7
Seberapa keras pun usaha Sadewa dalam mengingat ingatan lama, tak ada yang berhasil sedikit pun kecuali hal-hal mendasar tentang dirinya bahwa dia adalah seorang cowok.
Namanya juga harusnya bukan Kenanga, tetapi Sadewa. Namun, entah bagaimana dia berakhir seperti ini. Teori yang paling jelas dia dapatkan—dari otak kosong, ah tidak, otaknya bukan lagi otak kosong karena milik Kenanga—adalah jiwanya memasuki tubuh seorang cewek bernama Kenanga.
Dia harus pergi ke rumah yang tak dikenalinya. Kedua orang tua di rumah itu yang merupakan orang tua Kenanga, dia panggil Mama dan Papa bukan Mami dan Papi seperti yang ada di ingatan kecil Sadewa. Seseorang yang katanya Mama dari Kenanga adalah tipe tak peduli pada anak sendiri. Papa Kenanga juga hanya sekadar menanyakan kabarnya, lalu tak lama kemudian Mama dari Kenanga akan datang dan marah-marah.
Dilihat bagaimana pun, perlakuan orang tua Kenanga kepada Kenanga sungguh buruk. Kenanga tak dipedulikan bahkan jika dia meninggal atas percobaan bunuh diri yang Kenanga lakukan.
Mantap. Sadewa tersenyum lebar. Orang tua Kenanga tak peduli dan itu artinya Sadewa bisa bebas tak pulang ke rumah dan bermain sepuasnya di luar sana! Meski saat ini dia berada di tubuh perempuan, tetapi bukan berarti dia tak akan melakukan apa pun yang biasa dia lakukan, kan? Eh, tapi apa yang biasa dia lakukan, ya? Sepertinya kabur dari rumah untuk bermain dengan teman-temannya.
Hm, soal teman, nanti dia cari tahu.
Setelah turun dari motor matic Keenan di parkiran siswa, Sadewa langsung berjalan seperti biasanya. Angkuh bagai preman. Mulut sedikit maju dengan kepalanya yang sedikit mengangguk melihat keadaan sekitar. Hanya saja, dia berada di tubuh seorang cewek yang membuatnya terlihat aneh.
Siswa-siswi menatapnya sejak dia melewati gerbang sekolah. Akan tetapi, yang Sadewa perhatikan hanya siswi-siswi bening yang saling berbisik sembari melihatnya. Sadewa mendekati sebuah perkumpulan siswi yang terdiri dari lima orang. Mereka terlihat terkejut saat Sadewa datang. Sadewa bersandar di sebuah pilar koridor, mulai menebar pesonanya. Lupa dia berada di tubuh seorang cewek berkulit pucat dan berambut panjang.
"Hai, lagi bahas apa?" Dia mengusap rambutnya, poninya naik dan sebagian tak bisa turun, membuat rambutnya malah terlihat berantakan. Dia lupa rambutnya itu rambut cewek, bukan rambut dengan jambul kesayangan.
Mereka tertawa canggung. "Ahaha, lagi bahas lo. Syukur lah lo kelihatan baik-baik aja...," balas salah satu dari mereka.
"Wah, iya, dong." Cowok itu berdeham saat menatap cewek yang terlihat paling manis. "Hai," sapanya sok keren.
"H—hai...." Cewek yang dia sapa tersenyum canggung.
"Boleh kenalan?" Sadewa mengedipkan mata, membuat orang-orang di sekitarnya yang memperhatikan sejak tadi, jadi melongo. "Nama gue Sadewa."
"Dia kenapa, sih?" Seseorang berbisik.
Sadewa mendengarnya, lalu cowok itu berdeham. "Maksud gue, gue Kenanga." Dia menurunkan kembali tangannya. "Jadi, nggak mau kenalan sama gue, nih? Duh jadi malu."
"Kenanga!" teriak Keenan dari jauh. "Lo jalan ke mana? Sini gue anter ke kelas lo."
"Gue pergi dulu, ya, cewek-cewek cantik." Sadewa melangkah pergi meninggalkan cewek-cewek itu setengah hati. Dia mengangkat tangannya pada Keenan. "Hai, Bro!"
Keenan menepuk jidat. Dia sudah terbiasa dengan segala hal random yang Kenanga lakukan sejak siuman.
Keenan langsung menggenggam tangannya ketika berada di dekat cowok itu. Sadewa sontak menepis. "Heh, lo gue kasih tahu berapa kali jangan genggam-genggam kayak gitu. Jijik."
Keenan menatapnya sedih.
Sebagai gantinya, Sadewa merangkul pundak Keenan meski dia harus jalan jinjit. "Rangkul gue kayak gini nggak apa-apa, Bro!"
Tak heran jika Keenan sedih atas penolakan Kenanga karena pasti cowok itu menyayangi Kenanga. Sadewa tak bisa bersandiwara untuk hal-hal seperti ini. Dia tak mau bergandengan tangan mesra dengan cowok.
Mereka sedikit terlambat saat berangkat karena Sadewa yang terlambat bangun. Padahal Keenan sudah akan meninggalkannya karena mau membiarkan Sadewa istirahat satu hari lagi di rumah, tetapi tiba-tiba Sadewa bangun karena tak ingin ketinggalan hari pertamanya bertemu cewek.
Sadewa juga tak tahu mengapa begitu antusias dengan sekolah Kenanga. Ada sebuah ingatan yang mensugestinya bahwa sekolah Kenanga berisi banyak cewek.
"Ini kelas lo." Keenan berhenti di depan sebuah kelas di mana sudah lumayan banyak murid yang datang. "Ayo gue anter ke bangku lo."
Sadewa melepaskan rangkulannya dari Keenan, lalu berhenti di depan meja pertama yang paling dekat dengan pintu.
Cewek cantik, cuy.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Times
Teen FictionKenanga yang pendiam, pemalu, lemah, selalu dirundung oleh teman sebangkunya yang bernama Sheila tiba-tiba menjadi sosok yang tak tahu malu, pembuat masalah, jago bela diri, dan tak tanggung-tanggung memukul siapa pun yang melukai dirinya. Sadewa ya...