selamat membaca!
love,
6
Nathan menepuk pelan bahu Vasco, menenangkan sahabatnya itu yang telah merasa bersalah atas bercandaan yang nyaris menjadi nyata.
"Gue salah banget main-mainin kematian...." Vasco sejak tadi tertunduk lesu. Teman-temannya yang lain pun sama. Ada yang berdiri dan bersandar di dinding lorong. Ada juga yang duduk di kursi. Sebagian lagi berjongkok sambil bersandar di dinding.
Setelah mendapatkan kabar bahwa Sadewa dilarikan di rumah sakit karena kecelakaan, semuanya awalnya tak percaya dan mengira bahwa Sadewa balik mengerjai mereka.
Sudah berhari-hari sejak malam kecelakaan itu dan Sadewa tak kunjung bangun. Mereka datang setiap hari, menjenguk Sadewa, berharap Sadewa segera bangun dari komanya.
Mereka terlalu banyak untuk masuk ke ruang Sadewa dirawat sehingga mereka masuk secara bergantian untuk menjenguknya.
"Hiks...." Vasco mengusap air mata yang terus mengalir di pipinya. "Kenapa Dewa nggak bangun-bangun juga, sih, Nath?"
Nathan menepuk-nepuk bahu Vasco lagi. "Berdoa terus aja, Pas. Semoga hari ini dia segera bangun."
Pintu ruang rawat Sadewa terbuka. Kurdianto, Ardi, dan beberapa lainnya keluar dari sana.
"Nath, Vasc. Nggak mau lihat lagi?" tanya Dwi dengan lesu.
"Ada kemajuan?" tanya yang lain.
Guna Dwi menggeleng pelan sembari menjatuhkan diri di lantai. Cowok itu bersandar, menekuk satu lututnya dan menaruh lengannya di atas sana.
Nathan berdiri, melangkah memasuki ruang rawat Sadewa. Mami Sadewa menunggu dengan setia di samping brankar Sadewa. Matanya sembab. Tak ada polesan make up tebal seperti biasanya di wajah itu, membuatnya jadi lebih terlihat tua dari biasanya.
Sadewa adalah anak tunggalnya, anak tersayangnya.... Bagaimana Mami Sadewa tidak merasa kehilangan?
"Tante, kalau Tante nggak keberatan, biar kami yang jagain Sadewa untuk hari ini. Tante pulang aja dulu." Nathan tak tega dengan keadaan Mami Sadewa. Mami Sadewa mungkin belum mandi sejak berhari-hari menemani Sadewa di rumah sakit.
Mami menghela napas panjang. "Tante akan pulang." Ditatapnya Nathan, Vasco, dan beberapa teman Sadewa yang masuk. "Tolong jagain Dewa, ya? Kalau ada apa-apa panggil perawat atau dokter, dan segera kabari Tante."
Nathan dan yang lainnya mengangguk. Mami Sadewa mengambil tasnya, menghampiri Sadewa lagi, lalu mencium kening anaknya itu cukup lama. Semua yang melihat jadi semakin sedih. Si anak nakal itu jarang di rumah hanya untuk bermain-main padahal kedua orang tuanya begitu menyayanginya dan selalu menunggunya di rumah yang semakin sepi.
"Mungkin, Dewa kesepian karena nggak punya saudara di rumah. Dari kecil dia pengin banget punya adik, tapi Tante nggak bisa ngasih adik buat Sadewa lagi karena lemah rahim." Mami Sadewa berdiri tegak sambil menghapus air matanya yang jatuh. "Dia senang dan merasa beruntung punya kalian. Meskipun dia jarang di rumah, tapi dia nggak akan kesepian kalau sering di luar bareng kalian."
"HUHUHU!" Vasco menangis kenceng dan tak bisa menahan dirinya. Dia menaruh wajahnya di bahu Nathan. Nathan menepuk-nepuk kepala temannya itu dengan mata berkaca-kaca. Dia juga ingin menangis di antara teman-temannya yang tak bisa menahan tangis.
Mami Sadewa beranjak dari posisinya. Nathan mencium punggung tangan Mami Sadewa, disusul yang lain secara bergantian. Bahkan saat keluar dari ruangan pun, teman-teman Sadewa di luar sana masih mencium punggung tangan Mami Sadewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Times
Teen FictionKenanga yang pendiam, pemalu, lemah, selalu dirundung oleh teman sebangkunya yang bernama Sheila tiba-tiba menjadi sosok yang tak tahu malu, pembuat masalah, jago bela diri, dan tak tanggung-tanggung memukul siapa pun yang melukai dirinya. Sadewa ya...