happy reading!
love,
vote dulu sebelum baca, yaa 😍 terima kasih❤️🫶🏻
30
BUK. Pukulan kembali mendarat di lengan Sadewa.
"LAPEEER!" Sadewa kembali berteriak sampai Keenan muncul dengan khawatir. Cowok itu berdiri di depan Sadewa saat Mama mengangkat tangannya, bersiap memberi tamparan yang kuat di pipi Sadewa. Tentu saja tamparan itu tak akan berhasil. Punggung lebar Keenan bahkan bisa melindungi wajah Kenanga.
"Minggir, Keenan! Anak itu harus diberi pelajaran!" seru Mama sambil berpindah tempat, tetapi Keenan menghalaunya.
"Ma, udah!" Keenan menghela napas panjang saat merentangkan kedua tangannya. "Udah, Ma. Kenanga masih hilang ingatan—"
"MAMA TAHU ANAK ITU CUMA PURA-PURA HILANG INGATAN!" seru Mama dengan lantang.
"Haaah!" Sadewa menghela napas panjang sampai Keenan tak jadi bicara. Cowok iti mengintip sari balik lengan Keenan. Dipandanginya Mama dengan senyum merekah. "Ma, beliin motor, dong. Motor apa aja yang penting motor sport. Nggak mau matic, ah. Aku mau gabung sama geng motornya Abim. Nggak apa-apa sekali-kali jadi anggota, doang. Aku nggak lama di tubuh Kenanga, kok."
Selama Sadewa bicara, Keenan hanya bisa melotot takjub.
Mama menggeram kesal. Tangan kanannya yang masih melayang dia arahkan kepada Sadewa dengan geregetan. Perempuan itu berusaha menarik Sadewa meski Keenan berusaha memisahkan mereka.
Sadewa menikmati itu. Menjadikan Keenan sebagai tameng, lalu saat Mama hampir memegangnya, dia lalu kabur keluar rumah. Mama tak berani mengejarnya sampai keluar rumah.
Kebetulan ada tukang siomai yang lewat, Sadewa menyuruhnya berhenti dan dia menyempatkan untuk membeli dua ribu rupiah karena hanya itu yang ada di saku bajunya. Yah, tak apa sedikit. Hanya untuk mengganjal perut. Toh, nanti Keenan akan membawakannya makanan diam-diam.
***
"Pfft...." Keenan menggigit bibirnya. Menahan tawa yang selalu saja ingin keluar dari mulut. Kejadian tadi, entah kenapa lucu? Meski dia tak ingin tertawa mengingat penderitaan Kenanga selama ini, tetapi belakangan aura Kenanga memang berbeda.
Lampu kamarnya masih menyala. Ada suara di dalam sana jadi Keenan pastikan Kenanga belum tidur. Padahal sudah larut begini, tetapi Kenanga masih saja begadang. Jangan-jangan begadang untuk menangis?
Keenan mengetuk pintu kamar Kenanga dengan khawatir.
"Masuk!"
Seruan dari dalam membuat Keenan mendorong kenop pintu. Dibukanya pintu itu dengan hati-hati. Ternyata cewek itu main game di ponsel tuanya. Keenan bersedekap sambil menyandarkan lengannya ke kosen pintu. "Kenapa main game jam segini? Tidur, Nga."
Tatapan Kenanga fokus pada ponsel. "Gini. Gue nggak ada temen. Nggak bisa berkeliaran juga karena, kan, gue anak cewek. Anak cewek nggak boleh kelayapan malam kata lo." Bibirnya maju satu senti meter. "Padahal enak banget ini keliling malam-malam naik motor."
Keenan melirik jam dinding di kamar Kenanga. Sudah jam sebelas malam. Mama dan Papa sudah tidur lelap. Tak ada salahnya dia mengajak Kenanga kabur selama Mama tak tahu, kan?
"Ya udah, ayo." Ditatapnya Kenanga yang langsung menoleh ke arahnya. Keenan tersenyum kecil sambil mengulurkan tangannya. "Mau jalan-jalan naik motor, kan? Ayo."
Kenanga menutup aplikasi game di ponselnya, lalu berdiri dengan semangat. "Let's go, Brother!"
***
Benar tak apa-apa, kan? Hanya sekali, kok....
Meski sejujurnya, Keenan begitu khawatir. Segala hal yang dia lakukan bersama Kenanga, siapa pun yang salah duluan, pasti Kenanga yang akan selalu disalahkan oleh Mama.
Keenan sudah memastikan membuka kunci pintu garasi tanpa suara. Dia juga sudah berusaha membuka pagar tanpa suara. Mengeluarkan motor tanpa suara. Memakai sepatu tanpa suara. Bahkan dia mendorong motor sampai di portal pintu Utara yang selalu buka 24 jam, padahal jarak portal Utara dan rumahnya cukup jauh.
Jadi, harusnya semua akan baik-baik saja.
Kenanga juga terlihat senang. Terkadang cewek itu berteriak yuhuuu sambil merentangkan kedua tangan, lalu mengintip dari balik punggung Keenan sambil berkata, "gantian sini. Gue yang bonceng lo!" Tentu saja tak akan Keenan kabulkan.
Untung saja Keenan juga membawa uang tabungan untuk jaga-jaga. Ternyata Kenanga banyak maunya. Mereka menyusuri kota dan beberapa kali singgah di pedagang kaki lima karena Kenanga yang ingin menyicipi makanan berbagai jenis. Dari nasi goreng, martabak telur, martabak manis, siomai, bakso goreng, dan beberapa lagi sampai Keenan bingung, lambung Kenanga sebesar apa?
Barulah, Kenanga memukul-mukul lengannya dan menunjuk sebuah minimarket untuk istirahat di sana. Cewek itu langsung turun dengan perutnya yang membuncit. Dia duduk di kursi yang ada di teras minimarket sembari menyandarkan punggungnya. Cara duduknya terlihat santai sekali. Keenan turun dari motor dan menaruh dua helm masing-masing di spion motor.
Cewek—mungkin masih seorang mahasiswi—yang baru saja keluar dari pintu minimarket melirik Kenanga yang sedang mengelus-elus perut. Cewek itu menarik temannya sambil tertawa. "Sst, sst. Di samping sana ada cewek kayak masih SMA, kelihatan hamidun." Temannya langsung menoleh pada Kenanga. "Jangan nengok terang-terangan, blok!"
Keenan melewati mereka sambil berdecak. Dia membuka sweternya, lalu menutupi bagian depan tubuh Kenanga. Saat berangkat tadi, Kenanga tak mau memakai jaket. Katanya ingin merasakan angin malam menyapu kulitnya secara langsung.
"Gue ke dalam dulu. Beli minum." Keenan baru akan beranjak, tetapi Kenanga langsung menengadahkan tangan. "Apa?"
"Sini kunci motor lo." Cewek itu menaik turunkan alisnya.
"Buat apa?" Meski bertanya, Keenan tetap mengeluarkan kunci itu dari dalam kantong celananya tanpa curiga sama sekali. Dia berikan kepada Kenanga tanpa mendengar jawaban dari cewek itu, lalu Keenan meneruskan langkahnya memasuki minimarket yang buka dua puluh empat jam tersebut.
Dia hanya mengambil sebotol air mineral, lalu buru-buru ke kasir. Tak ada yang antre. Keenan selesai dengan cepat, lalu melangkah menuju pintu minimarket sembari memasukkan uang kembalian dan struk ke dalam saku celananya. Dia berhenti mendadak di depan pintu minimarket saat pandanganna tertuju pada kursi kosong yang Kenanga duduki tadi. Dipandanginya kursi lain. Kenanga tidak ada.
Namun, ekor matanya menangkap sebuah pemandangan yang mencurigakan. Pandangan cowok itu dengan cepat tertuju pada seorang cewek dengan sweter hitam yang sedang mengendarai motor di halaman parkir minimarket sambil mengangkat ban depan motor matic milik Keenan.
"Kenanga!" teriaknya, shock berat, dan berlari menuju Kenanga yang masih saja mengendarai motor sembari mengangkat ban dengan riang gembira.
Kenapa tingkah Kenanga jadi terlihat seperti cowok nakal?!
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Times
Teen FictionKenanga yang pendiam, pemalu, lemah, selalu dirundung oleh teman sebangkunya yang bernama Sheila tiba-tiba menjadi sosok yang tak tahu malu, pembuat masalah, jago bela diri, dan tak tanggung-tanggung memukul siapa pun yang melukai dirinya. Sadewa ya...