28

838 132 53
                                    

by sirhayani

part of zhkansas 

28

Kelima cowok dari sekolah lain itu berlutut di trotoar, tepat di depan Sadewa yang bersedekap. Karena berdiri di trotoar yang mana dekat dengan tepi jalan raya, ada banyak pengendara yang lewat. Rok Sadewa terkadang tersapu pelan oleh angin. Poninya yang selalu naik sebagian ke atas terkadang bergerak ke samping.

Tidak akan ada yang menyangka bahwa cewek yang terlihat rapuh itu telah membuat lima cowok babak belur sampai rela berlutut di depan umum. Siswi-siswi yang awalnya berjalan di trotoar sampai memutuskan untuk turun sebentar di tepi jalan karena Sadewa dan kelima cowok itu menghalau jalan mereka. Cewek-cewek itu sampai menoleh ketika mereka sudah melewati Sadewa dan kelima cowok itu hanya untuk memastikan bahwa mereka tidak salah lihat; lima cowok yang terlihat babak belur berlutut di depan cewek yang berdiri angkuh.

"Masih punya niat megang-megang gue?" tanya Sadewa, membentak sampai si pemimpin dari mereka yang dia ajak bicara tersentak kaget. Mereka bahkan tak bisa satu senti meter pun menyentuh tubuh Kenanga saat mereka berkelahi dengan Sadewa tadi. "Mentang-mentang gue kelihatan lemah begini, kalian remehin gue, ya." Sadewa geleng-geleng kepala sambil berdecak.

Kelima cowok itu merapatkan bibir mereka. Sadewa sudah memberi sebuah peringatan. Jika ada satu yang bicara dan menyela perkataan Sadewa, maka mereka semua akan mampus.

"Kalian lomba lari di sepanjang trotoar ini sampai ujung sana. Kalau gerak kalau gue bilang mulai. Siapa pun yang lari paling belakang bakalan gue kejar dan telanjangin di lampu merah. Balik badan cepat!" Kelima cowok itu berbalik dengan buru-buru. "Tiga, dua, satu, mulai!"

Mereka semua bangkit dan berlari dengan sekuat tenaga. Ada yang sampai terjatuh karena saling dorong. Sadewa geleng-geleng kepala. "Wah, ada yang pakai cara licik dengan ngorbanin temennya. Parah. Parah."

BRUUUM BRUM

Sadewa mengusap telinganya. Suara motor yang cukup banyak terdengar dari belakang. Sadewa menoleh dan membelalak penuh cinta melihat motor Abim di depan mata. Di belakang Abim, teman-temannya juga menghentikan motor mereka di tepi trotoar, memanjang ke belakang. Cowok berjaket mahal itu turun dari motornya dengan khawatir. Dia naik ke trotoar dan memegang kedua bahu Sadewa, menggoyangkannya.

"Lo nggak apa-apa, kan? Gue lihat dari jauh ada lima cowok di dekat lo tadi!" Abim memandang cowok-cowok yang masih berlari di sepanjang koridor. "Hah. Mereka pada kabur setelah lihat gue dan yang lain. Sekarang lo aman sama gue, Kenanga."

"Lah?" Sadewa lalu mengabaikan perkataan Abim barusan. Cowok di depannya itu merasa telah menjadi pahlawan kesorean. Diliriknya motor Abim, lalu kembali dia tatap cowok itu. "Nebeng, dong, Senior!"

Abim tersenyum semringah. "Itu udah pasti!"

"Eh, nggak jadi," ralat Sadewa sembari menunjuk trotoar samping motor Abim yang parkir sebentar. "Gue yang bonceng lo. Ada trotoar tuh, gue bisa jaga keseimbangan di situ."

Hanya ekspresi panik di wajah Abim. Sadewa berdecak. Tentu saja Abim khawatir. Jika Sadewa berada di posisi Abim, maka Sadewa juga akan merespons hal yang sama. Tak akan Sadewa biarkan siapa pun yang mengendarai motor kesayangannya. Sadewa menepuk pelan lengan atas Abim beberapa kali. "Ya udah, lah. Entar gue minta beli ke Nyokap. Lo anterin gue mau kagak?"

Abim memindahkan kedua tangannya dari bahu Sadewa. Sadewa segera beranjak ke motor Abim sebelum cowok itu ingin mengambil kesempatan untuk memegang Kenanga. Gerak-geriknya mencurigakan. Sadewa juga akan mengambil kesempatan untuk memegang tangan Qania.

Two TimesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang