25.

841 39 1
                                    

Motor sport hitam Ary berhenti di depan rumah Saka. Ia melepas helmnya, kemudian mengeluarkan ponsel untuk menelepon kekasih judesnya itu. Namun belum sempat ia mendial nomor Saka, bocah itu sudah keluar dengan seragamnya yang rapi, dan tentu saja setelan lengkap wajah juteknya.

"Eh, baru mau di telepon." ujar Ary basa-basi sambil tersenyum dan kembali memasukan ponselnya ke saku celana jeansnya.

Saka hanya mendiami Ary lalu langsung berjalan begitu saja. Ary yang sadar akan hal itu hanya bisa mengerutkan dahi.

"Hei, kok saya di tinggal?"

Mendengar suara Ary malah membuat Saka kabur. Bocah itu langsung berlari menuju halte dekat rumahnya dan langsung naik angkot yang kebetulan sedang ngetem.

Ary yang melihat itu hanya bisa menghembuskan napas pelan. Ia cukup sadar diri kalau Saka pasti marah lagi padanya meski ia belum tahu alasannya.

Tak ingin membuat Saka semakin ngambek padanya, Ary menjalankan motornya untuk kembali ke rumah dan menyiapkan dagangannya.

Sementara itu, Saka yang tengah kesal dengan Ary memilih untuk memblokir nomor whatsapp pemuda itu. Ia sudah jengkel setengah mati. Kemarin Ica, semalam dengan seseorang yang tidak ia kenal. Heran sendiri dirinya kenapa Ary suka sekali memancing emosinya.

Angkot yang di tumpangi Saka kini melaju menuju beberapa lokasi pemberhentian. Melihat bangunan sekolahnya yang semakin dekat rasanya membuat Saka malah malas untuk masuk ke sekolah. Tapi kalau pun ia bolos juga tak akan ada gunanya, yang ada Ibunya malah akan mengamuk kalau sampai tahu dirinya bolos.

Begitu turun dari angkot, orang pertama yang berpapasan dengannya adalah Rendi.

"Asem banget muka. Kenapa lo?" tanya Rendi saat melihat wajah Saka yang kusut.

"Gak papa."

Rendi hanya menaikkan sebelah alisnya. Ia mengeluarkan sekotak susu cokelat dari tasnya dan memberikannya pada Saka.

"Nih, dapet gratisan gue pas ke minimarket." ujarnya sambil menyodorkan susu itu pada Saka.

"Hmm, thanks."

Keheranan dengan sikap temannya, Rendi semakin mengerutkan dahinya bingung karena tak biasanya Saka hanya akan membalas sekenanya.

"Lo kenapa sih? Ada masalah? Gue ngasih lo susu gratisan lo gak takut itu expired atau nggak?"

"Bagus kalo expired. Biar gue diare terus masuk rumah sakit."

Rendi semakin menunjukkan wajah bingungnya. "Sumpah, lo kenapa? Kenapa malah pengen masuk rumah sakit? Bosen sama rumah lo?"

"Lagi bete aja."

Rendi mendengus pelan mendengar jawaban Saka. Meski tanpa anak itu bercerita pun ia sendiri sudah bisa menebak kalau Ary pasti penyebab Saka cemberut.

"Minggu depan udah mulai kelas tambahan ya?" tanya Saka tiba-tiba.

"Iya, kenapa?"

"Cabut, apa ikut?"

"Ya ikut lah. Gila kali mau cabut, gak mau lulus lo?"

"Ya kali, kita 'kan bukan bocah hobi belajar."

"Gak hobi belajar tapi nilai lo bagus mulu ya eek kuda!"

Saka hanya cengengesan mendengar gerutuan Rendi. Mereka berjala masuk ke dalam kelas, walaupun kenyataannya mereka sempat mengabaikan Ica yang berpapasan dengan mereka di depan toilet guru.

"Lo beneran udah cut off si Ica, Sa?" tanya Rendi begitu mereka sudah di kelas dan duduk di kursi masing-masing.

"Udah lah. Udah gak tertarik lagi gue sama dia."

Tukang Daging Psikopat [Non kpop, No Edit] || SLOW UPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang