by sirhayani
part of zhkansas
17
"Eh, maap, Senior! Gue nggak sengaja." Kenanga segera turun dari motor dan menghampiri Abim. Untung tak ada motor di sekitar motor Abim. Cowok itu memang parkir di tempat khusus, di tempat yang teduh.
"Nggak apa-apa." Abim menerima genggaman kuat dari Kenanga. Cewek itu berusaha keras menariknya.
"Tubuh nih cewek kayaknya kurang olahraga, dah."
Abim mengerjap saat berdiri di samping cewek itu. "Apa...?"
"Abaikan." Kenanga mengibaskan tangannya di depan wajah Abim. "Gimana? Mau pinjemin gue motor lo nggak?"
Abim menatap Kenanga sambil menaikkan alis. "Lo mau kendarain gue? Memangnya lo bisa bawa motor gini?"
"Bisa, dong!"
Bukannya meremehkan, tetapi dengan tubuh Kenanga yang terlihat rapuh minta dilindungi itu tak mungkin bisa membawa Blacky. "Nggak bisa. Gue nggak yakin. Kalau gue bonceng lo, baru boleh."
Suara siulan dari jauh membuat Abim memejamkan mata. Dia menoleh pada teman-teman tukang nguping yang menyebalkan, lalu Abim kembali menatap Kenanga yang menatapnya dengan tatapan kecewa.
Padahal mereka baru berkenalan beberapa saat lalu, tetapi Abim tak tega begini menolak permintaan cewek itu.
"Coba aja dulu naik di atas motor gue tanpa standar. Itu aja dulu." Meski ketar-ketir Blacky kenapa-kenapa, tetapi karena ini Kenanga ... yah tak apa sekali-kali senam jantung.
"Hokeh!" Kenanga naik ke atas motor Abim, lalu cewek itu menggerakkan motor agar lurus. Abim keringat dingin di dekatnya. Kaki cewek itu bahkan berjinjit.
"Tuh, kan! Lihat!" seru Abim ketar-ketir saat Kenanga berusaha menaikan standar motor.
Tak lama kemudian, Kenanga oleng. "Eh! Eh!"
Abim segera memegang motornya dan menurunkan standar dengan jantung yang berdegup kencang. Berhasil. Blacky berhasil selamat!
"Waduh, kayaknya tubuh ini harus banyak angkat beban supaya kuat." Kenanga yang masih duduk di atas motor, memandang tangannya sambil geleng-geleng kepala.
Abim memegang kedua pinggang cewek itu dan saat itu juga Abim mendapatkan pukulan di hidung.
"Jangan pegang-pegang!" seru Kenanga, menatapnya dengan tatapan horor.
Padahal Abim ingin menciptakan momen romantis dengan mengangkat cewek itu turun dari motornya, tetapi yang dia dapatkan malah pukulan. Cowok itu tertawa pada ketololannya sendiri.
"Kenanga!"
Keduanya menoleh pada seorang cowok yang datang dengan langkah lebar. Tiba di dekat mereka, cowok itu mengangkat Kenanga dan berhasil menurunkan Kenanga meski Kenanga sempat berontak.
"Ayo." Cowok itu menarik Kenanga paksa, tetapi Kenanga tidak terlihat kesakitan.
Abim hanya bisa terdiam. Semua terlalu cepat. Bahkan cowok yang menarik Kenanga tak memandang Abim seolah Abim adalah manusia tak kasat mata.
"Bye, bye, Senior!" seru Kenanga, melambai sambil berlari dari kejaran cowok tadi.
"Pacarnya?" Abim menggumam sedih. "Cewek semenggemaskan dia nggak mungkin nggak punya pacar."
***
"Beb, lo denger gosipnya? Si Abim dideketin sama adek kelas gatelin waktu di parkiran sekolah."
Qiana, primadona sekolah, cewek cantik bertubuh tinggi bagai model itu menatap jendela kelas dengan ekspresi yang tak bisa ditebak oleh siapa pun. Ekspresinya selalu seperti itu. Tak ada yang bisa menebak apakah dia sedang senang, marah, kesal, atau lainnya. Sikapnya selalu anggun seperti ini. Dia tak pernah menunjukkan emosinya kepada siapa pun, membuatnya semakin terlihat berwibawa. Tak ada satupun cewek yang iri padanya. Mereka bahkan selalu terkesan setiap apa yang Qiana lakukan.
Akan tetapi, satu hal yang tak bisa Qiana sembunyikan, yaitu perasaannya pada Abim. Satu tahun lalu dia menembak Abim, tetapi Abim menolaknya tanpa berpikir panjang.
"Terus, Abin gimana?" tanya Qiana pelan pada Winnie, teman sebangkunya yang bergosip di antara cewek-cewek yang mengelilingi meja Qiana dan Winnie.
"Dia ngerespons. Bahkan gue denger dari Calvin kalau Abim malah tertarik ke cewek itu."
"Oh," gumamnya, terlihat biasa saja.
Namun, hatinya retak.
"Namanya Kenanga!" seru Winnie.
"Namanya cantik," gumam Qiana sambil tersenyum kecil, membuat Winnie dan yang lain jadi terpana. Baru kali ini mereka melihat Qiana tersenyum.
Apakah itu senyum yang tulus atau bukan, tak ada yang bisa menebak.
Qiana tersenyum tulus karena nama itu memang terdengar cantik, tetapi Qiana menganggap Kenanga tak lebih dari rivalnya.
Padahal Abim tak pernah mau dekat dengan cewek mana pun selama ini. Makanya Qiana tidak perlu merasa terancam. Mungkin, semua hal dari tipe cewek yang Abim sukai ada pada cewek bernama Kenanga itu.
Qiana akan melihat seperti apa dia.
"Kenanga." Qiana bertopang dagu sambil tersenyum. "Kayaknya dia cewek yang imut."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Times
Teen FictionSELESAI ✔️ Kenanga yang pendiam, pemalu, lemah, selalu dirundung oleh teman sebangkunya yang bernama Sheila tiba-tiba menjadi sosok yang tak tahu malu, pembuat masalah, jago bela diri, dan tak tanggung-tanggung memukul siapa pun yang melukai dirinya...