by sirhayani
part of zhkansas
31
Sadewa akhirnya bisa mengendarai motor setelah sekian lama meski hanya berputar-putar di area parkir minimarket. Kemunculan Keenan membuat Sadewa segera menurunkan ban depan motor kakak Kenanga itu. Ekspresi marah, bingung, dan bercampur khawatir tergambar di wajah Keenan. Sadewa menarik pelan gas motor, lalu mengarahkan motor yang dikendarainya itu ke depan tangga teras minimarket.
Keenan berhenti di samping motor setelah mengelilingi halaman parkir karena Sadewa mengusulinya. "Lo...." Cowok itu memandang Kenanga tak habis pikir. "Ngapain, huh?"
Sadewa turun dari motor sambil menaruh jari kelingking kirinya di lubang hidung kiri. Dia mengalihkan tatapannya dari Keenan. "Lagi main bentar."
Keenan berdecak, lalu menarik pergelangan tangan Sadewa sementara tangan satunya menarik kunci dari motor. Cowok itu naik ke teras, mendudukkan Sadewa dengan paksa. Karena mengerti bahwa apa yang Sadewa lakukan adalah sebuah kesalahan, Sadewa menurut dengan baik.
Keenan duduk di kursi yang berhadapan dengannya dan mulai menginterogasi. "Gue tahu banget lo kayak gimana. Gimana mungkin lo bisa kendarain motor? Mana angkat ban segala...."
Sadewa menggaruk pelipisnya. "Insting."
Keenan menunduk dan mengusap rambutnya ke atas. Dia terlihat frustrasi. "Sejak lo siuman, lo makin aneh.... Apa yang terjadi barusan itu yang paling aneh." Keenan mengangkat kembali wajahnya. Kini bersitatap dengan Sadewa. "Gue .... hah!" Keenan menghela napas kasar. "Mustahil."
Sadewa juga bingung harus menjelaskan seperti apa. Keenan sendiri yang bilang kalau dia tahu betul bagaimana Kenanga. Mustahil cewek yang tak pernah belajar motor, tiba-tiba bisa mengendarai motor sambil mengangkat ban depan. Sadewa tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mengendarai motor. Meskipun dia kecelakaan saat mengendarai motor, tetapi cowok itu tidak trauma sama sekali. Justru rindu mengendarai motor dan keliling kota.
"Intinya gue bisa, kan?" tanya Sadewa, lalu bersandar di kursi. Dia menepuk dadanya dua kali. "Gue ini jenius. Langsung bisa praktek dengan cuma lihat orang lain sekali."
Keenan tak mengatakan apa-apa. Sepertinya kakak Kenanga itu masih shock. Sadewa menggoyangkan telapak tangan kanannya di depan wajah Keenan. "Lupain aja, lah. Sekarang gimana? Mau pulang?" Sadewa mengambil air mineral botol yang masih tersegel di atas meja, lalu meminumnya hingga tersisa setengah.
"Yap, pulang. Perasaan gue nggak enak. Gimana kalau Mama tiba-tiba bangun?" tanya Keenan pelan.
Sadewa mengangguk-angguk. "Mungkin aja, kan?" Jika Mama Kenanga bangun dan mengetahui Keenan dan Kenanga pergi dari rumah, pasti Mama akan khawatir berat pada Keenan dan menyalahkan Kenanga dengan segudang alasan.
Tidak adakah yang bisa Sadewa lakukan untuk Kenanga sebelum dirinya dan Kenanga kembali ke tubuh masing-masing? Andai saja dia bisa membuat Mama Kenanga berubah jadi ibu yang lebih baik untuk Kenanga, tetapi entah kenapa terdengar mustahil.
"Gini." Cowok itu memperbaiki duduknya, menatap Keenan dengan serius. "Gue pengin buat Mama berubah cara pandangnya ke gue. Gue pengin buat Mama berubah!"
"Nggak bisa...." Keenan menunduk lesu. "Kalau bisa, udah dari dulu Mama berubah karena usaha gue yang nggak cuma sekali dua kali." Kakak Kenanga itu menatap Sadewa lagi. "Di dunia ini, seseorang nggak selamanya bisa ubah sifat orang lain. Cuma ada dua pilihan, mengubah orang itu jadi baik supaya kita nyaman di dekatnya atau tinggalkan dia..., tapi nggak mungkin juga kan kita ninggalin ibu yang udah lahirin kita ke dunia ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Times
Ficção AdolescenteSELESAI ✔️ Kenanga yang pendiam, pemalu, lemah, selalu dirundung oleh teman sebangkunya yang bernama Sheila tiba-tiba menjadi sosok yang tak tahu malu, pembuat masalah, jago bela diri, dan tak tanggung-tanggung memukul siapa pun yang melukai dirinya...