42

685 140 25
                                    

by sirhayani

part of zhkansas

42

"Terjadi hal yang baik?" tanya Nathan sembari tersenyum. "Lo kelihatan bahagia banget sejak pagi tadi."

Meski kantin begitu berisik dan padat oleh sekumpulan siswa SMA Kastara, tetapi suara Nathan yang duduk di hadapan Kenanga—dengan meja selebar satu meter yang memisahkan itu—masih terdengar jelas. Mungkin karena suara Nathan sudah begitu familier di telinganya.

"Habis liburan bareng Mami Papi Sadewa."

Perkataan Kenanga membuat Vasco, yang duduk di samping kiri Kenanga, menggerakkan bola matanya ke samping kanannya. "Ya Dewa. Barusan gue nggak salah dengar, kan? Lo nyebut diri lo dengan nama...?"

Nathan mengulum senyum. Cowok itu terlihat ingin tertawa, tetapi dengan tatapan yang tertuju pada Kenanga, membuat Kenanga menunduk malu. "Lo salah dengar," balas Kenanga pada Vasco dengan berbisik.

Vasco mendekat hingga bahunya dan bahu Kenanga bersentuhan. "APAAA?"

"Udah. Udah. Lo ganggu bos makan." Ardi melemparkan wajah Vasco dengan tisu yang baru diambilnya dari tempat tisu.

Tak terima, Vasco bangkit dari bangku dan menghampiri Ardi di meja seberang. Dwi pergi mengambil gorengan di meja lain. Sehingga yang tersisa saat ini di meja itu adalah Nathan dan Kenanga.

"Gue nggak tahu kapan tepatnya bakalan balik ke tubuh gue sendiri." Kenanga menatap Nathan yang baru saja menelan makanannya. "Kalau aja gue pergi tiba-tiba, salamin gue ke Sadewa, ya?"

"Lo ngomong gini perasaan gue jadi nggak enak." Nathan terlihat berusaha tersenyum. "Iya, tentu saja bakalan gue salamin."

Kenanga menyeruput sedotan dari dalam gelas air mineral. Tak ada air yang tersisa.

"Eh." Nathan berdiri. "Gue ambilin air. Punya gue juga habis." Cowok itu lalu beranjak mengambil gelas air mineral untuk dirinya dan Kenanga.

Kenanga menatap makanannya, lalu menoleh pada Vasco saat cowok itu kembali duduk setelah bertengkar heboh dengan Ardi. Vasco kembali makan seperti tak makan selama tiga hari. Di meja depan Vasco sudah ada dua bungkusan nasi kuning yang bertumpuk.

Kenanga kembali menatap ke depan, menghela napas sembari mengerjap seperti biasanya. Saat kembali membuka mata nol koma sekian detik setelahnya, wajah seseorang yang tak dikenalinya muncul beberapa senti meter di bawah wajahnya.

Tubuh Kenanga seolah membeku. Lengannya yang menjadi tumpuan agar tubuhnya tak terjatuh itu gemetar karena lemah. Rambutnya terjuntai di sisi kanan dan kiri wajahnya. Wajah cowok di bawahnya itu memerah malu. Tangan cowok itu menutupi wajahnya dengan tangan yang bergerak pelan-pelan dan kaku.

"Kenanga," bisik cowok itu serak. "Tolong menyingkir. Posisi ini ... agak...."

SIAPA COWOK INI?

Kenanga ingin menangis. Ini jelas bukan mimpi. Dia telah kembali ke tubuhnya di waktu yang tidak tepat. Dia sulit menyingkir seolah bergerak sedikti saja, keseimbangannya akan runtuh dan membuatnya terjatuh tepat di atas tubuh cowok itu.

"Kenanga! Lo ngapain?!" Suara Keenan membuat bibir Kenanga bergetar. Kakaknya ada di sini. Keenan menyentuh kedua lengan Kenanga, lalu menariknya berdiri dan memegang lengan Kenanga dari belakang.

"Keenan...." Kenanga menatap sekeliling. Bumi terlihat berputar-putar. Kenanga memegang pelipisnya, memejamkan mata, lalu membukanya lagi. Tak kuat dengan vertigo yang menyerang tiba-tiba, Kenanga berakhir terjatuh di pelukan Keenan.

Two TimesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang