1
Setiap kali ruangan itu ditutup, Kenanga akan merasakan hawa yang semakin mengerikan. Tiga siswi SMA yang tak lain adalah teman-temannya sejak dia duduk di bangku kelas X, telah menjadi perundung Kenanga. Hanya beberapa bulan saja Kenanga berteman baik dengan mereka bertiga, lalu semua berubah sejak Sheila mendapati kalung berharga miliknya di dalam tas Kenanga.
Mimpi buruk dimulai sejak saat itu. Padahal Kenanga difitnah entah siapa.
Sheila yang menjadi teman sebangkunya lagi di kelas XI. Pun dengan Ria dan Safira yang kembali berada di kelas yang sama dengannya. Mereka tak melepaskan Kenanga begitu saja. Tak membiarkan Kenanga mencari teman baru. Tak mereka biarkan Kenanga hidup dengan nyaman. Setiap hari selalu menjadi mimpi buruk dan Kenanga tak punya siapa pun untuk berbagi cerita dan memintai tolong.
"Lepasin!" Kenanga berusaha berontak meski dia tahu akan selalu berakhir gagal. Ria dan Safira yang akan selalu memegang kedua lengannya dengan paksa. Mata Kenanga memanas saat Sheila mengarahkan kamera ponselnya pada Kenanga yang kemeja dan baju dalamnya telah dilucuti. Atasan Kenanga saat ini hanyalah bra yang membuatnya terlihat menyedihkan. "Gue mohon jangan!"
"Ini karena lo nyuri pensil kesayangan gue lagi."
"Gue hikss... gue nggak lakuin itu! Gue huk berani sumpah!" seru Kenanga, lirih. Kedua lengannya sakit karena Ria dan Safira tak lagi hanya sekadar memegangnya, tetapi menarik lengannya.
"Terus, kenapa pensil kesayangan gue ada di tas lo lagi? Dasar." Sheila tersenyum kecil. "Itu artinya lo nggak takut dengan ancaman gue setahun lalu? Gue masih baik, ya, sampai sekarang nggak nyebarin foto lo yang cuma pake BH doang waktu kelas satu. Karena lo dengan nggak tahu dirinya nyuri lagi, gue harus ngambil foto lo lagi. Duh."
Sheila berdecak sambil berdiri setelah sebelumnya dia hanya berjongkok di depan Kenanga yang terduduk lesu. "Lagian kenapa sih suka nyuri? Ngomong-ngomong bra lo cuma satu apa? Warnanya hitam. Sama dengan foto dulu."
Sheila menggulir layar ponselnya, mengamati foto-foto Kenanga yang dia ambil sekitar setahun yang lalu. "Nggak sekalian lo curi aja di jemuran tetangga lo? Beli BH aja nggak bisa. Semiskin apa sih lo? Lo juga selalu pulang jalan kaki. Pasti rumah lo di tempat kumuh. Pantesan aja sih. Miskin si tukang nyuri."
"Pffft!" Ria dan Safira menahan tawa.
Dengan tubuh bergetar, Kenanga hanya bisa menunduk sambil menangis. Dia tak bisa melakukan apa pun. Bahkan untuk mencoba melapor ke guru saja, Sheila akan selalu mengetahui gerak-geriknya dan mengancam untuk menyebarkan foto-foto Kenanga.
Sheila melirik Kenanga sambil menggigit bibir pelan. Telunjuk Sheila menyentuh kening Kenanga yang tertutupi poni, lalu mendorongnya dengan sekuat tenaga hingga Kenanga tersentak dan mendongak dengan leher sakit.
"Coba jawab. Kenapa lo selalu nyuri semua yang gue punya? Lo pengin jadi gue?" tanya Sheila.
Ria mengangguk. Cewek berbehel itu menunduk, menatap Kenanga yang kembali tertunduk lesu. "Wajar, sih, Shei. Sejak dulu dia kelihatan pengin nyaingin lo. Aneh banget ini anak kenapa terobsesi sama lo, ya?"
"Ngapain gue terobsesi sama cewek kayak dia?" gumam Kenanga dan detik setelah dia menyelesaikan kalimatnya, sebuah tamparan melayang di pipi kirinya, membuat kepalanya tertoleh ke samping.
Sheila mengepalkan tangannya yang terlihat memerah. Bahunya naik turun. Terlihat berusaha untuk menahan emosi. "Dasar. Nggak tahu diri. Beraninya lo ngomong gitu?"
Perih.... Kenanga berusaha untuk tidak menangis meski matanya kembali berkaca-kaca. Dia masih saja tertunduk lesu. "Tolong lepasin.... Gue mau pakai baju," bisiknya. "Please...."
"Ini yang gue nggak suka dari Kenanga." Safira menampar pelan kepala belakang Kenanga. "Lo tuh terlalu menye-menye. Bikin kesel aja kalau gue lihat lama-lama."
"Bener, sih, kata lo. Dia diem aja bikin gue kesel. Nggak tahu kenapa," tambah Ria.
Kenanga hanya bisa terdiam. Dia menjadi seperti ini, tak bisa membela dirinya sendiri, karena tertekan dan tersiksa oleh tiga teman yang memperlakukannya dengan baik jika ada orang lain, tetapi menyiksanya seperti ini jika hanya ada mereka berempat.
Sheila mengambil baju dalam dan kemeja putih yang tergeletak di lantai berdebu, lalu dia lemparkan ke wajah Kenanga. "Cepetan pakai. Kalian lepasin dia."
Ria dan Safira dengan cepat melepaskan pegangan mereka di tangan Kenanga, lalu sama-sama menghampiri Sheila yang duduk di meja. Mereka masing-masing duduk di samping Sheila sambil mengintip ponsel Sheila yang sedang merekam Kenanga yang sedang mengenakan pakaian dengan tubuh gemetar..
Kenanga tahu dirinya direkam, tetapi dia tak bisa protes. Protes hanya akan membuatnya disiksa lebih lama lagi. Untuk saat ini diam adalah hal yang lebih baik.
Dia berdiri sambil menunduk dan mengusap lengannya yang gatal. Debu di gudang ini membuat kulitnya sensitif.
"Ayo." Sheila menghampiri Kenanga dan merangkulnya, memaksanya untuk berjalan dengan cepat. "Duh, lelet!" serunya sembari mencubit paha Kenanga yang membuat Kenanga meringis kesakitan.
Ria dan Safira hanya tertawa melihat keakraban palsu mereka.
***
🔥
a.n: selamat datang di cerita baru lagii
Informasi: untuk tahu cerita ini ada kaitannya dengan cerita lain atau tidak, bisa cek tentang/perihal di profil akun ini.
catatan lainnya:
udah lama nggak nulis cerita ringan. walaupun kali ini masih tema perpindahan jiwa setelah nyelesaiin make them fall in love with you
aku langsung up 4 part
semoga sukaa
love,
s
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Times
Teen FictionKenanga yang pendiam, pemalu, lemah, selalu dirundung oleh teman sebangkunya yang bernama Sheila tiba-tiba menjadi sosok yang tak tahu malu, pembuat masalah, jago bela diri, dan tak tanggung-tanggung memukul siapa pun yang melukai dirinya. Sadewa ya...