Jam sudah menunjukan pukul 12 malam, dan Ary yang duduk di kursi tepat di sebelah kasur Saka sudah terkantuk-kantuk tapi enggan tertidur karena menjaga Saka.
Kejadian saat pemuda itu minum obat langsung membuahkan hasil bogeman mentah dari Saka yang membuat pipi kiri Ary membiru dibagian tulang pipi, tapi Ary tak masalah. Ia malah menanggapi santai kemarahan Saka padanya, meski pada akhirnya bocah itu tumbang karena melampiaskan emosinya di saat fisik sedang tidak mendukung.
Sudah sejak beberapa jam yang lalu Ary tak memejamkan mata meski kekuatannya hanya tinggal 5 watt jika di samakan dengan lampu. Ia mengantuk, tapi Saka sempat demam tinggi hingga 39°. Apalagi tadi Saka sempat mengalami musibah kecil, yang mana karena dirinya terlalu sibuk marah-marah pada Ary, mereka sampai harus kejar-kejaran padahal Saka sedang sakit dan membuat bocah itu tersandung kaki kursi meja belajarnya kemudian membuatnya jatuh dengan kepala menghantam pintu lemari baju.
Hebatnya lagi, Ary yang selalu berusaha perhatian pada Saka dalam artian "naksir" dengan cekatannya menyingkir dan tidak mencegah Saka dari benturan itu. Dan mengingat dirinya menginap, ia mendapat izin dari Bu Melly dengan alasan ingin gantian merawat Saka setelah kemarin dirinya lah yang di rawat oleh Saka hingga sembuh.
Kembali pada kondisi Ary yang mengantuk. Ia tertidur namun masih berusaha mempertahankan kesadarannya hingga membuatnya tidur-tidur ayam.
"Sakit ..."
Ary tersadar dari kondisi kantuknya saat mendengar lirihan Saka. Ia memperhatikan bocah itu yang tertidur tetapi tangannya menepuk-nepuk pelan kepalanya.
Dengan perlahan Ary merah tangan Saka agar tidak lagi mrmukuli kepalanya. Ia dengan suka rela memijat kepala Saka yang mungkin bertambah sakit karena terbentur lemari.
Terasa di telapak tangan Ary kalau suhu tubuh Saka belum juga menurun, padahal sudah 2 tablet obat paracetamol yang di minum tetapi nampaknya tak ada efek yang berarti.
"Nng .. Sakit .."
Hembusan napas pelan keluar dari Ary. Ia sendiri bingung kenapa ia bisa bersikap demikian. Di balik kenyataan bahwa sudah banyak nyawa yang melayang karenanya, ia tidak menyangka kalau masih ada seseorang yang membuatnya rela melupakan sejenak jiwa bengisnya.
Ary pergi keluar dari kamar Saka, jika saja si pasien tidak meraih tangannya, mungkin Ary sudah sibuk mengobrak-abrik kotak obat yang ada di ruang tengah.
"Mau ke mana?" tanya Saka lemas dengan mata sayu. Ia tak jelas melihat Ary, ia hanya tahu kalau ada orang yang menemaninya.
"Keluar sebentar mau ambilin kompres."
Saka yang memang sedang lemas perlahan-lahan melepaskan tangannya. Ary bergegas keluar untuk mengambil baskom air dan juga obat sakit kepala. Ia kembali ke kamar Saka, membuka pintu lemarinya untuk mencari handuk kecil atau sapu tangan yang bisa ia gunakan untuk mengompres Saka.
Dengan telaten dan sabar Ary membantu Saka meminum obat sakit kepala yang ia bawa dan mengompres keningnya. Ia juga menaikan suhu AC di kamar Saka karena anak itu mengeluh kedinginan.
"Di-ngin..."
Tak tega melihat kondisi Saka, Ary berinisatif untuk naik ke atas kasur Saka dan berbaring di sampingnya. Ia merengkuh tubuh yang masih lebih kecil darinya agar panas di tubuh Saka bisa sedikit berpindah padanya.
"Masih dingin?" tanya Ary berbisik pelan yang hanya di jawab suara bergumam oleh Saka.
"Kamu doang yang bisa bikin saya begini. Saya sampe rela begadang buat kamu tapi kenapa kamu malah naksir sama cewek gak tau diri itu?"
Pertanyaan Ary tentu tidak di jawab karena Saka sudah kembali pulas. Ary mengusap rambut Saka sambil sesekali memijatnya pelan hingga dirinya ikut tertidur sampai pagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tukang Daging Psikopat [Non kpop, No Edit] || SLOW UP
General FictionMimpi buruk seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun bernama Saka adalah saat ia menemani Ibunya belanja di pasar dan bertemu dengan seorang tukang daging yang sangat tampan. Awalnya ia pikir itu adalah anugerah, namun ia tak pernah meyangka bahwa...