menuduh Xavier adalah orang jahat.
"Ada yang mengganggu pikiranmu?" Tanya Xavier.
"Ada, tapi bukan masalah yang terlalu besar."
"Katakan saja."
Ellena menatap Xavier dengan ragu. "Aku tiba-tiba berpikir tentang pernikahan kita. Kapan itu akan terjadi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Distopia in the Moonlight (TAMAT)
FantasyTak pernah terbayang di benak Ellena jika ia akan hidup kembali setelah dibunuh oleh suaminya hanya karena menghina selingkuhan pria itu. Ia pun bertekad untuk tidak mengulangi hal yang sama di kehidupan keduanya. Tapi bagai keluar dari kandang hari...