29

645 126 9
                                    

vote dulu sebelum baca, yaa 😍 terima kasih❤️🫶🏻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

vote dulu sebelum baca, yaa 😍 terima kasih❤️🫶🏻

29

TOK TOK

Sadewa tak mendengar suara ketukan pintu. Bahkan gaya tidurnya terlihat kacau. Rok yang naik sepenuhnya ke pinggang, liur yang menetes di sudut bibirnya, kedua tangan berbentuk U.

"Kenanga?" Terdengar suara Keenan di luar sana, tetapi Sadewa tak bergerak sama sekali. Gagang pintu terdorong ke bawah. Pintu itu terbuka sembilan puluh derajat. Keenan melangkah satu kali, lalu berhenti di ambang pintu. Pandangan Keenan mengarah pada Sadewa yang tertidur nyenyak. Cowok itu tersenyum kecil, tetapi kemudian dia menggeleng kencang dan kembali memasang ekspresi marahnya yang sempat hilang. "Kenanga, bangun!"

Sadewa menggaruk kepalanya, lalu membuka mata dan memandang langit-langit kamar. Lampu kamar yang begitu terang, di ruangan yang kecil, dan dalam kondisi baru bangun tidur membuatnya refleks menutup matanya. "Anjir mata gue cok!"

Keenan hanya bisa geleng-geleng melihat tingkah Kenanga yang banyak berubah itu.

Sadewa lalu terduduk sambil mengerjapkan mata saat dilihatnya sepasang kaki yang berada di ambang pintu. Sadewa mengangkat tangannya, menatap Keenan dengan mata mengantuk. "Loha."

Keenan berdecak. Cowok itu masuk ke dalam kamar, lalu duduk di lantai dengan kedua lutut yang tertekuk. Ditolehkannya wajahnya ke kanan, menatap Sadewa dengan tatapan khawatir. Dia mengambil selimut tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah Kenanga, lalu menutupi paha Kenanga yang sebagian terekspos. "Nggak ada baiknya lo main sama cowok-cowok kayak mereka. Anak geng motor itu bahaya tahu nggak?"

"Siapa yang bilang bahaya?" Sadewa berjalan dengan lututnya, berhenti, lalu menyentil kening Keenan. Kepala Keenan sampai sedikit terdorong ke belakang "Nggak semuanya bahaya. Yang bahaya itu anak geng motor jamet doang yang suka bawa golok." Sadewa duduk bersila sambil bersedekap. "Nggak bahaya, sih, kalau yang mereka hadapin gue yang jago ini, tapi kalau ketemunya yang nggak jago berantem kayak lo? Bisa mati!"

Keenan mengernyit heran. "Lo ngomong apa, sih?"

"Gue juga bisa lihat sekali kalau Abim dan kawan-kawan itu anak baik-baik. Mereka kelihatan anak-anak yang dimanjain dengan motor-motor mahal." Sadewa merangkak ke meja kecil di samping kasur. Dia mengambil sebuah foto berbingkai dengan ukuran 3R, lalu dia tunjukkan kepada Keenan. "Gue nemu ini di bawah kasur semalam."

Keenan mengambil foto itu, menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Ingat nggak? Ini difoto diam-diam sama Papa waktu kita lagi liburan di Ancol."

Sadewa menaikkan alis. "Papa kandung atau Papa yang sekarang?"

"Sekarang...," gumam Keenan, tak lepas memandang foto kecil dirinya dan Kenanga.

Sadewa menyandarkan punggungnya ke dinding, duduk bersila sembari bersedekap. "Ngomong ngomong, kalian imut ya waktu kecil."

Two TimesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang